JAKARTA, TODAY — Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan regulasi baru unÂtuk memperketat standarisasi hortikultura imÂpor yang masuk ke Indonesia, yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor 4 Tahun 2015 (PerÂmentan 4/2015).
Permentan 4/2015 mewajibkan setiap produk hortikultura impor yang masuk ke Indonesia untuk diperiksa lebih dulu di laboÂraturium yang telah diaudit oleh Badan KaranÂtina Kementerian Pertanian Indonesia. LaboÂraturim di negara asal hortikultura harus lulus audit Badan Karantina.
Bila laboraturium di negara asal produk hortikultura tidak memenuhi syarat yang ditetapkan Badan Karantina, maka negara tersebut tak bisa mengekspor produk hortikulÂturanya ke Indonesia. Aturan ini akan resmi diberlakukan pada 17 Februari 2016.
“Kita mulai melaksanakan PerÂmentan 4/2015 tentang pemberlakuan registrasi laboraturium di negara asal atau negara pengekspor produk hortiÂkultura, pangan segar asal tumbuhan, ke Indonesia. Mulai 2016, negara yang lab-nya tidak lulus audit dari IndoneÂsia tidak bisa ekspor ke Indonesia. Ini berlaku 17 Februari 2016,†papar KeÂpala Badan Karantina, Banun Harpini, dalam konferensi pers di Kementan, Jakarta, Rabu (30/12/2015).
Untuk mendapatkan akses masuk ke Indonesia, negara pengekspor horÂtikultura harus mendaftarkan diri agar laboratoriumya diaudit oleh IndoneÂsia. Sampai saat ini sudah 11 negara yang mendaftarkan diri, antara lain Belanda, Prancis, China, Thailand, Brasil, Filipina, Mesir, Afrika Selatan, Rusia, Jepang.
Dia menegaskan bahwa Indonesia telah mensosialisasikan aturan ini sejak sekarang. Setiap negara yang mengekÂspor hortikultura ke Indonesia sudah diberi masa transisi selama 1 tahun. Karena itu, tidak akan ada dispensasi lagi ketika aturan ini diterapkan pada 17 Februari 2016, negara lain tak boleh protes. “Ada masa transisi 1 tahun, kita sudah posting ke mereka, kalau ada negara yang tidak setuju, harusnya protes sejak lama,†kata dia.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dimulai pada 1 Januari 2016 atau 2 hari lagi. Untuk menghadapi MEA, Badan Karantina Kementerian PertaÂnian (Kementan) telah melakukan berÂbagai persiapan agar dapat menjaga Indonesia dari serbuan produk-produk pertanian impor berkualitas rendah dan membahayakan.
Untuk memperketat pengawasan di perbatasan, Badan Karantina telah menggandeng TNI Angkatan Darat unÂtuk pengawasan daerah perbatasan di darat dan TNI Angkatan Laut untuk penjagaan perbatasan di laut. “Kita menghadapi MEA, kita ketahui wilayah kita sangat luas, perbatasan juga sangat luas, kami sudah tanda tangan MoU dengan TNI AD khusus perbatasan daÂrat, dengan TNI AL untuk perbatasan laut,†kata Banun.
Badan Karantina juga lebih memÂperhatikan lagi daerah-daerah yang selama ini menjadi pintu masuk bagi produk-produk pertanian ilegal dari luar negeri. “Kita memperketat penÂgawasan produk ilegal di perbatasan di UPT Sumatra, Batam, Tanjung Balai Karimun, Kalimantan Barat,†ucapnya.
Banun menambahkan, telah siap mengimplementasikan standar SPS dan Minimum Recidu Limit (MRL) ASEÂAN di era MEA ini bagi produk-produk pangan yang keluar masuk Indonesia. “Standar SPS siap diimplementasikan Badan Karantina. Standar Minimum Recidu Limit ASEAN juga,†tandasnya.
Tak hanya memperketat produk pertanian impor yang masuk ke IndoÂnesia, Badan Karantina juga berupaya mempermudah masuknya produk perÂtanian asal Indonesia ke negara lain.
Untuk mendorong ekspor ini, Badan Karantina meneken kerjasama Mutual Recognizion Agreement (MRA) dengan negara-negara ASEAN sehingga produk pertanian asal Indonesia yang sudah lolos pemeriksaan karantina di Indonesia dapat melenggang masuk ke negara-negara ASEAN. “Kita lakukan penerapan MRA SPS dengan sesama negara mitra di ASEAN untuk mendoÂrong ekspor,†tutur Banun.
Dirinya optimis dengan langkah-langkah tersebut dapat membantu produk pertanian asal Indonesia bisa memenangkan persaingan di ASEAN ketika MEA dimulai. “Kita harus optiÂmis, banyak komoditas perkebunan kita peringkat 1 di dunia. Kita harus jadi basis produksi, basis industri, buÂkan hanya jadi pasar,†tutupnya.
(Yuska Apitya/dtk)