Untitled-17KEGADUHAN politik akibat pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam kasus Ketua DPR RI Setya Novanto, terkait perpanjangan izin PT Freeport Indonesia (PFI), kian berisik. Kubu Istana Negara mendesak agar Setya mundur dari parlemen.

YUSKA APITYA AJI
[email protected]

Presiden Joko Widodo yang sela­ma ini memilih diam, akhirnya meluapkan ama­rahnya terkait kasus ‘papa minta saham’. Rupanya Jokowi marah setelah mem­baca transkrip rekaman pembicaraan Setya Novan­to, Riza Chalid, dan Maroef Sjamsoeddin secara saksa­ma. “Setelah baca lengkap transkrip rekaman itu me­mang Presiden marah luar biasa. Kalau dibilang Pres­iden gila, koppig itu kan sudah sering lah Presiden dihina gitu dan Presiden enggak pernah menunjuk­kan kemarahannya. Tapi karena dicatut namanya dan dikaitkan dengan pem­bagian saham, Presiden marah luar biasa,” tutur Kepala Staf Kepreside­nan Teten Masduki saat berbincang dengan wartawan di Istana Negara, Jl Veteran, Jakarta Pusat, Senin (7/12/2015). Senin siang, Teten bersama Mensesneg Pratikno dipanggil oleh Presiden Jokowi ke Istana. Mereka bertiga berbincang di ruang tengah, transkrip

lengkap itu menjadi bahasan utama. “Karena ini menyangkut nilai soal etika, soal moralitas, soal wibawa pemerintahan ya wibawa negara saya kira itu,” imbuh Teten.

Ekspresi Jokowi disebut Teten tak ber­beda dengan saat malam hari. Raut wajah Jokowi, kata Teten, tak pernah seperti itu sebelumnya. Tak ada gebrak meja, tak ada banting benda, atau ekspresi lain, amarah Jokowi hanya terungkap lewat beberapa kata. Tetapi kemudian mereda ketika Pres­iden harus memimpin rapat. “Saya kira Presiden memang menahan marahnya se­jak tadi siang itu,” sebut Teten. “Yang saya tahu tadi siang menghadap beliau memang beliau sudahmengekspresikan kemarahan­nya ke saya. Pokoknya tadi saya ngelihat Presiden itu marah, kelihatannya Presiden nahan-nahan,” lanjut Teten.

Sebetulnya Jokowi sudah pernah men­dengarkan rekaman lengkap dan membaca transkrip tersebut. Tetapi setelah membaca sekali lagi dan kebetulan MKD baru saja me­nyidang Novanto, amarah Jokowi meluap. Tak biasanya Presiden Joko Widodo emosi. Selama ini, semua masalah dihadapinya dengan tenang. Namun dalam urusan kasus ini, Jokowi sepertinya benar-benar marah.

Kemarahan Jokowi disampaikan usia konferensi pers soal Pilkada Serentak di Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jakpus, Senin (7/12/2015). Saat itu, Jokowi ditanya soal proses sidang di MKD terakhir yang menghadirkan Ketua DPR Setya Nov­anto, namun digelar dalam suasana tertu­tup.

BACA JUGA :  Bima Arya Takziah ke Keluarga Korban Longsor, Pastikan Penanganan Berjalan

Jokowi bicara pelan namun dengan tegas. Di bagian akhir, dia sempat mening­gikan suara, sambil menggerakan tangan­nya. Setelah bicara keras, Jokowi tak mau meladeni tanya jawab dengan wartawan, dan memilih masuk ke dalam ruangan.Berikut pernyataan lengkap Jokowi:

Proses yang berjalan di MKD harus kita hormati. Tetapi, tidak boleh yang namanya lembaga itu dipermain-mainkan. Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara yang lain.

Saya nggak apa-apa dikatakan presiden gila, presiden syaraf, presiden koppig, ng­gak apa-apa. Tapi kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Nggak bisa!

Ini masalah kepatutan, masalah kepan­tasan, masalah etika, masalah moralitas, dan itu masalah wibawa negara.

Kekesalan juga diungkapkan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Politisi flamboyan ini menyebut ada pelanggaran etika oleh Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus ‘Papa Minta Saham’. JK menyarankan No­vanto sebaiknya mundur dari kursi ketua DPR RI. “Ya itu lebih bagus sebenarnya, lebih sportif,” ujar JK di kantor Wapres, Ja­lan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (6/12/2015).

