pengrajin-sepeda-kayu-Berdasarkan catatan sejarah, Kabupaten Bogor memiliki puluhan jenis bambu. Masyarakat kawasan ini, dulu, banyak yang menggantungkan hidupnya dari bambu. Aneka macam kerajinan berbahan bambu pun diciptakan masyarakat. Kini bambu seolah tinggal cerita pengantar tidur.

Oleh : RIshad Noviansyah
[email protected]

Jengkol tak hanya diolah men­jadi semur atau balado, atau di­makan ment ah begitu saja seb­agai pendamping lalapan sayur. Jengkol juga bisa diolah menjadi panganan ringan seperti emping.

Salah satu sentra emping jen­gkol yang terkenal di wilayah B o­gor adalah di Jalan Kebon Jukut RT 01/05, Kelurahan Babakan Pasar, Ke­camatan Bogor Tengah, Bogor.

Lokasinya tak jauh dari Terminal Baranangsiang, persis di pinggiran Sungai Ciliwung. Di sini terdapat lebih dari 30 pelaku usaha ruma­han yang sehar i-hari membuat em­ping jengkol. Salah satunya adalah Siti Fatimah. Ibu rumah tangga ini merupakan generasi ketiga pembuat emping jengkol, melanjutkan usaha neneknya.

Sentra emping jengkol ini sudah berdiri sejak puluhan t ahun silam. Siti bercer ita, dia bisa membeli hingga 7 kilogram (kg) jengkol men­tah dalam sehari untuk produksi. Bi­asanya pengolahan dilakukan sejak pagi hari hingga menjelang tengah hari. Kemudian emping di kemas dalam plastik.

Dengan bahan baku sebanyak itu, Siti bisa mendapatkan 400 lembar emping jengkol. “Biji jengkol dipilih yang tua agar kualitas empingnya bagus. Kalau yang muda, harus dibuang,” ujarnya.

Harga jual emping ment ah beru­kuran besar dibanderol seharga Rp 100.000 per 100 lembar. Sementara, emping mentah berukuran kecil di­jual Rp 85.000 per 100 lembar. Siti bisa mendapat omzet Rp 340.000 hingga Rp 400.000 per hari. Namun, itu belum dipotong dengan upah kuli tumbuk dan harga beli jengkol.

Untuk membantu produksi, Siti sehari-hari menyewa empat kuli tumbuk yang masing-masing diberi upah Rp 25.000 per hari. Sedang­kan, harga jengkol di pasar saat ini sekit ar Rp 25.000 per kg. Dengan demikian, untung bersih yang bisa dikantongi ibu dengan empat anak ini berkisar Rp 90.000 hingga Rp 150.000 per hari.

Hitung punya hitung, dalam se­bulan, Siti bisa meraup laba bersih hingga Rp 4,5 juta per bulan. Siti Halimah, adik kandung Siti Fatimah juga ikut memproduksi emping jeng­kol. Kebetulan, lokasi rumah mereka pun berdekatan. Halimah biasanya membeli 4 kg jengkol dan mengo­lahnya menjadi 200 lembar emping.

Tidak seperti kakaknya yang han­ya menjual emping jengkol mentah, Halimah juga menyediakan emping jengkol yang sudah digoreng. Harga emping mentah dia jual mulai dari Rp 80.000 per 100 lembar. Semen­tara, emping goreng dijual seharga Rp 2.500−Rp3.000 per plastik yang berisi tiga lembar hingga empat lem­bar emping jengkol.

Biasanya, hasil olahan emping dari sentra ini diambil oleh para dis­tributor setiap sore. Atau, sebagian produsen mengantar sendiri emp­ing-emping tersebut ke beberapa toko oleh-oleh langganan mereka masing seperti ke toko Dian Sehari, Rigahayu, Toko Ijo, Toko Obor yang terletak di Jalan Surya Kencana, Bo­gor. (Kontan.co.id)

============================================================
============================================================
============================================================