BOGOR, TODAY — Presiden Joko Widodo mengkritik para gubernur, bupati dan waÂlikota, yang gagal mengoptimalkan pengÂgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pasalnya, hingga April lalu jumlah anggaran transfer daerah yang mengendap di Bank Pembangunan Daerah mencapai Rp220 triliun.
“Carinya pontang panting, tiap bulan ditransfer ke daerah, tetapi hanya disimpan,†kata Presiden Jokowi dalam Musyawarah PerenÂcanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di IstaÂna Negara, Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Untuk itu, Jokowi kembali menginstruksikan kepala daerah untuk fokus menggunakan APBD secara produktif. Dia juga menganÂcam akan mengungkap idenÂtitas daerah yang tidak efisien dalam membelanjakan anggaÂrannya. Dalam Musrenbangnas kali ini seÂdikitnya dihadiri oleh 18 pejabat setingkat menteri dan puluhan kepala daerah. BerÂdasarkan pantauan CNN Indonesia, tampak hadir Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengkuwono X, dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.
Terlihat pula di lokasi Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Gubernur Jambi Zumi Zola, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, dan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf.
Jokowi lebih menyentil gubernur yang hadir. Sebab, katanya, anggaran yang diÂtransfer ke provinsi lebih besar ketimbang yang diterima oleh kabupaten dan kota. Sekali lagi ia mengingatkan agar anggaran transfer daerah dan dana desa difokuskan pada pembangunan jalan dan infrastruktur pada tahun pertama.
Dia menegaskan kepala daerah untuk menghapus belanja-belanja yang sifatnya tidak produktif, seperti untuk pembanguÂnan gedung, membiayai kunjungan dinas, atau pembelian mebel.
Pada tahun kedua, lanjut jokowi, kepala daerah diharapkan fokus pada pengemÂbangan pasar. Tahun berikutnya atau ketiga, Jokowi menekankan pentingnya pembangunan sekolah-sekolah di daerah. Perencanaan ini bertujuan agar APBD dapat langsung dirasakan masyarakat. “Banyak gubernur yang baru ini, fokus saja di situ. Kalau semua diecer, dibagi rata baunya saja tidak ada yang percaya. Baunya saja tidak ada, apalagi rasanya? Fisiknya tidak ada,†kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Mengenali Potensi Daerah
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga meÂminta para kepala daerah untuk mengenal potensi yang dimiliki daerahnya masing-masing. Hal itu untuk membantu kepala daerah fokus atas pembangunan yang akan dilakukan.
Dia mencontohkan Provinsi Papua yang fokus pada olahraga bola. Dukungan bahÂkan diberikan jika Papua ingin membangun 20 stadion bola. Selain itu, Nusa Tenggara Barat yang condong pada olahraga lari. Menurutnya, NTB perlu memiliki stadion atletik, termasuk jogging track. “MembanÂgun brand. Apa positioning-nya dan deferÂensiasi-nya? Jangan semua dikerjain, tidak akan terkenal,†tutur Jokowi.
Di bidang seni, Jokowi mencontohkan Yogyakarta. Menurutnya, Yogya memiliki kekuatan di bidang lukis. Karenanya, dia meminta agar DIY hanya fokus di hal itu. Menurutnya, kota budaya terlalu umum dan tidak spesifik.
Di bidang ekonomi, mantan Walikota Solo ini mencontohkan Kota Ambon sebÂagai kota ikan. “Lima tahun pasti akan jadi bagus. Apalagi dua periode pasti akan jadi bagus,†ujarnya.
Dia berpendapat, daerah yang fokus dalam pembangunan dan pengembangannya akan berhasil di era kompetisi karena efisien menggunakan anggarannya.
Sementara itu, berdasarkan catatan KeÂmenterian Keuangan, hingga Maret 2016, dana simpanan milik pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di bank semakin meningkat. Kabupaten Bogor masuk dalam lima besar daerah kabupaten di Indonesia dengan dana endapan terbesar.
Direktorat Jenderal Perimbangan KeÂmenterian Keuangan mencatat per MaÂret posisi dana simpanan Pemda sebesar Rp185,4 triliun, meningkat dari bulan sebeÂlumnya senilai Rp180,7 triliun.
Kemenkeu mencatat pengendapan dana simpanan milik Kabupaten/Kota lebih tinggi jika dibandingkan dana milik provinsi.
Adapun tiga daerah Provinsi dengan posisi saldo simpanan di perbankan terÂtinggi adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sementara untuk kategori Kabupaten/Kota anatara lain DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Bandung, Medan, Surabaya dan Tangerang.
Dirjen Perimbangan Kemenkeu BoediÂarso Teguh Widodo menduga hal ini antara lain sebagai dampak adanya ketentuan penÂgaturan penyampaian LRA (laporan realisasi anggaran), posisi kas, dan perkiraan kebuÂtuhan belanja operasinal dan modal 3 buÂlan, yang disertai dengan penerapan sanksi penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) serta Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah yang lalai memenuhi kewajibannya. “Serta pengaturan penyaluran DAU dan atau DBH dalam bentuk nontunai bagi daerah yang mempunyai saldo kas yang tidak wajar,†ujarnya.
Selain itu, kenaikan dana simpanan tersebut juga dinilai merupakan dampak dari penerbitan PMK 235/2015 yang menÂgatur mengenai pengelolaan APBD.
Boediarso mengklaim adanya peningÂkatan disiplin Pemda untuk menyampaikan data-data APBD secara rutin dan tepat wakÂtu kepada pemerintah pusat melalui Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) untuk menghindari sanksi penundaan penyaluran DAU/DBH setiap bulannya. “Adanya ketenÂtuan bahwa data APBD disampaikan meÂlalui SIKD menyebabkan daerah berupaya untuk mampu menyampaikan data secara elektronik,†katanya.
(Yuska Apitya Aji)