Persidangan MKD untuk meminta ket­erangan Ketua DPR Setya Novanto yang dilakukan kemarin berlangsung tertutup. Dalam persidangan awal, Novanto me­nyampaikan nota pembelaannya dalam 12 lembar di atas materai.

Pembelaan itu berjudul ‘Nota Pembe­laan Setya Novanto Ketua DPR RI terhadap Pengaduan Menteri ESDM Sudirman Said Berdasarkan Laporan Pengaduan Tertang­gal 16 November 2015’. Naskah itu ditulis dalam 12 lembar di atas materai dan ditan­datangani Novanto.

Novanto menyampaikan bahwa per­sidangan MKD bukanlah sekedar persi­dangan etik, namun melalui sidang dapat menyampaikan penjelasan selengkapnya dengan mengedepankan seluruh tanggung­jawab sebagai pimpinan DPR. “Saya ber­harap agar MKD ini dapat menempatkan keadilan di atas kebenaran,” ucap Novanto dalam pembelaannya.

Menurutnya, persepsi yang telah dibangun secara sistematis di publik yang ditunggangi oleh berbagai kepentingan politik tertentu, dapat diluruskan berdasar­kan prinsip keadilan dan tertib hukum. “Lebih-lebih ketika kepentingan tersebut digerakkan oleh agenda-agenda kepentingan asing,” lanjutnya.

Selanjutnya Novanto menyampaikan pembelaannya terkait dengan legal standing Sudirman Said dan alat bukti yang digunak­an oleh Sudiman yang berasal dari Maroef Sjamsoeddin. Dia menyebut Sudirman tak punya legal standing dan alat bukti tidak sah.

BACA JUGA :  Resep Membuat Udang Saus Tiram ala Restoran Untuk Menu Buka Puasa yang Nikmat

Sidang Novanto hanya berlangsung sekitar tiga jam dan digelar tertutup. Pa­dahal dalam dua persidangan sebelumnya, rapat berlangsung alot dengan tanya jawab hingga berlangsung sampai malam hari. Ada apa? “Ya karena ‘kecanggihan’ yang menjawab. Kalau jawaban bagus, ruang untuk mendalami jadi tidak terlalu luas,” kata Ketua MKD Surahman Hidayat di sela rapat internal di depan ruang sidang MKD, gedung DPR, Jakarta, Senin (7/12/2015).

Lantaran semua pertanyaan anggota MKD dibantah oleh Novanto, maka sidang yang dipimpin kolega Novanto, Kahar Mu­zakir pun berlangsung cepat.

Jaksa Agung Membidik

Sementara itu, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menegaskan kasus dugaan pemu­fakatan jahat yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto akan tetap berjalan dan tak terpengaruh dengan putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Prasetyo me­nyebut bahwa apa yang berlangsung di MKD berbeda dengan apa yang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). “Kejaksaan ti­dak akan terpengaruh sama sekali dengan putusan MKD (terkait Setya Novanto),” ucap Prasetyo saat dihubungi, Senin (7/12/2015).

Prasetyo menyebut apapun keputusan MKD nanti, apakah Novanto bersalah atau tidak, Korps Adhyaksa akan tetap melanjut­kan perkara ‘papa minta saham’ tersebut. Saat ini Kejagung memang tengah menyeli­diki dugaan pemufakatan jahat yang diduga dilakukan Novanto. “Kejaksaan tetap akan lanjut karena ini hal yang berbeda. MKD ma­salah etika, kejaksaan masalah pidana. Jadi walaupun dianggap tak bersalah terkait etika, pidananya tetap akan jalan,” tegas Prasetyo.

Kemarin, Kejagung telah meminta ket­erangan pada Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. Pengambi­lan keterangan terhadap salah satu menteri Kabinet Kerja itu hanya berlangsung sekitar 1 jam. Namun Sudirman menegaskan bah­wa apabila Kejagung masih membutuhkan keterangannya, maka dia tak masalah un­tuk diundang kembali. Sebelumnya Keja­gung juga telah meminta keterangan pada Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin pada pekan lalu. Se­lain itu, telepon seluler (ponsel) Maroef yang berisi rekaman pembicaraan dengan Setya Novanto dan pengusaha minyak Reza Chalid juga masih berada di tangan penyeli­dik Kejagung. (*)

============================================================
============================================================
============================================================