1407040jokowi34780x390JAKARTA, TODAY — Setelah mengadakan rapat konsultasi dengan pimpinan DPR RI, Pres­iden Joko Widodo (Jokowi), mengatakan Presiden dan DPR sepakat menunda revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Setelah berbicara banyak mengenai rencana revisi UU KPK, kami bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak diba­has saat ini. Ditunda dan saya meman­dang per­lu adanya waktu yang cu­kup untuk mema­tang­kan ren­cana revisi UU KPK dan sosial­isasi kepada masyarakat,” kata Presiden Jokowi kepada pers setelah pertemuan dengan DPR di Istana Merdeka, Senin (22/2/2016).

Jokowi mengatakan kepu­tusan diambil setelah ada per­temuan dalam rapat konsultasi. Rapat konsultasi siang ini, yang dihadiri semua pemimpin DPR, ketua komisi, ketua fraksi, dan panitia kerja, kata Jokowi, berja­lan dengan santai.

Mantan Walikota Solo itu juga men­gaku sangat menghargai seluruh dinamika yang terjadi di DPR. Ia juga mengaku telah mendengar masukan yang cukup dari semua fraksi dan komisi mengenai revisi UU KPK. Rapat konsultasi berlangsung dua jam. Rapat digelar di ruang tengah Istana Merdeka. Presiden didampingi Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Hu­kum dan HAM Yasonna Laoly, serta Men­teri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM Luhut Pandjaitan.

Soal revisi UU KPK, draft tidak akan dicabut dari Prolegnas DPR dan akan di­jadwal ulang setelah dirasa cukup sosial­isasi ke masyarakat yang menolak revisi UU KPK. “Pertama DPR mengapresiasi sikap pemerintah terhadap kebijakan menunda revisi UU KPK yang menjadi perbincangan di publik. Tentunya seperti yang kami sam­paikan sebelumnya kita revisi UU kan harus mendapatkan persetujuan sama-sama dari semua stakeholder,” kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan kepada wartawan, Senin (22/2/2016).

Taufik ikut dalam pertemuan konsultasi antara pimpinan DPR dan sejumlah pimpi­nan Komisi DPR dengan Presiden Jokowi siang tadi. Taufik mengungkap DPR telah menyampaikan situasi terkini seputar re­visi UU KPK ke Presiden. “Di situ telah kami sampaikan dari revisi UU apapun harus ada kebutuhan bersama-sama dari seluruh stake holder. Jadi DPR mengapresiasi lang­kah tepat pemerintah dalam kaitan mere­spons usulan rapat konsultasi,” kata Taufik.

BACA JUGA :  Timnas Indonesia Menang Tipis 0-1 Lawan Australia

Setelah Presiden dan DPR sepakat menunda revisi UU KPK, Taufik menutur­kan, DPR akan menjadwal ulang pemba­hasan revisi UU KPK. Kapan waktunya?

“Ini harus ditindaklanjuti dengan re­scheduling untuk pembahasan RUU KPK itu dengan melihat langkah sosialisasi yang mendetail dalam kaitan seperti yang disampaikan presiden. Sosialisasi akan disampaikan oleh pemerintah kepada ele­men masyarakat,” kata Waketum PAN ini. “Jadi ditunda bukan karena tekanan pihak tertentu tapi semata-matai karena kebi­jakan arif dan bijaksana pemerintah dan DPR mendengarkan aspirasi rakyat. Dengan keputusan ini tentunya diharapkan para pembantu presiden akan menyampaikan langkah-langkah sosialisasi,” kata Taufik.

Lalu apakah revisi UU KPK akan dicabut dari prolegnas? Sepertinya perlu dorongan lebih karena DPR sejauh ini meyakini revisi UU KPK tidak berniat melemahkan KPK. “Prinsipnya itu untuk memperkuat KPK. Artinya DPR legowo menerima keputusan penundaan tersebut dengan penataan so­sialisasi yang lebih baik kepada masyara­kat. Insya Allah pemerintah dan DPR tidak dalam upaya memperlemah KPK,” pung­kasnya.

