JAKARTA, TODAY — Harga minyak dunia menÂembus rekor di angka terendah selama dekade 12 tahun terakhir. Harga minyak produksi Amerika Serikat (AS), yaitu West Texas InterÂmediate (WTI) menembus ke bawah USD 30 perbarel. Kondisi makin menyakitkan bagi negara yang pendapatannya mengandalkan minyak, dan juga perusahaan-perusahaan minyak besar.
Melimpahnya pasokan, dan meÂlemahnya perminÂtaan minyak dari China membuat harga minyak menÂtah jatuh. China merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia.
Sejumlah analis memperkirakan harÂga minyak akan turun ke USD 20/barel, bahkan ada yang lebih pesimistis, yaitu turun ke USD 10/barel. Belum ada yang bisa menganalisa berapa batas bawah harga minyak. Dilansir dari Reuters, Rabu (13/1/2016), minyak WTI menyentuh USD 29,93/barel, atau yang terendah sejak Desember 2003. Ini terjadi pada Selasa waktu AS, atau Rabu dini hari tadi.
Murahnya harga minyak ini tentuÂnya akan menguntungkan masyarakat, karena harga bensin akan makin murah. Meski produsen minyak mengalami rugi besar. Namun, imbasnya pada kinerja perusahaan minyak di dunia yang terus menurun.
Kondisi ini juga berdampak pada para pekerja di perusahaan minyak yang akhÂirnya mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, anjloknya harga minyak membuat para lulusan univesitas sulit mencari kerja di perusahaan minyak.
Ketua Umum Ikatan Ahli Teknik PerÂminyakan Indonesia (IATMI), Alfi Rusin mengatakan beberapa perusahaan sudah melakukan layoff alias pemutusan hubunÂgan kerja (PHK).
Namun, Pertamina tidak melakukan PHK. BUMN sektor migas ini mengantisiÂpasi dampak penurunan harga minyak itu dengan memajukan usia pensiun. “Saya dengar malah beberapa perusahaan telah mendaftarkan ke SKK migas untuk layoff karyawan-karyawannya, kalau Pertamina sendiri tidak melakukan layoff tetapi meÂmajukan usia pensiun dari 58 tahun ke 55 tahun. Perusahaan yang layoff karyawaÂnnya banyak tapi saya nggak tahu angka pastinya yang jelas banyak,†ujar Alfi di acara Indonesia Oil and Gas Industry-The Challenges Ahead, Luncheon Talk di City Plaza SKK Migas, Jakarta, Rabu (13/1/2016)
Selain itu, melorotnya harga minyak turut menghambat para lulusan univerÂsitas yang mencari kerja di perusahaan minyak. Alfi sempat mengunjungi sejumÂlah universitas antara lain ITB, UI, UPN Veteran, UNDIP dan menyarankan solusi untuk menghadapi kesulitan mencari kerÂja di perusahaan minyak.
Alfi menyarankan para lulusan melanÂjutkan program Strata 2 (S 2) dan juga pilihan lain seperti program magang. “Nah untuk program mahasiswa, selama ini IATMI sudah melakukan tur ke perÂguruan-perguruan tinggi termasuk ITB, ke Balikpapan, ke UI, ke UPN, UNDIP, itu message-nya sama antisipasi mahasiswa-mahasiswa terhadap krisis harga dan mempersiapkan diri,†kata Alfi.
Ia juga menambahkan sudah ada pembicaraan di IATMI sendiri untuk menÂcari jalan keluar untuk mahasiswa yang akan lulus dan mencari pekerjaan di dunia perminyakan dan pilihannya adalah maÂgang. “Kalaupun di grup IATMI juga dibiÂcarakan apa sih kira-kira yang dapat kita berikan jalan keluarnya terhadap mahaÂsiswa yang akan lulus ya barangkali option yang muncul kemarin itu adalah magang, kalau untuk rekrut itu sangat sulit, sejauh ini program konkrit IATMI belum punya masih dalam pembahasan, sejauh ini proÂgram Master diharapkan bisa dimanfaatÂkan oleh mahasiswa dengan harapan balik dari luar punya kompetensi lebih cukup,†tambahnya.
Tak hanya di Indonesia, perusahaan minyak asal Inggris, Bristish Petroleum (BP) juga berencana memangkas 5% peÂkerjanya di seluruh dunia, karena harga minyak yang jatuh dalam.
Dalam pernyataannya, pemangkasan dilakukan karena adanya pengurangan produksi minyak di tengah harga yang jatuh. BP berencana memangkas 4.000 hingga 20.000 karyawannya sebagai baÂgian dari efisiensi senilai USD 3,5 miliar. Per akhir 2015 lalu, jumlah pekerja BP mencapai 80.000 orang di seluruh dunia.
Harga minyak saat ini berada di kisaÂran USD 32/barel, atau tingkat terendaÂhnya dalam 12 tahun terakhir. Kondisi ini membuat perusahaan minyak besar di dunia memangkas anggarannya, terÂmasuk BP. “Kami ingin merampingkan struktur dan mengurangi anggaran tanpa menyampingkan keselamatan kerja. SeÂcara global kami berharap mengurangi pegawai di sektor hulu (upstream) hingga di bawah 20.000 orang pada akhir tahun ini,†demikian pernyataan juru bicara BP, seperti dilansir dari Reuters, Rabu (13/1/2016).
(Yuska Apitya/dtkf)