WAJAH dunia pendidikan kita kembali tercoreng dengan adanya berbagai kasus amoral pelajar dari seks bebas, tawuran hingga pesta minuman keras. Ironisnya perilaku amoral itu justru dilakukan sebagai ekspresi usainya ujian nasional. Upaya pembentukan moral generasi muda tentu tidak bisa mengandalkan peran sekolah, setidaknya untuk masa sekarang.

Oleh: Dr. Ahmad Sastra, MM
Dosen Pascasarjana UIKA Bogor

Sebab guru pada faktanya hanya disibukkan den­gan tumpukan adminis­trasi pembelajaran yang rumit dan melelahkan. Untuk sekedar menyampaikan ilmu kepada siswanya, seorang guru sudah stress. Sementara para guru menyelesaikan arsip-arsip administratif pascapengaja­ran, para pelajar berjatuhan aki­bat tawuran antar sekolah atau nongkrong bergerombol sambil menghirup sebatang rokok atau bahkan asyik di depan layar inter­net dengan wajah mencurigakan. Sungguh memilukan.

Namun putus asa terhadap masa depan juga bukan sikap yang terpuji. Sedih dan menge­luh suramnya masa depan bang­sa ini tidak akan menyelesaikan masalah. Pendidikan keluarga adalah alternatif paling tepat un­tuk sekedar menyalakan lentera harapan yang hampir padam ini. Back to family values. Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama yang dikenal anak karena kedua orang tuanyalah orang yang pertama dikenal.

Bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang terjalin antara kedua orang tua dengan anak-anaknya merupakan basis yang ampuh bagi pertumbuhan dan perkembangan psikis serta nilai-nilai moral religius pada diri anak didik. Keluarga adalah sekolah yang sesungguhnya bagi anak. Dari keluarga inilah sesungguhnya dasar-dasar karakter mulia anak tumbuh dan terbentuk. Namun apakah telah berfungsi demikian ?

Penanaman nilai-nilai dalam keluarga akan semakin men­dalam apabila orang tua memiliki konsep dan paradigma pendidi­kan yang ingin diwujudkan bagi anak-anaknya agar tercapai ketu­runan yang saleh, berakhlak mu­lia, cerdas, taat dan patuh kepada orang tua, menghargai orang lain, bermanfaat bagi dunia dan bermakna bagi kelak kehidupan akherat.

Karakter mulia anak akan tum­buh dari keluarga yang berkara­kter mulia juga. Fungsi-fungsi keluarga harus benar-benar tere­alisasi, jika anak diharapkan tum­buh berkarakter mulia. Berkai­tan dengan upaya pembentukan karakter mulia, setidaknya ada enam fungsi keluarga yang harus dijalankan oleh orang tua sebagai guru bagi anak-anak di rumah.

Pertama, Fungsi Edukatif. Kedua orang tua memiliki kewa­jiban untuk melaksanakan pen­didikan sedini mungkin terhadap anak-anaknya dalam keluarga. Ke­luarga merupakan lembaga pen­didikan yang pertama dan utama, maju mundurnya anggota kelu­arga ditentukan dengan pelaksa­naan pendidikan dalam keluarga.

Pusat pendidikan utama adalah keluarga. Yang menjadi sumber terjadinya kenakalan remaja adalah kurangnya kehan­gatan pendidikan keluarga yang ditanamkan orang tua di rumah. Anak adalah amanat bagi kedua orang tuanya, hati yang suci itu adalah permata yang mahal. Apabila ia diajar dan dibiasakan kepada kebaikan, maka ia akan tumbuh pada kebaikan itu.

