JAKARTA, TODAY — Bank Indonesia (BI) memÂproyeksikan inflasi pada Januari tak akan lebih dari 1%. Proyek ini mengacu adanya penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), meskipun ada kenaikan harga beberapa bahan pangan strategis.
“Sampai minggu ketiga juga masih 0,75%, tetapi kan kita lihat bahwa harÂga BBM diturunkan. Jadi nanti ada manfaatÂnya. Jadi kami tidak merasa sampai dengan 1%,†ungkap Gubernur BI Agus Martowardojo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/1/2016)
Komponen penyumbang inflasi sampai pada pekan ketiga Januari, menurut Agus adalah cabai, bawang merah, daging ayam dan telur ayam ras. Diharapkan pemerintah dapat mengatasi hal tersebut. “Itu yang perlu diperhatiÂkan hortikultura, ini ada cabai atau bawang merah tetapi yang lain pangan strategis ini daging ayam dan telur ayam. Ini memÂberi tekanan. 0,75% itu termasuk cukup tinggi. Kami mendengar pemerintah sudah melakukan koordinasi untuk melakukan itu,†paparnya.
Sementara itu untuk daging sapi, kata Agus, masih dalam kondisi stabil, meski sempat dikenakan Pajak PertambaÂhan Nilai (PPN) yang akhirnya dibatalkan, namun tidak berÂdampak terhadap harga daging. “Daging sapi tidak masuk dalam radar kami sebagai kenaikan, dan itu juga kebijakannya tidak jadi,†sebut Agus.
Namun, Agus tetap mengÂkhawatirkan kondisi perekonoÂmian China di 2016. Setidaknya ada tiga hal yang dimungkinkan mampu memberikan pengaruh terhadap kondisi global.
Pertama, adalah perlamÂbatan ekonomi China. Pada 2015, ekonominya hanya tumbuh 6,9% dan diperkirakan tahun ini akan turun ke level 6,3%. Dalam kurun lima tahun ke depan, raÂta-rata pertumbuhan ekonomi China 6,5%. “China memang ada perlambatan karena memang di bidang manufaktur itu ada perÂlambatan,†ujar Agus Marto.
Kedua, China kemungkinan melanjutkan kebijakan devaluÂasi yuan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Efeknya, menurut Agus, bisa terjadi pada pasar keuangan global dan nilai tukar pada negara-negara berkemÂbang, termasuk rupiah. “Yuan yang mungkin terus terdepresiaÂsi, dan kondisi itu, bisa ke perdaÂgangan, financial dan confident. Apalagi dengan kondisi harga komoditas yang turus turun, itu berdampak ke capital flow yang ada di dunia, tetapi kndisi secara finansial juga bisa kena. Karena depresiasi yuan itu berdampak ke depresiasi ke mata uang di negara berkembang lainnya,†paparnya.
Ketiga, dari sisi perdaganÂgan. Indonesia yang merupakan mitra utama dagang China akan terkena dampak, terutama dari sisi ekspor Indonesia. “Banyak negara itu kepercayaan ekoÂnominya berhubungan dengan China, kalau terkoreksi, itu khaÂwatirnya ekonomi di negara lain juga terpengaruh,†kata Agus.
Situasional perbankan nasiÂonal tahun ini memang belum bisa dipastikan. Makanya, kemaÂrin Presiden Jokowi mengumÂpulkan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) beÂserta beberapa perbankan. PerÂtemuan dipimpin oleh Jokowi di Istana Negara.
Materi pertemuan terkait dengan suku bunga, bunga kredit hingga likuiditas perbankan. Ini adalah pembahasan untuk kesÂekian kalinya dengan Jokowi. “Ya yang namanya perbankan yang pasti dibicarakan masalah likuidiÂtas, suku bunga,†ungkap Menko Perekonomian Darmin Nasution saat memasuki Istana Negara, JaÂkarta, Kamis (28/1/2016).
Pertemuan berlangsung sekitar pukul 15.00 WIB. Selain Darmin, turut hadir juga Menko Politik Hukum dan HAM Luhut Pandjaitan, Menko PMK Puan MaÂharani, Menteri Keuangan BamÂbang Brodjonegoro, dan Menteri PPN/Bappenas Sofyan Djalil.
Kemudian Gubernur BI Agus Martowardojo, Ketua DK OJK Muliaman D Hadad, dan Direktur Utama PT Bank BRI Tbk Asmawi Syam, dan Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Sulaiman Arif Arianto. “Ratas tentang perÂbankan nasional intinya melihat bagaimana kesiapan perbankan dalam membiayai investasi dan tentu barangkali presiden ingin dengar juga bagaimana perkemÂbangan di industri ini,†tambah Sofyan.
(Yuska Apitya/dtkf)