Untitled-15JALUR kereta Light Rapid Transit (LRT) Jabodetabek terpaksa digeser karena bersinggungan dengan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung. Persinggungan jalur ini terjadi di titik Jatibening, Bekasi. Nantinya, LRT akan terkoneksi dengan jalur kereta cepat Jakarta-Bandung.

YUSKA APITYA AJI ISWANTO
[email protected]

Menteri Perhubun­gan, Ignasius Jonan menjelas­kan, PT Kereta Api Cepat Indo­nesia China (KCIC) akan menye­diakan tanah pengganti untuk lokasi jalur baru LRT. Dengan be­gitu, PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang membangun LRT Jabodeta­bek tak perlu melakukan pen­gadaan tanah lagi.

“Trace LRT Jabodetabek kita geser. Nanti pengadaan tanahnya PT KCIC yang menyediakan ta­nah, dia sudah buat surat per­nyataan,” kata Jonan usai Rapat Kerja dengan Komisi V di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (13/1/2016).

Jonan menambahkan, pihaknya meminta LRT yang ‘mengalah’ karena pertimbangan efisiensi. Jika jalur kereta cepat yang digeser, perubahan yang harus dilakukan lebih banyak dan lebih meng­habiskan banyak biaya. “Kalau dari segi efisiensi, LRT ngalah sedikit nggak apa-apa. Kalau kereta cepat yang digeser, yang harus diubah banyak sekali,” paparnya.

Pada kesempatan itu, Jonan me­nyebut 2 izin harus dipenuhi sebelum proyek kereta cepat groundbreaking pada 21 Januari 2016 nanti. Izin yang harus dipenuhi yaitu izin Analisis Men­genai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan izin pembangunan. “Ada 2 izin lagi sebe­lum groundbreaking,” tambahnya.

Jonan belum dapat memastikan apakah kedua izin tersebut bisa diter­bitkan sebelum 21 Januari. Bila sampai tanggal tersebut izin belum diberikan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), groundbreaking kereta cepat dipastikan molor. ”Nggak tahu saya (bisa selesai tanggal 21 Januari atau tidak), kalau doku­mennya lengkap saya kasih,” tegas Jonan.

Pihaknya masih menunggangi izin AMDAL kereta cepat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). “AMDAL-nya saya belum terima dari LHK. Itu saja, yang lain administratif bisa dipenuhi,” tuturnya.

Bila PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) sudah mengantongi izin AMDAL, barulah Kemenhub dapat memberikan izin pembangunan. “Izin AMDAL-nya belum ada. Kalau sudah lengkap pasti di-acc,” tutup Jonan.

Kereta cepat Jakarta-Bandung di­progres akan terkoneksi dengan jarin­gan transportasi massal perkotaan ber­basis kereta, LRT. Untuk area Jakarta, stasiun kereta cepat di daerah Halim, Jakarta Timur akan terkoneksi dengan jaringan LRT Jabodetabek yang diban­gun oleh PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Saat turun di Stasiun Halim, penumpang bisa melanjutkan perjalanan keliling Jakarta dengan LRT rute Cibubur-Cawang, Beka­si Timur-Cawang dan Cawang-Dukuh Atas. “Kereta cepat akan terkoneksi dengan LRT Jabodetabek, nanti berhenti di Halim, keliling Jakarta pakai LRT,” kata Dirjen Perkeretaapian Kementerian Per­hubungan, Hermanto Dwi Atmoko, saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (13/1/2016).

Untuk sisi Bandung, kereta cepat juga akan terhubung dengan LRT Band­ung Raya yang melalui Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Cimahi, Bandung Barat, dan Sumedang. “Di Bandung juga terkoneksi LRT, Pemda yang memban­gun,” tuturnya.

BACA JUGA :  Semangka Bagus untuk Diet, Benarkah? Simak Ini

Dengan begitu, masyarakat yang bepergian dengan menggunakan kereta cepat bisa keliling Jakarta dan Bandung dengan mudah karena adanya konek­tivitas antar moda transportasi. “Nanti kalau mau keliling kota jadi mudah dan cepat,” tutup Hermanto.

Sejauh ini, Jonan, telah resmi menandatangani izin trase atau rute Kereta Cepat Jakarta-Bandung, kemarin. Proyek pertama kereta cepat di Indone­sia ini benar-benar dikebut. Alasannya, proyek ini akan diadopsi untuk seluruh rute kereta yang di Jabodetabek.

Izin trase tercantum dalam Kepu­tusan Menteri Perhubungan Nomor KP. 25 Tahun 2016 tentang Penetapan Trase Jalur Kereta Api Cepat Antara Jakarta dan Bandung Lintas Halim-Tegalluar. Izin trase diajukan oleh PT Kereta Api Cepat Indonesia China (PT KCIC).

“Menhub menetapkan izin trase setelah semua syarat dipenuhi, ter­masuk rekomendasi dari pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten yang dil­intasi jalur kereta cepat Jakarta-Band­ung,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik, JA. Barata, Kemenhub, dalam siaran pers, Rabu (13/1/2016).

Penetapan trase merupakan tong­gak penting dalam pelaksanaan Per­aturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung. Trase jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung memiliki pan­jang 142,3 km, dengan empat stasiun dan satu dipo. Empat stasiun adalah Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar.

