Pesawat rancangan Mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, R80 awalnya ditargetkan menÂgudara pada 2019. Pesawat yang diprodÂuksi PT Regio Aviasi Industri (RAI) ini baru bisa mengudara pada 2021 atau molor 2 tahun. Seperti apa pengÂgarapan produk ini?
Oleh : (Yuska Apitya Aji)
KOMISARIS PT Regio Aviasi Industri yang merupakan putra dari BJ Habibie, Ilham Habibie mengatakan, saat ini masih ada beberapa kendala teknis dalam pengembangan pesawat bermesin turboprop ini. Salah satuÂnya adalah soal pemilihan komponen. “Sekarang masih desain awal. Engine-nya yang utama, sistem pengendalianÂnya seperti apa itu belum,†kata Ilham di Pacific Place, SCBD, Jakarta, Rabu (29/7/2015).
Ada tiga perusahaan pembuat mesin pesawat yang menjadi calon yang akan dipilih oleh RAI. Di antaÂranya adalah Pratt and Whitney asal Amerika Serikat, General Electric asal Amerika Serikat dan Rolls Royce asal Inggris. â€Mudah-mudahan pertenÂgahan 2016 itu sudah mulai prototipe-nya,†tutur Ilham.
Dikatakan Ilham, setelah semuanÂya selesai, diharapkan pengiriman pertama bakal dilakukan tahun 2021. Jadwal ini mundur dari target awal di 2019. Ada 3 perusahaan penerbangan yang sudah memesan pesawat dengan total 145 unit yakni Kalstar IndoneÂsia, Nam Air, dan Trigana Air. “Agak mundur , karena ada masalah teknis. Tidak mudah juga,†jelasnya.
Mengenai harga, secara pasti IlÂham tidak bisa menyebutkan berapa pesawat berkapasitas 100-110 ini akan dibanderol. Namun dia memperkiraÂkan pesawat ini dihargai USD 20-25 juta/unit. “Secara seksama belum kita pastikan. Tapi sekitar USD 20-25 juta,†tutupnya.
Regio Prop 80 (R80) diklaim seÂbagai teknologi yang diadopsi lebih efisien dan canggih, baik dari segi deÂsain dan mesin. Pesawat R80 dikemÂbangkan oleh PT Ragio Aviasi Industri (RAI), perusahaan perancang pesawat terbang komersil milik Habibie. “PenÂerbangan itu sangat penting. Kita membutuhkan pesawat terbang N250 yang pernah berjaya di masanya,†kata Habibie bersemangat.
R80 merupakan pesawat generasi penerus N250. Proyek N-250 sempat dihentikan oleh International Monetary Fund (IMF) karena krisis ekonomi 1998.
Setelah dimodifikasi, badannya dibuat lebih besar, maka lahirlah R80. Jika kapasitas N250 hanya 50-60 kruÂsi, R80 memiliki kapasitas yang lebih banyak, yakni 80-90 kursi. Pada 2018 pesawat ini sudah siap diproduksi dan didaftarkan sertifikat layak terbang.
Beberapa keunggulan R80 yakni lebih ekonomis, baik murah dari segi harga, biaya pemeliharaan, juga irit bahan bakar karena merupakan peÂsawat terbang berbaling-baling (turboÂprop).
Pesawat ini juga dapat dikendaÂlikan secara elektronik atau dikenal istilah fly by wire. R80 memiliki perÂbandingan antara angin yang dingin dihasilkan dari udara di body pesawat dengan angin yang dikeluarkan pada engine di belakang pesawat lebih tingÂgi (bypass ratio). “Saya menyampaiÂkan bahwa Airbus atau Boeing itu byÂpass rationya 12, makin tinggi bypass ratio makin sedikit konsumsi bahan bakar dan lebih cepat. Ini (R80) byÂpass rationya 40, kami perhitungkan pesawat terbang ini sasarannya lebih sedkit 30 persen (penggunaan bahan bakar),†kata Habibie.
Baling-baling yang ada di sayap juga termasuk teknologi baru, karena dapat menentukan antara angin dinÂgin dan angin panas yang dihasilkan dari mesin. Dengan teknologi ini peÂsawat dapat melaju dengan kecepatan tinggi.
Didesain untuk rute pendek denÂgan jarak tempuh kurang dari 600 km dan mampu diakomodasi oleh bandara dengan landasan pendek. Sangat cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia. Diharapkan R-80 ke depan bisa menghubungkan pulau-pulau terpencil.
R80 dikembangkan sepenuhnya anak-anak bangsa. Desainnya dikerjaÂkan oleh 50 ahli, termasuk para ahli dari PT Dirgantara Indonesia.
Ilham Akbar Habibie mengatakan, untuk produksi tahap awal diperlukan dana USD 400 juta. “Kelahiran R80 ini kami hatap mampu mengangkat pamor industri dirgantara nusantara, setelah tenggelam hampir 17 tahun lebih,†kata dia.