Jika anak dibiasakan melaku­kan kejahatan, maka ia akan sen­gsara dan binasa. Untuk melind­unginya adalah dengan mendidik dan mengajarkan akhlak-akhlak mulia kepadanya. Pendidikan yang bisa diberikan orang tua ke­pada anak diantaranya adalah : bersyukur, tidak menyekutukan Allah, berbuata baik kepada ked­ua orang tua, penolakan perin­tah orang tua kepada kesyirikan, keyakinan akan balasan Allah, mendirikan shalat, rendah hati dan tidak angkuh, dan berbicara dengan suara yang lemah lembut.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Kedua, Fungsi Sosial. Manu­sia selain sebagai makhluk indi­vidual juga merupakan makhluk sosial yang membutuhkan bantu­an orang lain. Orang tua dengan demikian memiliki tugas sosial terhadap keluarga untuk meng­hantarkan mereka mengenal dan bermanfaat bagi masyarakat. Orang tua berkewajiban untuk membekali anak pengetahun ten­tang kesadaran bermasyarakat yang dilandasi dengan nilai-nilai dan budaya Islam. Fungsi sos­ial keluarga ini akan memberi­kan peluang kepada anak untuk mampu hidup dalam masyarakat yang kelak mereka bisa diterima masyarakat.

Ketiga, Fungsi Proteksi. Anak-anak yang baru dilahirkan san­gat membutuhkan dari sekelil­ingnya karena kemampuan dan kekuatan fisik sangat tergantung kepada lingkungan disekitarnya memberikan perlindungan ke­padanya. Orang tua adalah orang yang pertama kali melindungi anaknya dalam rangka menjaga anak dari mara bahaya yang datang dari lingkungannya.

Tanggungjawab laki-laki seb­agai kepala rumah tangga adalah menjaga semua anggota kelu­arga. Dia bertanggungjawab atas keselamatan dan kesejahteraan seluruh anggota keluarganya lahir batin dan dunia akherat. Proteksi dilakukan agar keluarga itu terhindar dari mara bahwa yang datang dari lingkungan. Jika orang tua dan anak berjauhan, maka diwajibkan menjaga silatur­ahmi antara keduanya. Anak ha­rus menyempatkan diri berkun­jung ke orang tuanya meskipun setahun sekali ketika idul fitri.

Keempat, Fungsi Afeksi. Fung­si afeksi adalah pola pembinaan sikap, nilai, perilaku dan perasaan yang sehat dalam keluarga yang tercipta dari hasil kebersihan hati masing-masing anggota keluarga, bersih dari iri hati dan dengki dari hasut dan buruk sangka. Orang tua harus menghindarkan perasaan buruk dari anak-anak. Perasaan buruk itu seperti rasa minder, sifat penakut, sifat rasa rendah diri, sifat hasut, dan sifat pemarah. Upaya menghindarkan sifat-sifat itulah adalah dengan pendidikan agama. Pendidikan agama akan mengatarkan anak pada kepribadian yang utuh, yak­ni yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Fungsi afeksi juga berarti upaya penanaman nilai-nilai mulia kepada anak-anak dalam keluarga. Diantara nilai-ni­lai mulia adalah kasih sayang dan banyak bersyukur.

Kelima, Fungsi Biologis. Fung­si biologis artinya upaya pemenu­han kebutuhan biologis keluarga yang meliputi kebutuhan atas keterlindungan fisik guna melang­sungkan kehidupannya, keterlind­ungan kesehatan, keterlindun­gan rasa lapar, haus, kedinginan, kepanasan, kelelahan, bahkan juga kenyamanan dan kesegaran fisik. Makan dan minum meru­pakan salah satu kebutuhan biolo­gis manusia sejak lahir. Kebutu­han seksual dan keinginan untuk mendapatkan keturunan juga merupakan kebutuhan biologis manusia. Untuk melangsungkan keturunan, manusia membutuh­kan hubungan seksual yang diikat dengan ikatan pernikahan.

Keluarga Fungsi Pembinaan Lingkungan. Setiap keluarga di­wajibkan untuk melakukan pem­binaan terhadap lingkungan di­mana mereka hidup. Pembinaan lingkungan merupakan bagian integral dari pembinaan keluarga. Pembinaan lingkungan merupakan keharusan dalam menegakkan aja­ran Islam, dimana lingkungan me­miliki pengaruh yang kuat dalam memberikan efek kepada keluarga. Lingkungan yang sehat, bersih dan islami, akan mewarnai dan kenya­manan keluarga. Lingkungan yang islami akan mendatangkan hidayah dan barokah dari Allah swt.

