INDONESIA Property Watch (IPW) melaporkan, bahwa penjualan rumah di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, serta Banten (Bodetabek dan Banten) mengalami kenaikan.
Oleh : YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/1/2016), kenaikan penjualan tersebut setelah turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 7,25 persen.
“Dengan turunnya suku bunga ini, suka bunga perbankan pun harus dipaksa turun untuk dapat memberikan stimulus yang nyata bagi pergerakan pasar perumahan nasional,†kata Direktur Eksekutif IPW, Ali Tranghanda, kemarin.
Berdasar analisis yang dilakuÂkan oleh Indonesia Property Watch (IPW), penurunan suku bunga ini juga memberikan penÂgaruh terhadap penjualan rumah di kawasan Bodetabek-Banten, yang menunjukkan pertumbuÂhan cukup potensial.
“Secara rule of thumb dapat dijelaskan hubungan dengan turunnya setiap 1 persen suku bunga KPR akan meningkatkan potensi pangsa pasar 4-5 persÂen,†kata Ali.
Selain itu, prediksi yang diÂlakukan oleh IPW dengan analiÂsis terhadap wilayah yang cukup berpotensi di wilayah Bekasi, terbukti naiknya tingkat penÂjualan di wilayah ini cukup sigÂnifikan mencapai 72,01 persen dibandingkan triwulan sebelÂumnya. Bahkan, wilayah Bogor hanya tumbuh 15,44 persen, dan penurunan terjadi di wilayah Tangerang sebesar -8,52 persen.
Segmen menengah menÂguat dengan komposisi penjuaÂlan terbesar berada di kisaran harga Rp 500 juta – Rp 1 miliar, sebesar 48,9 persen. Hal terseÂbut diikuti oleh segmen menenÂgah-bawah 26,8 persen.
Bahkan, di segmen menenÂgah-atas meskipun mempunyai komposisi hanya 24,4 persen namun terjadi pertumbuhan 21 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
“Indonesia Property Watch mencermati, periode akhir tahun yang sarat dengan musim liburan malah tidak berdampak langsung pada penjualan rumah secara keÂseluruhan. Selain itu, aksi bom yang terjadi belum lama ini di Thamrin, Jakarta diperkirakan tidak akan berdampak sistemik bagi penjualan perumahan seÂcara nasional,†tambah Ali.
Pangsa pasar properti di Kota Hujan memang kian dilirik. SepanÂjang tahun 2015, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan PenanaÂman Modal (BPPT-PM) menerima 2.040 perizinan baru. Dari jumlah itu, mayoritasnya rumah tinggal yang berada di kisaran 83 persen, sementara 17 persennya diisi peÂrumahan, hotel, mal dan aparteÂmen. Kepala BPPT-PM Kota BoÂgor Denny Mulyadi mengatakan, dari banyaknya pengajuan izin, pihaknya sudah menolak sebanÂyak 216 pengajuan karena tidak memenuhi syarat.
“Dari 2.040 pengajuan izin di antaranya sebanyak 83 persen adalah rumah tinggal. Sisanya, untuk perizinan bangunan komersial seperti toko, hotel, mal, apartemen dan lainnya,†ujar Deny, akhir pekan kemarin.
Perizinan yang diajukan maÂsyarakat, kata dia, mengalami penÂingkatan setiap tahunnya. Terlebih pada izin rumah tinggal. Di mana masyarakat sudah mulai sadar unÂtuk mengurus izin. “Karenanya, kami juga terus meningkatkan sistem perizinan untuk memperÂmudah masyarakat,†ungkapnya.
Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian SimanungkaÂlit, pasar properti mengalami pelemahan pasca-booming taÂhun 2011-2013, atau sejak memaÂsuki tahun politik (2014), ketika itu ada pilpres, pilkada, dan lain-lainnya sehingga sektor properti agak tersendat. Tahun 2015 ada banyak isu yang melemahkan sektor properti, mulai ketidakÂpastian kenaikan suku bunga, devaluasi yuan, kurs rupiah yang bergejolak, hingga beberapa fakÂtor yang turut memengaruhi.
Meski begitu, naik turun pasar properti sebenarnya merupakan hal yang wajar. “Menikmati masa keemasan (booming ) pada suatu masa, lalu stagnan pada masa lainÂnya adalah hal yang normal. Bisnis properti selalu ada masa istirahat setelah mengalami booming . TaÂhun 2011-2013 booming, lalu istiÂrahat sekitar 1,5 sampai 2 tahun itu alamiah. Siklusnya memang sepÂerti itu,†paparnya.
Kendati tidak se-optimistis pemerintah yang mematok tarÂget pertumbuhan ekonomi sebeÂsar 6 persen pada 2016, PananÂgian memprediksi pertumbuhan ekonomi hanya mengalami penÂingkatan dari 4,7 persen pada 2015 menjadi 5,3 persen pada tahun 2016. “Proyeksi saya sekiÂtar 5,3 persen. Namun, itu sudah cukup menjadi stimulus dari keÂbangkitan sektor properti tahun 2016,†katanya.
Penurunan suku bunga KPR akan mendorong kenaikan penjualan sektor perumahan, apartemen, ruko dan rukan. NaÂmun, Panangian mengungkap bahwa subsektor perumahan dengan harga di bawah Rp500 juta yang akan mendominasi pasar perumahan.
“Pasar apartemen juga akan didominasi oleh segmen harga di bawah Rp800 juta. Segmen ini akan menguasai hingga 70 persÂen pasar properti pada 2016,†kata Panangian.
Properti kelas menengah atas dengan kisaran harga di atas Rp2 miliar tampaknya masih harus konsolidasi. “Mereka menunggu pertumbuhan ekonomi yang lebÂih tinggi pada tahun berikutnya. Namun, tanda-tanda ke arah bisÂnis properti yang semakin memÂbaik hanya tinggal menunggu waktu,†imbuh Panangian.
Istimewanya, seiring dengan fokus pemerintah dalam menggenÂjot pembangunan infrastruktur untuk mendukung pergerakan sektor riil dan meningkatkan daya beli masyarakat. Hal ini, kata PanÂangian, akan membuka beberapa peluang dan potensi perkembanÂgan di pasar properti.
Sebut saja pembangunan light rail transit (LRT) sebuah sistem mass transit dengan kereta api ringan yang terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Kemudahan akses yang ditimÂbulkan dengan kehadiran sarana infrastruktur transportasi akan membuat suatu kawasan berkemÂbang baik sebagai kawasan permuÂkiman maupun bisnis.
Panangian menyebutkan wilayah selatan di kawasan Jakarta Timur yang masih masuk dalam wilayah administrasi DKI Jakarta sebagai salah satu lokasi yang diunÂtungkan dengan kehadiran proyek infrastruktur tersebut. Selain dekat dengan akses tol Jagorawi dan JORR, lokasi kawasan akan makin strategis jika proyek LRT tahap pertama Cibubur-Cawang selesai. Menurut dia, wilayah selatan dari kawasan Jakarta Timur ini sangat berpotensi menjadi wilayah perÂtumbuhan atau properti sunrise yang baru di Jakarta.