A1--15082015-BogorTodayJAKARTA, TODAY — Presiden Joko Widodo tetap optimis pertumbuhan ekonomi 2016 akan mencapai 5,5 persen. Targetkan tersebut sudah memperhi­tungkan seluruh dinamika perekonomian global dan domestik, serta prospek perekonomian nasional.

Sementara, target pendapatan negara dinai­kkan menjadi Rp 1.848,1 triliun, dengan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.565,8 triliun. Nilai ini naik 5,1 persen dari target APBNP 2015.

“Kondisi ekonomi global diproyeksikan mem­baik sehingga kinerja ekspor-impor serta permin­taan global atas produk-produk Indonesia juga akan meningkat,” kata Presiden Jokowi, saat mem­baca pidato RAPBN dan Nota Keuangan di DPR-DPD RI, Jumat(14/8/2015).

Jokowi mengatakan, pembangunan infrastruktur juga akan mendorong kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto dan konsumsi nasi­onal. Sementara itu, peningkatan konek­tivitas nasional dan realokasi belanja ke sektor-sektor produktif diharapkan mampu menggerakkan perekonomian nasional, menjaga daya beli masyarakat, dan mengendalikan laju inflasi.

Laju inflasi tahun 2016, kata Jokowi, diperkirakan mencapai 4,7 persen. In­flasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perkembangan harga komoditas pangan dan energi dunia, pergerakan ni­lai tukar rupiah, serta perubahan iklim.

Untuk itu, menurut Jokowi, pemer­intah akan terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan menggerakkan pemerintah daerah dalam rangka pen­gendalian inflasi nasional. “Tim Peman­tauan dan Pengendalian Inflasi Daerah terus kita aktifkan,” katanya.

Pemerintah, kata dia, akan menjaga harga bahan pangan dan energi di pasar domestik dengan menyediakan alokasi anggaran dan dana cadangan dalam rangka ketahanan pangan nasional.

Jokowi memperkirakan nilai tukar rupiah sebesar Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat. Perbaikan performa perekonomian global yang dimotori Amerika Serikat dan perlambatan per­ekonomian China, depresiasi yuan, serta pemulihan ekonomi Uni Eropa dan Jepang, kata Jokowi, diperkirakan akan berpengaruh pada nilai tukar rupiah ta­hun mendatang.

Sedangkan rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan, pemerintah mengasumsikan berada pada tingkat 5,5 persen tahun depan. “Surat Utang Negara diharapkan tetap menarik bagi investor,” katanya.

Presiden Jokowi optimistis mampu melewati cobaan ekonomi yang tengah menerpa Indonesia. Ia mengatakan sik­lus perekonomian baik global maupun domestik kurang menggembirakan. Na­mun ia menyebut goncangan ekonomi seperti ini bukanlah yang pertama kali dirasakan Indonesia. “Kita akan mele­watinya dengan selamat,” kata Jokowi.

Meski optimistis, Jokowi mengakui masih banyak masalah mendasar yang harus diselesaikan. Kedaulatan pan­gan masih belum dapat tercapai karena rentannya gagal panen dan mudah diterpa ketidakstabilan harga pangan.Penjarahan Laut

BACA JUGA :  H+1 Lebaran, Lalu Lintas ke Arah Puncak Bogor Mulai Padat

Dari sisi infrastruktur, moda trans­portasi massal di tiap wilayah masih sangat kurang jumlahnya dan belum ter­integrasi. Bidang maritim masih diterpa illegal fishing, pencurian ikan, dan pen­jarahan sumber daya laut. “Ini menye­babkan kerugian negara yang sangat be­sar,” kata dia.

Tak hanya itu, ia juga menerangkan dari sektor energi, ketersediaan tenaga listrik masih belum terpenuhi untuk seluruh masyarakat dan pembangunan ekonomi. Ditambah lagi produksi bahan bakar minyak masih defisit sekitar 600 ribu barel per hari.

Untuk mengatasi seluruh persoalan-persoalan tersebut Jokowi meminta selu­ruh pihak tetap utuh dan bekerja sama. “Tidak boleh terpecah belah oleh per­tentangan politik dan kepentingan jang­ka pendek,” kata dia. Dengan begitu, ke­daulatan politik, kemandirian ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan dapat terwujud.

Selain itu, Jokowi mengatakan perombakan kabinet yang baru ia laku­kan Rabu(12/8/2015) adalah untuk mem­perkuat kinerja pemerintah.

Ada delapan kebijakan ekonomi dalam menerapkan Anggaran Pendapa­tan dan Belanja Negara 2016 kelak. Jokowi mengatakan RAPBN disusun berdasarkan kebijakan fiskal yang di­arahkan pada pendapatan, belanja, dan pembiayaan. “Pemberian insentif fiskal ditujukan untuk kegiatan ekonomi strat­egis guna mendukung iklim investasi dan dunia usaha,” tandasnya.

