BOGOR, TODAY — Pemerintah memantau kondisi harga pangan jelang akhir tahun yang dimungkinkan melonjak, akibat peningkatan kebutuhan dibandingkan waktu normal. Hal ini mengingat adanya perayaan Natal dan taÂhun baru 2016.
Menko PerekonoÂmian, Darmin NaÂsution, sudah mendapatkan laporan beberÂapa komoditi pangan yang mengalami kenaikan
 harga dibandingkan bulan sebelumnya. Di antaranya adalah, cabai merah dan bawang merah. “Gejolak mungkin justru harga cabai yang tinggi, bawang juga. Tapi walaupun dia tinggi itu dibandingkan dengan bulan sebelÂumnya, dibandingkan dengan tahun lalu itu justru turun,†ujar Darmin di Istana Negara, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Selain itu komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga adalah ayam dan telur ayam ras, yang naik sekitar 7-8% dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini lebih dikarenakan harga pakan ternak, yaitu jagung dalam beberapa waktu teraÂkhir mengalami kenaikkan. “Kalau ayam dan telur itu mungkin hubungannya denÂgan input makanan, jagung. Jagung meÂmang agak naik harganya untuk pakan ayam,†imbuhnya.
Sementara itu untuk komponen strateÂgis lainnya, seperti beras, ikan, daging sapi cukup terjaga dengan baik. Artinya sumÂbangan terhadap inflasi juga tidak akan terlalu signifikan di akhir tahun. PemerÂintah juga akan mencukupi kebutuhan masyarakat bila ada lonjakan harga. “Kalau yang lain tidak besar, jadi praktis tidak ada yang strategis betul. Situasi pangan sampai akhir tahun itu tidak ada tekanan yang beÂrarti,†papar Darmin.
Kelangkaan komoditas dan melambungnÂya harga sembako, termasuk sayur-mayur dan buah-buahan diprediksi masih akan terus terjadi, terutama di pasar tradisional.
Terpisah, Anggota Badan Pengawas Perusahaan Daerah Pasar Pakuan Jaya (PD PPJ) Kota Bogor, Suprapto menilai, kasus-kasus kenaikan harga sembako, sayuran, termasuk kelakaan pasokan baran bisa diatasi.
“Hasil pengamatan kami di berbagai pasar tradisional yang ada di Kota Bogor, kenaikkan harga komoditas yang tidak logis dan kelangkaan terjadi akibat perÂmainan para bandar sebagai mediator antara produsen dengan konsumen atau pembeli,†ungkapnya.
Menurut penjelasannya, para bandar kerap menghambat komoditas masuk ke pasar. “Saya sering melihat mobil pengangÂkut komoditas antre ditahan di pinggir tol sekitar pukul 03.00 wib. Setelah ditelusuri, ternyata bandar mengatur jam berapa dia beli dan jam berapa diterima di pasar dan menentukan harganya. Jadi seperti itu perÂmainannya, memang sengaja, bandar beli murah dan dijual mahal ke pengecer atau konsumen,†paparnya.
Untuk itu, maka harus memotong tali perdagangan yang terlalu panjang. Agar transaksi antara produsen dengan konÂsumen harus diperpendek jalurnya. MenÂurutnya, PD PPJ pada 2015 ini telah melÂakukan Memmorandum of Understanding (MoU) dengan produsen dan beberapa asosiasi. “MoU ini untuk memangkas perÂmainan bandar dan mewujudkan pasar yang adil. MoU ini terus kami sosialisasiÂkan. PD PPJ bisa menentukan kuota barang yang masuk ke pasar sesuai dengan kebuÂtuhan,†tandasnya.
Terakhir, Suprapto menyontohkan, ketidakadilan yang dimaksudnya saat ini bisa dilihat dari harga pisang di petani Rp 40.000 per tandan (isi 5-6 sisir). Padahal, harga piÂsang ketika sudah sampai di pasar Rp15.000 per sisir. Jadi, harga per tandan bisa mencaÂpai Rp 90.000.
(Yuska Apitya Aji)