Oleh : Bahagia

(Dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor)

Bangsa ini bisa roboh saat pembangunan itu tak selaras dengan kelestarian fungsi-fungsi lingkungan hidup. Alam beserta ekosistemnya telah dititipkan oleh Allah untuk manusia. Berbagai ekosistem dibumi harus dijaga fungsinya agar masih bisa dipergunakan untuk masa depan manusia. Sebagian besar fungsi alam itu sudah mulai ikut mengalami kematian.

Ini sebuah signal bahwa bangsa tak bisa jauh dari pelestarian alam. Meskipun demikian aksi pembangunan pesat sungguh tak beriringan dengan perbaikan fungsi lingkungan. Satu sisi pembangunan bangsa bergantung kepada alam baik hutan, tanah dan air serta iklim. Bahkan, kerusakan alam bukan dianggap sebagai tanda kehancuran iman manusia.

Bagaimana bisa, hewan terpanggang saat kebakaran hutan bukan persoalan akhlak. Hanya saja hewan terbakar hidup-hidup terus berkelanjutan maka terus pula akhlak tadi tak jelas dimana posisinya. Hewan lain seperti gajah juga ikut tak dapat hak untuk tempat tinggal dipermukaan bumi.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Manusia ingin ruang itu untuk lahan perkebunan sawit, perumahan, dan pusat perbelanjaan serta industri. Kondisi itu diperparah lagi dengan kematian tanah. Bentang lahan tergolong hidup sebab banyak mikroba tanah ikut menyuburkan tanah. Sayangnya mereka tergilas teknlogi canggih.

Pestisida telah mematikan tanah tersebut hingga benar-benar menjadi tanah tandus. Padahal produksi pangan, sayuran dan buah-buahan bergantung sepenuhnya kepada tingkat kesuburan tanah. Untuk itulah impor menjadi primadona sebab produksi dalam negeri tak bisa menggenjot produksi pangan nasional.

Petani juga tak mau pergi dari cara terburuk seperti ini. Seakan-akan pupuk pabrik dan obat kimia itu sebagai solusi terampuh untuk meningkatkan produksi. Kerugian ikut bercabang sebab konsumen menjadi sakit-sakitan. Penyakit yang aneh itu juga bersumber karena makan sayur-sayuran mengandung pestisida.

Keadaan ini memang ironis, konsumen juga tak pernah protes terhadap apa yang mereka makan meskipun itu tak baik. Prinsip hidup asal makan memang masih mendominasi dalam diri ini sehingga tak memperhatikan kualitas apa yang dikonsumsi. Lantas bagaimana bisa membangun bangsa jika produksi pangan tak sehat maka memproduksi generasi tak sehat pula.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Sebagai konsekuensinya, bencana alam menyebar dan merata sesuai dengan parah atau tidaknya kerusakan lingkungan pada suatu wilayah. Lingkungan sosial akhirnya tak lagi nyaman sebab selalu diteror oleh bencana lingkungan hidup. Kemudian, kerusakan hutan, perubahan iklim, dan kerusakan ekosistem sungai ikut menghancurkan kehidupan manusia.

Masalah lain seperti kerusakan rumah, kerusakan lahan pertanian, korban jiwa, dan ternak ikut menyertai setelah kerusakan ekosistem tersebut. Mau tidak mau negara harus mendistribusikan kekayaan berlimbah untuk memberikan obat-obatan kepada korban bencana.

Sekaligus merelokasi mereka, membangunkan rumah baru, santunan kematian, menumbuhkan mata pencaharian dan memperbaiki kerusakan lahan. Setelah itu, negara masih harus membayar para ahli untuk membuat rekomendasi atas persoalan lingkungan.

============================================================
============================================================
============================================================