Kedudukan dan jabatan yang dimiliki seseorang tidak menjamin seseorang itu menjadi mulia di hadapan sang pencipta.
Oleh : GUNTUR EKO WICAKSONO
[email protected]
Semua dimata tuhan itu sama saja yakni kecil dibanding dirinya (allah,red). Hal itu sepÂerti dikisahkan dua orang saÂhabat yang terpisah sejak lama dan dipertemukan kembali di Masjid AtÂtawun Puncak, Bogor.
Dua orang itu adalah Ahmad dan Zaenal. Ahmad ini pintar sekali. CerÂdas. Tapi dikisahkan kurang beruntung secara ekonomi. Sedangkan Zaenal adalah sahabat yg biasa2 saja. Namun keadaan orang tuanya mendukung karir dan masa depan Zaenal.
Setelah terpisah cukup lama, kedÂuanya bertemu. Bertemu di tempat yg istimewa; di koridor wudhu, koridor toilet sebuah masjid megah dengan arÂsitektur yang cantik dan memiliki view pegunungan dengan kebun teh terhamÂpar hijau di bawahnya.
Adalah Zaenal, sudah menjelma menjadi seorang manager kelas menenÂgah. Necis. Parlente. Tapi tetap menjaga kesalehannya. Ia punya kebiasaan.
Setiap keluar kota, ia sempatkan singgah di masjid di kota yang disinggaÂhinya. Untuk memperbaharui wudhu, dan sujud syukur. Syukur-syukur masih dapat waktu yang diperbolehkan shalat sunnah, maka ia shalat sunnah juga sebÂagai tambahan.
Seperti biasa, ia tiba di Puncak Pas, Bogor. Ia mencari masjid. Ia pinggirkan mobilnya, dan bergegas masuk ke masÂjid yg ia temukan.
Di sanalah ia menemukan Ahmad. Cukup terperangah Zaenal ini. Ia tahu sahabatnya ini meski berasal dari keÂluarga tak punya, tapi pintarnya minta ampun.
Saat itu iamenyangka temannya AhÂmad menjadi seorang merbot masjid. Karena iba dirinya memberikan teÂmannya itu untuk bekerja di tempatnya. Namun tanpa sadar ketika usai melakÂsanakan shalat, seorang anak muda menegur dan berkata, “Pak, Bapak keÂnal emangnya sama bapak Insinyur Haji Ahmad…?â€
Anak muda ini kemudian menamÂbahkan, “Beliau orang hebat Pak. Tawadhu’. Saya lah yang merbot asli masjid ini. Saya karyawannya beliau,†imbuhnya.
Beliau yang bangun masjid ini Pak. Di atas tanah wakafnya sendiri. Beliau biayai sendiri pembangunan masjid inÂdah ini, sebagai masjid transit mereka yang mau shalat.
Ada pelajaran dari kisah pertemuan Zaenal dan Ahmad. mungkin begitu bertemu kawan lama yang sedang meÂlihat membersihkan toilet, segera memÂberitahu posisi yang sebenarnya.
Semoga ia selamat dari rusaknya niÂlai amal, sebab tetap tenang dan tidak risih dengan penilaian manusia. Haji Ahmad merasa tidak perlu menjelaskan apa-apa. Dan kemudian Allah yg memÂberitahu siapa dia sebenarnya
“Al mukhlishu, man yaktumu hasaÂnaatihi kamaa yaktumu sayyi-aatihi†Orang yang ikhlas itu adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya, seperti ia menyembunÂyikan keburukan-keburukan dirinya.
(Guntur Eko Wicaksono)