Sementara itu, Ketua KPK, Agus Ra­hardjo menyambut baik sikap Presiden Jokowi dengan meminta penundaan revisi UU nomor 30 tahun 2002. Agus menyebut sejak pagi tadi masukan itu telah disampai­kan kepada Presiden Jokowi.

“Pemain utamanya kan Presiden dan DPR. Kami pagi ini sudah memberikan ma­sukan ke presiden. Sebaiknya (revisi UU KPK) enggak dilakukan saat ini,” kata Agus usai menerima rombongan anggota Komisi III di Gedung KPK di Jalan Kuningan Persa­da, Jakarta Selatan, Senin (22/2/2016).

Agus berharap penundaan revisi UU KPK berlanjut sampai nanti indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia mencapai 50. Saat ini IPK Indonesia masih di angka 36. “Se­baiknya pada waktu IPK-nya 50, jadi beliau (Presiden Jokowi) yang menentukan. Kalau Bapak Presiden sudah menunda, harapan kami di DPR menunda sampai IPK-nya 50,” ucapnya.

Publik menilai seharusnya revisi UU KPK dicabut, bukan ditunda. Namun Agus menyadari bahwa UU KPK memang belum sempurna, tapi sampai saat ini belum saat­nya direvisi. “Kita harus sadar namanya UU itu belum sempurna, tapi kita beri masukan sebaiknya yang direvisi jangan yang itu. Jadi kalau tidak sama sekali itu juga enggak bet­ul,” kata Agus.

BACA JUGA :  Simak Daftar Pebulu Tangkis Indonesia di Thomas Cup dan Uber Cup 2024

Sementara itu, Ketua Badan Legislasi DPR Supratman mengungkap hanya Gerin­dra dan Demokrat yang menolak revisi UU KPK. “Di dalam tadi ada fraksi yang tetap menyatakan menolak, Gerindra dan De­mokrat,” ucap Supratman usai rapat di Ista­na Merdeka, Jakarta, Senin (22/2/2016).

Supratman mengatakan, meski ada perbedaan pandangan antarfraksi, begitu juga dengan pemerintah menyikapi revisi UU KPK, rapat yang berlangsung sekitar 3 jam tadi dalam suasana santai dan saling terbuka.

“Jadi kesepakatan pemerintah dengan DPR sama saja, hanya proses pembahasan pengesahannya yang diminta Presiden un­tuk ditunda kemudian dilakukan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat,” ujar politisi Gerindra itu.

Supratman mengatakan, dalam rapat tadi tidak dibahas mengenai adanya pe­nolakan revisi UU KPK dari pimpinan KPK. Termasuk soal ancaman mundur ketua KPK Agus Rahardjo. “Kita tidak bicarakan soal apakah pimpinan KPK menolak atau tidak, tidak ada pembicaraan itu. Karena ini ke­wenangan pembuatan undang-undang antara pemerintah dan DPR,” paparnya. “KPK itu sebagai pengguna atau pelaksana undang-undang, tidak ada satupun pembi­caraan menyangkut kenapa KPK menolak, pimpinan mau mundur. Tidak ada pembi­caraan itu sama sekali di rapat konsultasi tadi,” imbuh Supratman.

Sementara itu, sekretaris Fraksi Gerin­dra Fary Djemi Francis mengatakan bahwa dalam rapat tadi memang fraksinya se­cara langsung meminta Presiden menolak revisi UU KPK. “Kita minta Presiden agar mendengar suara rakyat, karena kita sejak awal konsisten dalam pembahasan di Baleg sebagai satu-satunya fraksi yang menolak revisi UU Pilkada. Tadi saya mewakili pimpi­nan fraksi menyampaikan langsung ke Pres­iden,” ucap Fary. “Kita dari fraksi bersyukur (dengan penundaan revisi UU KPK),” imbuh ketua komisi V DPR itu.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================