Tidak adil rasanya, kita mengabaikan kesehatan indera telinga tersebut. Padahal, indera telinga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tanpa anda sadari, kebiasaan dan aktivitas sehari-hari justru membuat berkurangnya kemampuan menangkap berbagai suara yang masuk ke indera pendengaran.
Oleh : RIFKY SETIADI
Email: [email protected]
Telinga menjadi salah satu inÂdera yang memiliki peranan penting bagi kehidupan maÂnusia, tanpa keberadaan inÂdera tersebut, maka secara otomatis mengakibatkan seseorang menjadi bisu. Dikarenakan tidak ada suara yang mereka tangkap atau denÂgar, seperti yang sudah kita ketahui, telinga memiliki berbagai susunan yang mana memiliki fungsi yang berbeda-beÂda. Seperti daun telinga yang memiliki fungsi mengarahkan suara ke lubang telinga yang akan di teruskan ke bagian dalam telinga yang akan dikirimkan ke otak, sehingga otak dapat menerjemahÂkan berbagai suara tersebut. Sebab itu, jangan gegabah memperlakukannya. Alih-alih mau membersihkan, bisa jadi malah menjadi gangguan kesehaÂtan.
Salah satu kebiasaan buruk adalah mengorek telinga. Stop segera kebiasaan korek-korek telÂinga. Sejenis “kotoran†berwarna kekuningan di telinga yang serÂing dikorek itu ternyata bertugas menjaga agar gendang telinga jauh dari kotoran dan debu. Zat mirip lilin ini juga bersifat antiÂbakteri dan bekerja sebagai peluÂmas di telinga. Kita tak perlu reÂpot-repot membersihkan telinga.
Zat kekuningan di telinga yang juga secara medis disebut cerumen sejatinya adalah pelindÂung telinga kita. “Keberadaan cerumen untuk menjaga saluÂran pendengaran bersih,†kata Douglas Backous, MD, ketua komite pendengaran dari AmeriÂcan Academy of Otalaryngology- Head and Neck Surgery (AAO-HNSF) sekaligus direktur bedah pendengaran dan tengkorak di Swedish Neuroscience Institute, Seattle.
Cerumen tidak hanya memÂbantu menjaga kebersihan genÂdang telinga tapi juga memliki khasiat antibakteri dan fungsi peÂlumas. Zat ini sebaiknya tak dibÂersihkan karena telinga manusia bisa membersihkan diri sendiri. Setelah cerumen kering, setiap gerakan rahang seperti mengunÂyah saat makan atau mengobrol akan membantu cerumen keluar dari pembukaan telinga.
Celakanya, manusia sering sok tahu dan membersihkan ceÂrumen dari telinga memakai cotÂton bud. Memang ujung pemberÂsih telinga ini cukup kecil namun cukup kuat untuk mendorong cerumen masuk lebih dalam, bukannya terdorong keluar dari telinga. Ketika terperangkap di dalam, telinga kita tak membersiÂhkan diri sendiri. “Cerumen yang terperangkap juga dihinggapi jaÂmur, bakteri dan virus. Ini berpoÂtensi menyebabkan sakit dan inÂfeksi,†kata Backous. Mendorong cerumen masuk ke dalam justru dapat menghalangi saluran telÂinga dan menyebabkan kehilanÂgan pendengaran. Malah ketika terdorong jauh lebih ke dalam, gendang telinga jadi pecah.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, 5,3 persen populasi dunia menÂgalami gangguan cacat pendenÂgaran atau sekitar 360 juta orang, dengan 328 juta (91 persen) di antaranya orang dewasa dan 32 juta (9 persen) adalah anak-anak. Di Indonesia, jumlah penÂderita gangguan pendengaran diperkirakan mencapai sekitar 9,6 juta orang. Pemeriksaan menÂgungkapkan sekitar delapan juta prosedur medis penghilangan ceÂrumen setiap tahun oleh dokter. Tentu ini beda dengan tindakan ear candleyang sempat populer ditawarkan di sejumlah salon keÂcantikan itu.
Telinga kita hanya perlu dibÂersihkan oleh dokter ketika ada gejala perubahan pendengaran yang terkait dengan timbunan cerumen. AAO-HNSF menyaranÂkan untuk tidak memasukkan Âcotton bud ke dalam telinga. Memang rasanya aneh bila kita tak lagi mengorek-ngorek demi membersihkan telinga. Ternyata, kata Backous, semakin kita serÂing mengorek telinga, tubuh kita mengeluarkan lebih banyak hisÂtamine yang sebenarnya bikin kulit iritasi dan radang. Rasa nikmatnya setara dengan saat kita menggaruk kulit yang gatal karena tergigit nyamuk. (*)