86Presiden-Joko-Widodo-JokowiGEJOLAK harga pangan yang terjadi belakangan ini, mendapat perhatian serius dari Presiden Joko Widodo. Rabu (27/1/2016) dia mengundang seluruh menteri terkait, khusus untuk membahas lonjakan harga pangan di hampir semua daerah.

ABDUL KADIR BASALAMAH|YUSKA APITYA
[email protected]

Kekhawatiran Jokowi menghadapi ancaman pangan memang terli­hat. Bekas Walikota Solo itu kema­rin mengumpulkan para menteri membahas kondisi harga pangan.

Jokowi menyampaikan bahwa kenaikan harga pangan harus diwaspadai, sebab dalam empat tahun terakhir sudah melonjak 70%. “Saya mendapatkan data bahwa kenaikan har­ga pangan, dimulai 2011 sampai 2015 kemarin, naiknya sudah hampir mencapai 70%. Ini hati-hati,” ungkap Jokowi.

Bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Jokowi mengatakan bahwa harga pangan di Indonesia lebih tinggi. “Pangan kita masih lebih mahal. Dibandingkan negara-negara lain, nanti saya tunjukkan dalam layar. Harga pangan kita berada di tingkat lebih tinggi dibandingkan negara lain seperti Filipi­na, China, Kamboja, India, Thailand maupun Vietnam,” paparnya.

Ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah karena 81% penduduk adalah kon­sumen beras. Kemudian, makanan mengambil porsi 73% atas pengaruhnya terhadap garis ke­miskinan. “Ini juga hati-hati. Artinya kenaikan harga pangan akan memukul 81% jumlah pen­duduk kita,” tegasnya.

 Berbagai langkah, harus dilak­sanakan dengan tepat agar bisa menurunkan harga pangan seperti beras, daging sapi, daging ayam, bawang, cabai dan lainnya. “Ha­rus betul-betul dicermati sehingga harga bisa kita kembalikan pada harga-harga yang normal. Oleh se­bab itu, langkah-langkah komper­hensif memperbaiki permintaan, supply, rantai perdagangan, sistem data dan informasi pertanian, harus betul-betul valid,” tegasnya.

Pada kesempatan ini, Pres­iden Jokowi meminta para menteri berkoordinasi lebih dahulu sebelum memutuskan sebuah kebijakan. Terutama kebijakan pangan yang melingkupi sisi petani, pedagang dan konsumen. “Intinya kita me­merlukan sebuah kebijakan yang menyeimbangkan antara produsen, pedagang dan konsumen. Ini yang memang bukan sesuatu yang mu­dah, tapi saya yakin kalau kita mem­punyai visi yang sama, mempunyai pemikiran yang sama akan mudah diselesaikan,” ujarnya saat pembu­kaan rapat.

BACA JUGA :  Durhaka! Anak di Makassar Tega Aniaya Ibu Kandung, Ancam Akan Bakar Rumah

Menurut Jokowi, para menteri harus mempunyai cara pandang yang komperhensif. Tidak misalnya kementerian pertanian hanya me­mikirkan petani saja. Kementerian perdagangan juga hanya memikir­kan perdagangan saja. ‘’Tetapi to­long semuanya dilihat kembali yang tadi saya sampaikan, produsen, pedagang dan konsumen, semuan­ya harus dilihat,” jelas Jokowi.

Kepentingan pemerintah dalam bidang pangan adalah menjaga har­ga tetap stabil dan pasokan pangan kepada masyarakat terjaga dengan baik. Sehingga kebijakan yang akan diambil harus tertuju pada visi terse­but. “Sekali lagi saya ulang, untuk membuat rakyat cukup pangan. Ini yang harus digarisbawahi,” tegasnya.

Kedua, adalah menurunkan angka kemiskinan, mengingat be­sarnya peranan pangan terhadap kondisi tersebut. Ketiga, membuat petani lebih sejahtera, dan keem­pat menjaga kestabilan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atas subsidi pangan. “Kita ingin semua untung dan semuanya sejahtera,” pungkasnya.

Diminta Lebih Keras

Untuk memuluskan target­nya ini, Jokowi meminta Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong dan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman harus bisa memenuhinya. “Presiden juga minta ke Mendag untuk benar-benar bisa menjaga harga bersama Mentan yang wajar, yang bisa men­guntungkan petani tetapi juga tidak merugikan para produsen,” ujar Pramono, kemarin petang.

Dalam rapat yang juga dihadiri oleh pejabat eselon I dari masing-masing kementerian, ternyata dite­mukan sekelompok pihak yang sela­ma ini menikmati keuntungan yang besar dari pangan. Presiden Jokowi pun inginkan ada kebijakan untuk mengatasi hal tersebut. “Karena sekarang ini yang mendapatkan keuntungan terlalu besar adalah middle man. Itu jangan diartikan kecil, itu adalah pemain besar yang selama ini menjadi (pihak) yang menguasai dan mendapat keuntun­gan yang lebih besar dibandingkan keuntungan komulatif para petani,” papar Pramono. “Untuk itu ha­rus ada terobosan dan percepatan, maka dari itu ditugaskan Mentan dan Mendag di bawah Kemenko Perekonomian, untuk mengambil langkah-langkah membuat strategi besar atau perencanaan besar soal pangan,” tukasnya.

BACA JUGA :  Kompetisi Mobil RC, Salurkan Hobi di Bulan Ramadan

Penurunan Produksi

Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi pada In­stitut Pertanian Bogor (IPB), Mu­hammad Findi, mengakui, jika ada penurunan hasil panen pertanian lantaran pengaruh El-nino. Namun, alasan ini tidak bisa dipukul seb­agai faktor utama penyebab utama masalah pangan. “Pemerintah ter­lalu lemah dalam menindaklanjuti kasus-kasus kartel yang telah ter­ungkap. Saya rasa memang ada in­dikasi permainan kartel, namun ini juga tidak mendominasi. Yang har­us diperhatikan oleh Kabinet Jokowi adalah bagaimana mengurangi im­por pangan yang terus-menerus terjadi di Indonesia. Ini pekerjaan berat yang tentunya melibatkan petani sebagai ornamen bawah pe­nyumbang pangan,” kata dia.(*)

Pemerintah mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid IX di Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (27/1/2016) petang. Paket kebijakan teranyar ini berisi kebijakan soal logistik. Ada lima peraturan men­teri (Permen) yang akan dipangkas habis. Benarkah negara kita sedang genting dalam urusan pangan?

“Mengenai logistik ada 5 Permen yang akan dideregulasi. Jadi, ini kelasnya bukan Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerin­tah (PP),” ujar Menteri Perekono­mian Darmin Nasution, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/1/2016).

Darmin menjelaskan, kelima Permen tersebut adalah pertama pengembangan usaha jasa pengem­bangan pos komersial. Latar be­lakang kegiatan penyelenggaraan jasa pos komersial sangat penting dalam kegiatan logistik yang dapat mendorong pengembangan konek­tivitas ekonomi desa kota. (*)

============================================================
============================================================
============================================================