reymonSKANDAL korupsi pembelian lahan milik Angkahong untuk relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, menjadi prioritas penyidikan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Kasus ini dicurigai melibatkan banyak pejabat di Kota Bogor.

ABDUL KADIR BASALAMAH|YUSKA APITYA
[email protected]

Kapuspen Kejati Jawa Barat, Ray­mond Ali, menegaskan, kasus Jambu Dua, masuk dalam priori­tas penyelidikan. “Namanya pri­oritas tentunya ada muara atau ujung yang harus diselesaikan,” kata Ray­mond singkat dan diplomatis.

Raymond mengatakan, saat ini, pihaknya sedang konsentrasi perampungkan sejum­lah kasus korupsi di Jawa Barat. “Untuk Jambu Dua, sedang mapping penyelidikan. Siapa-siapa yang akan dipanggil dalam waktu dekat, belum bisa saya informasikan ke me­dia. Kasus kemarin (OTT KPK) menjadi pe­lajaran berharga, bahwa kami berkomitmen menyelesaikan semua kasus korupsi,” kata dia, menegaskan.

Sementara itu, surat permohonan pen­galihan status penahanan dari tahanan ru­tan menjadi tahanan kota terhadap Hidayat Yudha Priatna (bekas Kepala Dinas Koperasi dan UMKM) dan Irwan Gumelar (Camat Bo­gor Barat), yang dilayangkan Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto, ditanggapi dingin oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Bogor.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Andhie Fajar Arianto, tak berkomentar ban­yak mengenai permohonan status penah­anan Camat Bogor Barat, Irwan Gumelar dan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kota Bogor. “Kami ti­dak mau bahas soal permohonan itu. Saat ini belum ada yang terbaru, masih dalam Kajian Kejari Kota Bogor terkait surat yang dilayangkan oleh Walikota Bogor,” ujarnya.

Selain itu, Ia juga menegaskan, berkas perkara kasus pengadaan la­han relokasi pedagang kaki lima (PKL) yang dipusatkan di Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, sudah siap untuk diajukan ke Pengadilan Tindak Pidana (Tipikor) Bandung, Jawa Barat.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) hingga kini belum bisa men­gungkap dan memastikan, duit Rp26,9 miliar yang telah disita dua pekan lalu di rekening Hendricus Angkawidjaya (Angkahong).

BACA JUGA :  Lokasi SIM Keliling Kabupaten Bogor, Kamis 18 April 2024

Sementara itu, ketiga tersangka yakni Hidayat Yudha Priatna, Irwan Gumelar dan Roni Nasrun Adnan ma­sih ditahan di Lapas Klas IIA Paledang Bogor untuk mempermudah pihak Ke­jari melakukan proses penuntutan.

Namun, kuasa hukum Roni Nasrun Adnan, Mangantar Napitupulu buka suara terkait sangkaan yang dituduh­kan kepada kliennya. Mangantar men­gungkapkan, bahwa ada aksi intervensi terhadap Tim Apprasial yang dipimpin kliennya, sehingga diduga terjadi mark up nilai tanah dalam kasus ini. Bah­kan ia berjanji akan mengungkapkan semuanya pada saat persidangan nanti.

“Saat ini kami dari tim pengacara RNA sedang mempersiapkan bukti-bukti yang akan kami buka di persi­dangan. Diduga, intervensi dilaku­kan dilakukan oleh petinggi Pemkot, sehingga membuat anggaran untuk membeli harga tanah menjadi mem­bengkak dari semula Rp 33 miliar men­jadi Rp 43,1 Miliar,” ujarnya, kemarin.

Menurutnya, dalam kasus ini RNA telah menjalankan tugasnya dengan benar, yaitu dengan menilai harga ta­nah senilai Rp 33 miliar. Hal inilah yang menjadi salah satu bukti bahwa kli­ennya telah melakukan sesuai apa yang tugaskan.

Ketua DPRD Kota Bogor, Untung W Maryono pernah mengatakan, Ia hanya menyetujui anggaran senilai Rp 17.5 miliar. “Seingat saya, DPRD Kota Bogor sudah mengeluarkan SK persetujuan anggaran hanya Rp 17.5 miliar. Tapi tiba-tiba dari sana (Pemkot, red) malah mengatakan anggaran mencapai lebih Rp 43,1 miliar. Saya sendiri tidak tahu tambahan anggaran itu dari mana. Coba tanya saja ke Pemkot,” ungkap­nya.

Pernyataan itu dibantah oleh TAPD, Hanafi yang mengatakan, penambahan anggaran dilakukan setelah adanya evaluasi dari Gubernur dan disetujui oleh Pemkot dan DPRD Kota Bogor.

Menurut Hanafi, penambahan ni­lai untuk lahan Jambu Dua ini sudah menjadi kesepakatan bersama antara Badan Anggaran DPRD dengan Pem­kot saat itu. Namun ternyata kesepaka­tan ini tidak dicantumkan Sekretaris DPRD sebagai hasil keputusan rapat. “Sekwan harusnya mencantumkan itu. Kenapa tidak dicantumkan, saya tidak tahu. Nama keputusannya saat itu, ha­sil penyempurnaan evaluasi gubernur terhadap APBD-P 2014,” ujarnya belum lama ini.

BACA JUGA :  Bejat, Oknum Guru Diduga Lecehkan Sejumlah Siswi di Tanjab Barat

Senada, Sekda Ade Sarip Hidayat mengatakan dari awal paripurna di DPRD, dana pembayaran lahan Jambu Dua hanya Rp17,5 miliar. Namun ada pembahasan lagi dengan DPRD setelah ada evaluasi APBD-P dari gubernur.

“Menurut saya ini perlu diinfor­masikan, biar semuanya clear. Semua dilakukan sesuai prosedural, tidak ada satupun yang dilakukan tanpa pembi­caraan dengan DPRD. Saya meminta BPKAD menjelaskan supaya runut. Ba­hasa angka di BPKAD dan bahasa per­encanaan di Bappeda,” tukasnya.

Kasus korupsi lahan Pasar Jambu Dua ini mencuat setelah adanya ke­janggalan dalam pembelian lahan sel­uas 7.302 meter persegi milik Hendri­cus Angkawidjaja alias Angkahong oleh Pemkot Bogor pada akhir 2014 silam. Ternyata di dalamnya telah terjadi transaksi jual beli tanah eks garapan se­luas 1.450 meter persegi. Dari ratusan dokumen tanah yang diserahkan Ang­kahong kepada Pemkot Bogor ternyata status kepemilikannya beragam, mulai dari Sertifikat Hak Milik (SHM), Akta Jual Beli (AJB) hingga tanah bekas ga­rapan.

Dengan dokumen yang berbeda itu, harga untuk pembebasan lahan Angkahong seluas 7.302 meter persegi disepakati dengan harga Rp 43,1 miliar. Empat orang tersangka dari kalangan bawah, yakni Hidayat Yudha Priatna (Kepala Dinas Koperasi dan UMKM), Irwan Gumelar (Camat Bogor Barat), Hendricus Angkawidjaja alias Angka­hong (Pemilik tanah yang dikabarkan meninggal dunia) dan Roni Nasrun Ad­nan (dari tim apraissal tanah).

Berkas perkara ini juga telah masuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jawa Barat dan Kejaksaan Agung (Ke­jagung) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiga lembaga yudika­tif tertinggi itu kini tengah memantau dugaan adanya aktor intelektual dalam perkara ini. (*)

============================================================
============================================================
============================================================