BOGOR, Today – Kerbau diperkiÂrakan akan punah dalam kurun 15-20 tahun kedepan. Data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), populasi kerbau mengalÂami penurunan hingga satu juta ekor hanya dalam tiga tahun.
Hal itu diungkapkan, Guru Besar Fakultas Kedokteran HeÂwan IPB, Prof Iman Supriatna jika penuruan populasi terus terjadi, maka pada tahun 2031, kerbau sudah tidak bisa diÂjumpaimoleh manusia.
“Jika kita ekstrapolasikan data dari BPS, maka pada tahun 2031 populasi ternak kerÂbau mendekati zero, istilah lainnya punah. Anak cucu kita tidak akan melihat kerbau lagi,†kata Prof Iman di Bogor, Selasa (8/31/2015).
Ia menjelaskan, konsumsi daging di Amerika paling tinggi yakni 120,2 kilogram per kapita per tahun, Indonesia hanya 11,6 kg per kapita per tahun. Rasio ternak yang dimiliki per penÂduduk tertinggi diraih Australia yakni 1,2 dan Indonesia 0,065. Artinya, seribu penduduk IndoÂnesia hanya punya 65 ekor sapi.
Sejak 2011 hingga 2013 terÂjadi penurunan populasi sapi potong hingga 2,5 juta ekor dan ternak kerbau sebesar satu juta ekor. “Namun situasi ini dapat kita cegah dengan memanfaatÂkan ilmu pengetahuan untuk membantu mengembangkan populasi hewan ternak kerbau maupun sapi potong,†katanya.
Upaya mengembalikan popÂulasi hewan ternak dapat diÂlakukan karena Indonesia meÂmiliki bioteknologi reproduksi. Teknologi tersebut adalah InÂseminasi Buatan (IB), transfer embrio (TE), in vitro fertilizer (IVF) dan transgenik (masih skala penelitian).
IB untuk program pemulia-biakkan ternak memanfaatkan gen unggul. Semen atau mani disimpan dan diaplikasikan saat sapi kerbau sedang birahi. “Teknologi ini untuk meningÂkatkan kapasitas pejantan ungÂgul,†katanya.
Menurutnya, pejantan alami hanya bisa memberikan anak 80 ekor per tahun. Dengan IB, satu pejantan bisa memberikan 10 ribu hingga 25 ribu dosis seÂmen. Dari angka tersebut, akan dihasilkan 13 ribu pedet pejanÂtan unggul. “Untuk mendapatÂkan pejantan unggul, diperluÂkan enam generasi atau sekitar 25 tahun,†katanya.
Saat ini Balai Inseminasi BuaÂtan memiliki 25 juta dosis semen sapi dan kerbau sebanyak 100 ribu dosis semen. Namun, perlu ada evaluasi kualitas terhadap IB. “Program ini sangat potenÂsial, tetapi jika pengelolaan tidak terkendali akan menyebabkan inbreeding depression,†pungÂkasnya.
(Yuska)