Fasilitas operasi berupa dipo berada di Tegalluar. PT KCIC juga telah menga­jukan permohonan kepada Kemenhub untuk mendapatkan penetapan sebagai Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian.

Salah satu syarat yang harus di­penuhi adalah modal setor sekurang-kurangnya Rp 1 triliun yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemegang saham. Tahap selanjutnya, PT KCIC harus men­gantongi izin pembangunan. Untuk itu, PT KCIC harus menyerahkan Detail Engineering Design (DED) dan studi Analis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengizinkan pembangunan di lokasi yang diajukan.

“Kita ada 4 stasiun yakni ada di Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar (seberang Gedebage),” Kata Direktur Pengembangan TOD PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Dwi Windarto, Rabu (13/1/2016).

Dwi menjelaskan kereta cepat akan beroperasi selama 18 jam setiap harin­ya. Saat beroperasi, KCIC akan mengop­erasikan 2 jenis layanan yakni kereta yang berhenti di setiap stasiun dan kere­ta express, yang langsung berangkat dari Stasiun Halim di Jakarta Timur ke Stasi­un Tegalluar di Bandung atau sebaliknya tanpa transit. Kereta cepat sendiri baru beroperasi pada tahun 2019. “Keretan­ya juga ada 2 tipe yakni yang langsung (Halim-Tegalluar) dan berhenti di setiap stasiun,” sebutnya.

Saat beroperasi di 2019, kecepatan kereta tidak langsung digeber 350 km per jam. Tahap awal beroperasi, kecepa­tan kereta masih 200 km per jam. Den­gan kecepatan seperti itu, waktu tem­puh Jakarta-Bandung hanya 45 menit. Waktu tempuh juga bisa dikurangi bila kecepatan kereta dinaikkan.

BACA JUGA :  7 Makanan Sehat Ini Ternyata Akan Bantu Turunkan Gula Darah

Untuk mendukung pergerakan penumpang dari atau ke stasiun, Dwi mengaku pentingya pengembangan jaringan kereta cepat yang terkoneksi dengan jaringan public transport di kota seperti Light Rail Transit (LRT) di Tegal­luar dan Halim, sedangkan titik stasiun di Walini dan Karawang akan dibangun jaringan bus. “Keberhasilan kereta cepat itu konektivitas Jakarta-Bandung. Di Ja­karta, LRT dibangun bantu connectivity di Jakarta (Stasiun Halim) dan Pemkot Bandung bangun LRT,” ujarnya.

Rp200 Ribu Sekali Jalan

Tiket kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142 kilometer (km) akan dibandrol Rp 200.000 per penumpang untuk sekali jalan. Nilai tersebut berlaku saat kereta cepat beroperasi di 2019. “Tarifnya Rp 200.000 di 2019,” kata Dwi Windarto.

Tarif tersebut tentunya bisa lebih murah bila penumpang berangkat dari Stasiun Halim Perdanakusuma (stasiun keberangkatan), dan turun di Stasiun Karawang atau Stasiun Walini. KCIC se­bagai pengembang akan membangun 4 stasiun yakni Halim, Karawang, Walini dan. Tegalluar (dekat Gedebage).

Dengan kecepatan 200 km per jam (saat awal beroperasi), waktu tempuh Jakarta-Bandung hanya 45 menit. Wak­tu tempuh juga bisa ditekan atau diper­pendek bila kecepatan kereta dinaikkan, karena kereta dirancang bisa melesat sampai 350 km per jam. “Keretanya juga ada 2 tipe yakni yang langsung (Halim-Tegalluar) dan berhenti di setiap sta­siun,” sebutnya.

Bogor Masih Bingung

Soal LRT ini, Pemkot Bogor masih belum bisa memastikan titik temu sta­siun LRT. Pemkot Bogor saat ini juga ten­gah membujuk kontraktor proyek LRT PT Adhi Karya Tbk untuk memperpan­jang perlintasan yang tengah dikerjakan­nya dari Cibubur, Jakarta Timur sampai ke Kota Bogor. Jika negosiasi berhasil, diharapkan tahun 2018 LRT sudah bisa ikut melayani warga Bogor.

“Proyek ini merupakan salah satu proyek transportasi untuk mengatasi problem kemacetan dan memudahkan pergerakan masyarakat Bogor. Kalau ini disetujui, kami harap 2016 sudah bisa mulai menggarap proyeknya,” jelas Wa­likota Bogor, Bima Arya Sugiarto, kemarin.

Di dalam proposal yang diajukan Pemkot Bogor, rencananya ada dua lo­kasi yang ditawarkan sebagai stasiun akhir yaitu Baranangsiang dan Tanah Baru. Namun setiap lokasi memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing.

Jika stasiun dibangun di Terminal Bus Baranangsiang, maka Pemkot tak perlu mengeluarkan uang untuk pem­bebasan lahan baik bagi pembangunan stasiun karena akan dibantu oleh PT PGI selaku operator terminal. Begitu pun pembebasan lahan bagi jalurnya, Pem­kot tak perlu mengeluarkan anggaran karena jalur LRT akan dibangun di atas lahan Tol Jagorawi yang dioperatori oleh BUMN lainnya, PT Jasa Marga Tbk. (*)

============================================================
============================================================
============================================================