Terpuruk dan dinilai menjadi beban APBN, Pemerintah berencana ingin melepaskan seluruh saham maskapai penerbangan Merpati kepada investor.
Oleh : Adilla Prasetyo
[email protected]
Menteri Badan UsahaMilik Negara (BUMN), Rini SoeÂmarno mengatakan pemerintah berkeinginan meÂlepas seluruh saham Merpati kepada investor, karena masih memiliki PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Citilink IndoÂnesia sebagai anak perusahaan Garuda Indonesia, dan PT Pelita Air Service sebagai anak usaha Pertamina.
“Kami inginnya justru meÂlepasnya kepada investor, kareÂna kami melihat di BUMN sudah ada Garuda Indonesia dengan Citilink-nya, dan Pelita Air di Pertamina. Kami melihat lebih baik Merpati diambil swasta,†katanya, Rabu (11/11/2015).
Rini menuturkan saat ini pihaknya fokus untuk menyeÂlesaikan kewajiban perusahaan kepada seluruh karyawannya. Bahkan dirinya menargetkan seluruh gaji dan tunjangan karÂyawan dapat dibayarkan pada akhir tahun ini.
Adapun opsi kedua yang teus dikaji Kementerian BUMN, adalah mencari investor yang ingin membeli perusahaan tersebut. Apabila nantinya tidak ada pemilik modal yang berminat, maka Merpati akan dilikuidasi total. “Karena kami sudah ke KPPU , prosesnya adalah kalau ada investor yang berminat, maka seluruh utang Merpati menjadi tanggung jawab investor,†ujarnya.
Rini juga menyebutkan hanÂya dapat memanfaatkan nilai aset yang ada untuk menyeleÂsaikan seluruh kewajibannya, apabila nantinya Merpati akan dilikuidasi. Saat ini Kementeian BUMN telah memulai upaya untuk mencari investor, agar dapat menyelesaikan seluruh permasalahan di Merpati.
Investor tersebut nantinya diÂharapkan dapat menghidupkan kembali Merpati dan menyeleÂsaikan persoalan para karyawanÂnya. Investor baru tersebut diÂharapkan masuk pada kuartal pertama 2016, sehingga dapat segera memulai kembali bisnis maskapai tersebut.
Untuk tahap awal, tambaÂhan modal senilai Rp500 miliar dari Perusahaan Pengelola Aset (PPA) diharapkan dapat diguÂnakan untuk right sizing, terÂmasuk menyelesaikan hak-hak normatif karyawan yang sudah beberapa tahun tidak dibayarÂkan senilai Rp1,4 triliun.