Kritik Pengamat

Pengamat politik, Igor Dirgantara, mengkritik pidato kenegaraan Jokowi yang dianggapnya tidak spesifik. Seha­rusnya, Jokowi menjelaskan alasan dirin­ya melakukan perombakan kabinet.

“Dalam pidatonya, Presiden Jokowi hanya sedikit dan tidak spesifik dalam menjelaskan alasan. Misalnya mengapa melakukan reshuffle kabinet yang pada dasarnya untuk meningkatkan kinerja pemerintahnya. Presiden juga hanya memuji kinerja lembaga negara, tanpa ada kritik satu pun juga dan ini di luar ekspektasi publik,” kata Igor.

Igor mengatakan, publik sejatinya ingin lebih memahami secara jelas ter­kait alasan Presiden melakukan reshuffle kabinet serta ihwal kenetralan pemerin­tah dalam kisruh partai politik.

“Misalnya kenapa Presiden meya­kinkan kenetralan pemerintah terkait kis­ruh yang terjadi di Golkar, PPP, dan PSSI tetapi tidak mencegah kegaduhan politik yang terjadi. Jika program pemerintah pro-rakyat (nawacita), kenapa implemen­tasinya justru sebaliknya,” ujar Igor.

Selain itu, kata dia, berkaitan perom­bakan kabinet, apabila dimaksudkan untuk fokus kepada pemulihan ekonomi yang tengah lesu, lalu mengapa stabilitas dan kerukunan politik justru tidak dijaga oleh kementerian teknis terkait. “Serta bagaimana dengan sinyalemen pelemah­an KPK yang justru memburuk sekarang dibandingkan periode pemerintahan se­belumnya. Lalu ke mana janji-janji kam­panyenya dulu yang banyak memberi­kan harapan pada wong cilik,” kata dia.

BACA JUGA :  Labu Siam Ternyata Punya 12 Manfaat untuk Kesehatan, Simak Berikut Ini

Tak Ada yang Spesial

Sementara, pengamat ekonomi Yan­uar Rizky melihat tidak ada yang spesial dari kebijakan ekonomi yang dibuat oleh para pembantu Jokowi. Ia bahkan me­nyebut beberapa kebijakan yang diambil pemerintah tidak rasional.

Semangat pemerintahan Jokowi menjadi ‘pembeda’ dari rezim sebel­umnya dengan melakukan perbaikan fundamental ekonomi secara agresif dan memasang target-target ambisius dinilai Yanuar sebagai langkah yang kurang te­pat di tengah kondisi eksternal maupun internal yang tengah bergolak. “Ibarat memainkan partitur lagu dangdut dalam sebuah orchestra. Kebijakan yang diam­bil tidak cocok dengan keadaan yang ter­jadi,” ujar Yanuar.

Dalam berbagai kesempatan, pemer­intah kerap menuding gejolak ekonomi global sebagai penyebab ekonomi do­mestik mengalami kontraksi. Menurut Yanuar, itu merupakan fakta yang saat ini terjadi, di mana fundamental ekono­mi Indonesia selama ini selalu dipenga­ruhi oleh permasalahan eksternal.

Namun, lanjutnya, solusi yang se­harusnya diutamakan untuk diambil pemerintah adalah melakukan mitigasi risiko ketimbang menunjukkan sikap keberanian melakukan perubahan. Ia mencontohkan salah satu kebijakan yang kurang tepat waktu penerapannya adalah dengan mencabut subsidi dan memban­gun proyek-proyek infrastruktur.

Seharusnya, kata Yanuar, tim eko­nomi Jokowi tidak tutup mata terhadap kondisi eksternal yang terjadi dengan memberikan masukan kebijakan yang mengedepankan skala prioritas kepada majikannya. “Situasi dan kondisinya ber­beda dengan dulu. Jangan terjebak kare­na hanya ingin jadi pembeda,” katanya.

Dalam APBNP 2015, sejumlah asumsi makro ekonomi yang ditetap­kan pemerintah terbukti sampai saat ini banyak yang meleset. Pertumbuhan ekonomi yang diidamkan setinggi 5,7 persen, sampai semester I tercatat hanya mencapai 4,7 persen. Nilai tukar rupiah yang dipatok Rp 12.500 per dolar, sudah anjlok lebih dalam bahkan sempat me­nyentuh Rp 13.800.

Kemudian harga minyak yang di­harapkan bisa menyentuh USD 60 per barel, nyatanya lebih nyaman berada di posisi USD 50 per barel atau bahkan lebih rendah. Akibatnya, lifting minyak yang diinstruksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said bisa mencapai 825 ribu barel per hari (bph), baru bisa direalisasikan 763.600 bph hingga 30 Juni 2015.

Sementara besaran lifting gas bumi hingga semester I baru mencapai 6.587 juta kaki kubik per hari (mmscfd) atau seki­tar 96,4 persen dari targetan yang dipatok dalam pagu APBNP 2015.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================