JAKARTA, TODAY — Ini kabar baru buat ibu-ibu yang memiÂliki anak usia lima tahun ke bawah yang duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). KeÂmendikbud meminta kepada seluruh pengurus TK atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) agar tidak membebani s iswanya belajar baca-tulis-hitung (calistung) seperti halnya di tingkat SD. Di masa usia emas itu harusnya balita diberikan pembelajaran yang menyenangkan dan tidak membebani pikiran.
“Membantu anak menjelaÂjahi kekayaan bahasa melalui bermain itu justru dianjurÂkan. Yang tidak boleh adalah belajar membaca dengan meÂmaksakan tanpa anak itu tahu maknanya, juga tidak membeÂbankan pikiran anak. Metodenya tidak klasikal,†ucap Direktur Pembinaan PAUD Kemendikbud, R. Ella Yulaelawati Ph.D, Kamis (26/11/2015).
Ella juga menekankan, balita tak boleh dipaksakan belajar baca-tulis-hitung (CalÂistung). Anak-anak di usia emas ini harusÂnya belajar pra keaksaraan dengan metode yang menyenangkan.
Menurut Ella, saat ini banyak balita di PAUD sudah diajarkan calistung dengan cara yang kovensional oleh gurunya. CalisÂtung itu menurut Ella harusnya diganti denÂgan belajar pra keaksaraan yang memang sesuai dengan kurikulum PAUD. “SebetulÂnya kementerian pendidikan tidak menÂganjurkan calistung, di Peraturan Menteri nomor 137/2014 tentang kurikulum PAUD itu dianjurkan pra keaksaraan, tetapi bukan membaca,†kata Ella.
Menurutnya, belajar di PAUD itu bukan seperti belajar di kelas-kelas SD, di mana ada guru di depan dan mendikte anak unÂtuk menulis atau membaca. Untuk anak di usia balita ini harusnya belajar dengan cara yang menyenangkan dan tidak memberikan beban.
“Intinya yang boleh dilakukan mengaÂjarkan lebih banyak kosa kata, mendonÂgeng, membacakan buku cerita yang kreatif dengan ekspresif jangan membaca datar,†ucapnya. “Yang diajarkan adalah menghiÂtung atau membaca bunyi tanpa makna. Misalnya seperti cucu saya yang umurnya 2 tahun, dia bisa menghitung 1 sampai 5 tapi tidak diajarkan 2×2,†tambahnya.
Ella mengatakan, anak-anak dalam masa golden age atau usia emas ini perlu mendapat pengalaman belajar yang menyÂenangkan. Belajar yang lebih banyak berÂmain dan perkenalan lingkungan sekitanya, bukannya belajar membaca menulis, mengÂhitung yang memerlukan pemahaman pelik bagi sang anak.
Jika anak belajar dengan suasana yang tak menyenangkan maka akan berdampak psikologis saat mereka dewasa. Mereka akan bosan dan tidak suka membaca atauÂpun menulis. “90 persen otak anak tumbuh itu sebelum 5 tahun, di usia itu kita memÂberikan pengalaman-pengalaman yang mennyenangkan. Bahagiakan anak-anak di masa itu,†katanya.
Ella mengatakan, kemampuan sesÂeorang untuk memahami apa yang dibaca sangat tergantung pada pengetahuan yang ia miliki. Sehingga alangkah baiknya balita itu diberikan pengetahuan soal kata-kata meÂlalui pendengarannya, bukan dengan memÂbaca sebuah teks atau menulis sebuah kata.
“Intinya bagi anak yang harus disampaiÂkan adalah melatih kemampuan mendenÂgarkan terlebih dahulu. Sebab kemampuan anak itu ada tahapannya dimulai dari menÂdengar menjadi kemampuan berbicara lalu membaca kemudian menulis,†kata Ella.
Menurut Ella, apabila membaca itu diÂanggap sebagai sebuah kecakapan yang haÂrus segera diajarkan kepada anak usia dini itu merupakan pandangan yang salah.
Ella mengatakan membaca merupakan proses yang terdiri atas dua bagian. Bagian pertama adalah decoding atau penerjemaÂhan penglihatan yang memang merupakan sebuah kecakapan.
Kedua adalah comprehension atau pemahaman, yang bergantung sepenuhnya pada kosakata dan pengetahuan lampau yang telah dimiliki seseorang. “Seseorang itu berbicara atas apa yang didengarnya dan menulis atas apa yang dibacanya. KaÂlau sejak dini hanya membaca saja tanpa pemahanan maka dia tidak bisa ‘menulis’ dalam hal ini bukan menulis di atas kertas ya,†ujar Ella.
Menurutnya saat ini Kemendikbud sedang membuat poster-poster berisi imÂbauan tentang hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam pengajaran balita di tingkat PAUD. Poster itu memuat tentang kurikulum prakeaksaraan, pengelolaan pembelajaran, perilaku guru dan orang tua.
Senada dengan Ella, Ketua Umum HimÂpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (HIMPAUDI) Prof Netty HerÂawati mengatakan, balita boleh diajarkan membaca dan menghitung asalkan sesuai dengan tahapannya.
“Belajar membaca itu kan ada tahapanÂnya. Kalau di PAUD itu mengenal kata-kata dengan metode bermain yang menyenangÂkan anak,†ucap Netty.
Jadi jika ditanya apakah di PAUD boleh belajar membaca, jawabnnya boleh. Hanya saja yang perlu ditinjua kembali metode tahapan belajar membacanya, harus mengÂgunakan metode bermain bukan mengguÂnakan belajar seperti di kelas. “Yang perlu dipahami bukan belajar calistungnya yang nggak boleh, tapi cara yang diajarkan haÂrus sesuai dengan tahapannya dan metode yang digunakan menyenangkan anak denÂgan bermain,†tandasnya.
Terpisah, Kadisdik Kota Bogor, Edgar Suratman, mengatakan, aturan main baru yang diterapkan Kemendikbud ini akan disosialisasikan ke seluruh PAUD dan TK di Kota Bogor. “Saat ini baru ada dua TK dan 16 PAUD. Nanti kami akan gelar sosialisasi ke semua pengrus dan guru TK dan PAUD. Kalau saat ini yang berlaku memang, masih banyak TK atau PAUD yang mengajarkan baca hitung,†kata dia, kemarin.
(Yuska Apitya Aji)