MENGELOLA bank di negeri kaya dan masyarakatnya maju seperti Jepang ternyata tak mudah. Sebab, semua orang memilih berinvestasi dan menyimpan uangnya di bank ketimbang belanja.
Oleh : ALFIAN MUJANI
[email protected]
Akibatnya, semua bank mengalami overlikuid. Dan ini membahayakan ekonomi Negeri MaÂtahari Terbit. Untuk mengatasi ini, Bank of Japan, bank sentral Jepang mengambil langkah yang mengejutkan, yaitu menerapkan suku bunga negatif.
Suku bunga acuan Jepang akan ditetapkan -0,1%. Artinya, perbankan justru akan mengenaÂkan biaya kepada para deposan, yang seharusnya pemegang deÂposito lah yang mendapatkan bunga dari perbankan.
Penerapan suku bunga negatif ini untuk menekan merosotnya ekonomi Jepang saat ini, yang merupakan ekonomi terbesar keÂtiga di dunia.
Bank Sentral Eropa juga menerapkan hal yang sama untuk bisa menjaga perekonomiannya, yaitu dengan menerapkan kebiÂjakan suku bunga negatif.
Keputusan tersebut telah disetuÂjui oleh 5 dari 9 suara di rapat dewan gubernur BoJ. “BoJ akan memangkas suku bunga ke negatif jika dinilai perÂlu,†tulis Bank of Japan, seperti dilanÂsir BBC, Jumat (29/1/2016).
Keputusan memangkas suku bunga akan terus berlanjut hingÂga target inflasi sebesar 2% bisa tercapai.
Mengapa Jepang membuat langÂkah ini? Pertama, Jepang saat ini sedang menghadapi inflasi yang sangat rendah. Masyarakat Jepang kelebihan uang karena mereka lebih memilih berinvestasi dan meÂnyimpan uangnya di bank dibandÂingkan untuk belanja.
Kedua, pemotongan biaya pinjaÂman perbankan. Ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengeluaran domestik dan investasi bisnis.
Ketiga, ini juga bertujuan untuk mendorong kenaikan inflasi. Masyarakat Jepang diÂdorong untuk membelanjakan uangnya ketimbang menyimÂpannya di bank.
Inflasi Jepang per Desember 2015 tercatat hanya 0,1%, jauh di bawah target bank sentral Jepang.
Bursa saham Asia naik dan nilai tukar yen jatuh di seluruh perdagangan merespons penÂgumuman tersebut. “Suku bunga negatif adalah salah satu instruÂmen yang terakhir yang akan diÂlakukan BOJ,†kata Martin Schulz dari Fujitsu Institute di Tokyo.
Schulz memperingatkan bahÂwa di zona euro, suku bunga negatif dilakukan untuk mengaÂtasi krisis keuangan, sedangkan Jepang untuk menggenjot perÂtumbuhan ekonomi yang selama ini bejalan lambat.
“Di Jepang, penyaluran kredit tidak gencar bukan karena bank tidak mau meminjamkan, tetapi karena mereka tidak melihat perspektif bisnis yang bagus ke depan, dengan suku bunga negaÂtif sekali punâ€.
“Mereka membutuhkan pelÂuang investasi dan itu hanya dapat dicapai oleh reformasi struktural,bukan dengan kebiÂjakan moneter,†katanya.