Keenam, Fungsi Religius. Tu­gas utama dalam keluarga selain yang telah dipaparkan diatas adalah menanamkan fungsi re­ligius kepada anak-anaknya agar mereka bisa menjalankan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Metode teladan dengan mena­namkan ibadah bukan dengan menyuruh ana melainkan den­gan mengajak sholat, dan mulai dari berwudhu hingga masuk masjid, sholat berjamaah dan berzikir serta berdoa. Demikian pula orang tua sebaiknya men­gajak anak-anaknya untuk men­jalankan saum ramadhan dan memberi contoh memberikan zakat dan sedekah kepada fakir miskin. Tugas orang tua mendi­dik anak-anaknya harus dilaku­kan sepanjang hidup, meskipun sang anak telah berkeluarga, berkedudukan tinggi, bergaji be­sar, kasing sayang orang tua tidak akan pernah pudar.

BACA JUGA :  KUSTA, KENALI PENYAKITNYA RANGKUL PENDERITANYA

Dengan demikian, keluarga merupakan tempat dilakukan­nya pendidikan yang mendasar tentang pendidikan moral ke­agamaan, termasuk pendidikan agama. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keluarga dipan­dang sebagai peletak dasar pem­binaan komunikasi nilai-nilai aga­ma. Keluarga merupakan sekolah yang sangat vital, terutama bagi keberlangsungan pendidikan generasi muda maupun bagi pen­didikan bangsa pada umumnya.

Pendidikan keluarga pada dasarnya merupakan komunikasi timbal balik antara orang tua den­gan anak melalui pembinaan ba­hasa, tanda-tanda tertentu, simbol-simbol yang bermuatan nilai-nilai yang tergambar dalam perilaku so­sial di tengah situasi dan interaksi antaranggota keluarga.

Proses sosialisasi dan penana­man nilai akhlak pada diri anak se­cara praktis dimulai sejak anak dila­hirkan. Dalam Islam, secara teoritis upaya penanaman nilai-nilai pen­didikan sudah dimulai sejak awal pemilihan jodoh. Dalam konteks ini, nabi SAW telah memberikan isyarat dengan empat kriteria yaitu karena kecantikannya, kekayaan­nya, keturunannya dan agamanya. Dari keempat kriteria itu jika ingin mewujudkan situasi keluarga saki­nah yang bernuansa islami, hen­daknya menjadikan kriteria agama menjadi kriteria utama.

Karena itu penting bagi kedua orang tua untuk memiliki metode pendidikan karakter mulia ke­pada anak-anak di rumah. Setida­knya ada empat metode yang bisa dilakukan kedua orang tua untuk membentuk karakter mulia anak-anak di rumah. Pertama, Metode Keteladanan. Kedua, Metode Adat Kebiasaan. Ketiga, Metode Pemberian Nasihat. Keempat, Metode Perhatian. Dan kelima, Metode Pemberian Hukuman.

Sebab anak oleh Allah telah di­anugerahi empat potensi utama yang kesemuanya memiliki ke­mampuan khas dan tidak dimiliki oleh binatang. Keempat potensi anak itu adalah : 1). Akal. Akal sebagai ciri utama yang menja­dikan manusia sebagai makhluk yang berderajat. Akal tidak iden­tik dengan otak melainkan daya berfikir yang terdapat pada jiwa manusia, daya yang memperoleh pengetahuan dengan memperha­tikan alam sekitarnya.

2). Qalb. Qalb adalah daya rasa yang digunakan untuk me­mahami, dan menghayati yang memberikan kepada manusia potensi untuk mengetahui esensi atas segala sesuatu. 3). Fisik. As­pek fisik merupakan tahap per­tama manusia diciptakan (tanah pada penciptaan Adam dan sper­ma untuk keturunannya, keduan­ya benda fisik) yang karenanya, memerlukan pemenuhan kebu­tuhan fisiknya seperti makan, mi­num dan berkembang biak.

4). Ruhaniah. Aspek ini berkai­tan dengan daya ruh yang dimiliki manusia yang bekerja secara spiri­tual untuk memahami kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang menjadi pusat lahirnya kebudayaan. Ruh merupakan bagian yang sangat penting bagi manusia, meskipun untuk memahaminya bukan per­soalan yang mudah. Keempat aspek manusia ini merupakan kesatuan yang utuh dan integral, hakekat manusia pada dasarnya adalah keselarasan antara aspek-aspek diatas. (*)

============================================================
============================================================
============================================================