Untitled-8JAKARTA, TODAY — Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) mendesak Presiden Joko Widodo ( Jokowi) mengkaji harga Bahan Ba­kar Minyak (BBM) di pasaran. Desakan ini terkait situasional pasar minyak dunia yang tak menentu.

Hingga pekan ini, harga minyak dunia masih berada pada level yang sangat ren­dah dibandingkan dengan beberapa tahun sebelumnya. Meskipun akhir pekan lalu sempat naik sedikit, na­mun, posisinya masih di bawah USD 30 per barel.

Wantimpres menilai, dengan po­sisi tersebut, pemerintah sudah se­harusnya mengevaluasi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) karena Indonesia banyak mengim­por BBM. Mengingat posisi BBM, khususnya Pre­mium tidak lagi diberikan subsidi oleh pemerintah, sedangkan Solar sudah mener­apkan skema subsidi tetap.

“Saya kira pemerintah harus lihat bera­pa harga minyak dalam negeri, luar negeri dan kurs,” saran Ketua Dewan Pertimban­gan Presiden, Sri Adiningsih di Jakarta, Min­ggu (24/1/2016)

Kurs menjadi salah satu poin pertimban­gan untuk penentuan harga BBM. Hal ini di­karenakan BBM yang dikonsumsi di dalam negeri, sebagian besar berasal dari impor sehingga menjadi komponen penting dalam penentuan harga.

Dalam mekanismenya, pemerintah men­gevaluasi harga BBM setiap tiga bulan. Na­mun melihat kondisi seperti sekarang, bukan sebuah kesalahan bila evaluasi dipercepat karena akan memberikan peluang bagi ma­syarakat untuk meningkatkan daya beli.

Meskipun tak berani memberi jawaban pasti akan penurunan harga BBM, Sri men­egaskan pemerintah akan melakukan atau mengeluarkan kebijakan energi yang ter­baik bagi bangsa ini. “Percaya deh, pemer­intah sudah dan akan melakukan yang ter­baik buat Indonesia,” jelasnya.

Harga minyak dunia kini memang ter­jun bebas. Jika dihitung dalam tiga pekan terakhir, harga minyak telah melemah lebih dari 25 persen. Di awal 2016, harga minyak masih berada di kisaran USD 40 per barel. Namun pada penutupan perdagangan Rabu 20 Januari 2016, harga minyak telah berada di bawah USD 30 per barel.

BACA JUGA :  Jadwal Pertandingan Thomas Cup dan Uber Cup 2024, Berikut Pembagian Grup

Kepala Riset Sektor Energi Barclays, Mi­chael Cohen memperkirakan, ke depan har­ga minyak masih akan berada di bawah USD 30 per barel. “Kami melihat harga minyak tidak akan turun namun juga belum akan beranjak naik,” tutur Cohen.

Kepala Analis TD Securities, Bart Melek menambahkan, volatilitas harga minyak saat ini cukup tinggi. Oleh karena itu apa yang terjadi saat ini bukan merupakan po­sisi yang dipertahankan secara jangka pan­jang. Jumlah pasokan yang berlebih di ten­gah perlambatan ekonomi China menjadi salah satu alasan harga minyak masih bisa mengalami tekanan.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) juga masih menjadi pertanyaan beberapa analis. Pemerintah AS mengungkapkan bahwa pertumbuhan eko­nomi sudah sesuai dengan target namun hal tersebut belum meyakinkan para analis.

Permintaan minyak olahan atau bensin di negara tersebut memang terus mengalami kenaikan namun produksi dan juga persedi­aan minyak mentah juga ikut meningkat.

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Ger­indra Ramson Siagian mengasumsikan se­harusnya harga bahan bakar minyak jenis premium berada di Rp5.600 per liter. Hal ini lantaran harga minyak sekarang berada di level USD 30 dolar per barel.

“Kecenderungan harga di bawah 30 do­lar per barel saat ini. Harga BBM sebesar itu sudah kami asumsikan 100 persen harga crude tambah 100 persen extra cost mu­lai dari tanker, refinery, distribusi, margin SPBU dan pajak lainnya. Seharusnya harga BBM itu Rp5.600 per liter” kata Ramson dalam diskusi bertema Energi Kita di Ge­dung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Minggu (24/1/2016).

Selain itu, ia juga memprediksikan hing­ga Agustus 2016, harga minyak mentah du­nia berpotensi di bawah USD 60 per barel atau berada dikisaran USD 40 per barel. Oleh sebab itu, Fraksi Gerindra mengusul­kan agar Presiden Joko Widodo menurunk­an harga premium menjadi Rp5.600 per liter.

BACA JUGA :  Resep Membuat Rendang Jengkol yang Gurih Renyah dan Mantap

“Satu hal, kita Fraksi Gerindra di DPR dengan realistis cruide oil mengusulkan agar harga BBM premium diturunkan men­jadi Rp5.600 per liter, karena harga 30 dol­ar AS per barel ekuivalen Rp2.800 per liter,” katanya.

Ia juga mengusulkan bukan hanya pre­mium saja yang harganya diturunkan, solar juga harus dikurangi dan tidak perlu lagi disubsidi. “Solar akan dihitung juga harus turun. Dan solar tidak perlu disubsidi den­gan harga seperti saat ini. Saat ini kan harga pasar rendah sekali,” katanya.

APBN Bengkak

Penurunan harga minyak dunia yang terjadi sejak akhir 2014 juga telah mem­bebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama satu tahun terakhir. Harga minyak mentah dunia terjun bebas di bawah asumsi APBNP 2015 sebesar USD60 per barel.

Penurunan harga minyak sepanjang 2015 tampaknya tidak menjadi bahan pe­lajaran bagi pemerintah. Pada bulan Okto­ber lalu, pemerintah bahkan menetapkan asumsi harga minyak mentah dunia sebe­sar USD50 per barel. Keadaan ini tentunya akan semakin membebani APBN mengingat penurunan harga minyak yang telah me­nyentuh USD27 per barel.

Akibatnya, pemerintah berencana un­tuk kembali menambah utang sebesar Rp600 triliun. Pinjaman ini rencananya akan digunakan untuk menutupi defisit pada sektor energi. “Tahun 2016 pemer­intah melalui Kemenkeu akan menambah utang sebesar Rp600 triliun. Hal ini dilaku­kan karena penurunan pertumbuhan eko­nomi dan harga minyak sehingga butuh un­tuk menutupi defisit,” ujar Direkrut Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamu­din Daeng di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (24/1/2016).

Sebagai informasi, berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), utang Luar Neg­eri Indonesia hingga November 2015 telah mencapai Rp4.234 triliun. Jumlah utang ini secara year on year (yoy) mengalami pen­ingkatan sebesar 3,2 persen dan pertumbu­han month to month mencapai 2,5 persen.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================