ANAK-anak dengan tidur yang tak sehat diketahui memiliki kemampuan konsentrasi yang lebih rendah, lebih aktif, agresif, dan temperamental, dibanding anak yang cukup tidur
Oleh : ADILLA PRASETYO WIBOWO
[email protected]
Kafein adalah satu-satunya zat psikoaktif yang bisa dikonsumsi bebas seÂcara legal oleh anak-anak maupun dewasa. Zat psikoaktif adalah zat atau bahan yang apaÂbila masuk ke dalam tubuh manuÂsia akan mempengaruhi susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental-emoÂsional dan perilaku. Zat ini, jika dikonsumsi terus menerus akan mengakibatkan ketergantungan.
Zat-zat psikoaktif merupakan zat yang bermanfaat jika digunakÂan secara benar di bidang medis, sayangnya kini banyak disalah guÂnakan.
Kafein, kini dikonsumsi luas oleh masyarakat. Ia ada dalam kopi, teh, minuman ringan, minuÂman penambah energi dan berbÂagai produk penambah vitalitas. Sayangnya, tak banyak orang yang tahu efeknya jika dikonsumsi semÂbarangan oleh anak atau remaja.
Sampai saat ini Badan POM mengatur agar konsumsi kafein adalah 150 mg setiap harinya dibagi dalam tiga dosis. Sementara tiap sajiannya diatur tak melebihi 50 mg. Sementara Kanada lebih detail mengatur berdasarkan umur. Anak usia 4-6 tahun tak boleh konsumsi kafein lebih dari 45 mg perhari, kira-kira sama dengan kadar kafein sekaleng cola. Untuk usia 7-9 tahun 62 mg/hari dan 10-12 tahun dibatasi 85 mg perhari.
Penelitian yang diterbitkan pada the Journal of Pediatrics di tahun 2010, menyebut bahwa konsumsi kafein pada anak berÂhubungan langsung dengan durasi tidurnya. Padahal sebelumnya merÂeka ingin meneliti hubungan kafein dengan kebiasaan mengompol, yang ternyata tak berhubungan.
Para peneliti temukan bahwa ada 1/4 anak usia 5-7 tahun yang mengkonsumsi kafein, hanya tidur 9 jam seharinya. Sementara anak usia 8-12 tahun yang minum kafÂein rata-rata hanya tidur 8,47 jam. Padahal seharusnya anak-anak ini tidur 9,46 jam tiap harinya.
Dari segi angka, kekurangan tidur yang dialami seolah tak berÂmakna. Tetapi manfaat tidur yang cukup sebenarnya sangat penting bagi proses tumbuh kembang anak. Segala potensi otak yang hanya dibangun saat tidur akan hilang seiring dengan berkurangnya tidur. Anak-anak dengan tidur yang tak sehat diketahui memiliki keÂmampuan konsentrasi yang lebih renÂdah, lebih aktif, agresif, dan temÂperamental, dibanding anak yang cukup tidur.
Remaja dan dewasa muda dikÂetahui memiliki kebutuhan tidur antara 8,5-9,25 jam seharinya. Mereka juga memiliki jam biologis yang unik hingga baru mengantuk di atas jam 11 malam. Sayangnya di Indonesia jam masuk sekolah maÂsih pukul 7 pagi, bahkan jam 6:30 untuk di Ibu Kota.
Dengan kemacetan dan seÂgala tuntutan sosial, usia dewasa muda adalah kelompok yang palÂing kurang tidur. Apalagi bagi usia 20an dimana produktivitas sanÂgatlah diutamakan. Pengurangan jam tidur tak bisa dihindarai. AkiÂbatnya untuk menopang aktivitas, banyak pemuda/i kita bergantung pada kafein dalam minuman kopi atau berbagai minuman penamÂbah energi.
Efek kafein yang menyegarkan dan menghilangkan kantuk memÂberikan ilusi bahwa seseorang bisa lebih produktif. Padahal kemamÂpuan otak yang sudah kelelahan tak akan terbantukan. Hanya tidur yang sehatlah yang dapat mengemÂbalikan kebugaran dan performa otak. Untuk itu diperlukan pengeÂtahuan untuk mengatur tidur dan konsumsi kafein.
Tak banyak orang yang tahu bahwa kafein bisa bekerja di tubuh selama lebih dari 10 jam. Akibatnya konsumsi kafein tak diatur dengan baik. Minuman kafein diminum kapan saja kantuk menyerang, bahkan di sore hari. Tak heran pada akhirnya akan mengganggu durasi dan kualitas tidur. Keesokan harinya muncullah pemuda/pemuÂdi zombie yang beraktivitas dalam kantuk dan kembali minum kafÂein sekedar untuk bisa berfungsi. Sebuah siklus yang merugikan produktivitas dan kesehatan.
Mulai dari jenjang SMU, mahasiwa/i hingga yang sudah bekerja, kelompok usia dewasa muda adalah kelompok usia pengÂkonsumsi stimulan (kafein & nikoÂtin) paling tinggi.
Sebuah penelitian yang diterÂbitkan pada Journal of Youth and Adolescence tahun 2013 mencoba melihat efek kafein pada gangguan perilaku kekerasan dan perilaku mengacau (violent and conduct disorder) pada remaja. Conduct disorder atau perilaku mengacau dijabarkan sebagai kecenderungan untuk melanggar aturan, norma-norma sosial atau bahkan hukum.
Penelitian ini meneliti 3.747 anak usia 15-16 tahun di Islandia. Separuh jumlah peserta penelitian adalah perempuan.
Hasilnya, didapati hubungan yang kuat antara konsumsi kafein dan perilaku kekerasan. Juga diteÂmukan bahwa remaja perempuan yang mengkonsumsi minuman berkafein lebih beresiko terlibat dalam perilaku kekerasan dibandÂingkan yang tak minum kafein.
Remaja perempuan tampaknya lebih rentan terhadap pengaruh kafein dibanding remaja pria. Tak dipahami secara jelas kenapa perempuan lebih rentan dibanding pria. Diduga ini disebabkan oleh adÂanya respon metaboÂlisme kafein yang berbeda antara pria dan wanita. Salah satunya adalah kandungan leÂmak tubuh yang lebih tinggi pada wanita.
Hubungan anÂtara konsumsi kaÂfein, dan perilaku kekerasan tak dapat dijelaskan secara pasti. Para ahli lain bahkan beraÂgumen bahwa perilaku keÂkerasan remaja disebabkan oleh kurang tidur bukan oleh karena efek kafÂein secara langsung.
Kurang tidur jelas sebabÂkan kantuk dan mood yang buÂruk, untuk mengatasinya banyak orang mengonsumsi minuman berkafein. Tanpa disadari efek kaÂfein juga bisa mempengaruhi kesehatan tidur malam hari. Pada gilirannya, kurang tidur sebabkan kondisi mengantuk yang memiÂcu lebih banyak konÂsumsi minuman berkafein.
Kuncinya bukan pada mengÂhentikan konsumsi kafein, tetapi pada mengatur jadwal tidur, aktiÂvitas dan waktu yang tepat untuk minum minuman berkafein.
Anak-anak, remaja dan dewasa muda Indonesia saat ini menganÂtuk. Ini dapat dilihat dari maraknya iklan produk yang bisa meningkatÂkan keterjagaan dan performa. BuÂkannya tak boleh minum minuman berkafein, tetapi aturlah konsumÂsinya: