BOGOR TODAYÂ – Untuk meÂnyikapi persoalan pangan, energi, dan air yang tidak berÂbanding lurus dengan populasi, pakar bioteknologi dan fisiologi pohon Institut Pertanian Bogor (IPB), Supriyanto, mengemÂbangkan sorgum.
Sejak 2008, Supriyanto telah fokus melakukan pengembangan sorgum untuk memenuhi kebutuÂhan pangan, pakan, energi, fiber/ serat, obat-obatan, bahan dasar sapu, bahkan fesyen. PengemÂbangan sorgum dilakukan dengan mutasi genetik melalui teknologi nuklir dan teknik iradiasi dengan sinar gamma.
Sorgum dipilih karena dapat hidup di daerah kering, yang cocok dengan iklim Indonesia, khususnya di wilayah kering InÂdonesia Timur. Melalui teknik mutasi, peneliti IPB tersebut dapat memperoleh sorgum yang memiliki nilai gizi lebih tinggi dibanding nasi.
“Dengan teknik mutasi, akhÂirnya saya bisa mendapatkan sorgum untuk pangan berproÂtein tinggi bahkan nilai gizinya lebih tinggi daripada beras,†ujar dosen IPB yang pernah menerima kesempatan kursus di International Atomic Energy Agency (IAEA) ini, dalam siaran pers yang diterbitkan humas IPB, Kamis (4/2/2016).
Sorgum yang ditemukan Supriyanto juga mampu mengÂhasilkan gula yang dapat mengÂgantikan tebu dengan kadar gula yang lebih bagus menÂcapai skala break 24 persen, dibanding tebu yang hanya 19,7 persen. Sorgum juga memiliki masa panen dua bulan untuk dapat menghasilkan gula, jauh lebih cepat dibandingkan tebu yang baru akan menghasilkan gula setelah ditanam selama Sembilan bulan.
Proyek pengembangan sorÂgum ini menjadi jembatan kerÂjasama dengan berbagai pihak diantaranya dosen dan mahaÂsiswa Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan (Fahutan), serta kolaborasi berÂsama peneliti dari fakultas lain untuk aplikasi dalam bidang farmasi dan fesyen.
Supriyanto juga telah melakukan kerjasama dengan badan penelitian Nusa TengÂgara Timur (NTT) dan beberapa lembaga setempat.“Di NTT kami telah bekerjasama dengan badan penelitian dan beberapa lembaga untuk menyediakan kebutuhan pangan, mengingat daerah tersebut merupakan daerah yang kekeringan,†tanÂdasnya.
(Yuska Apitya)