bahagia-foto2Oleh: Bahagia, SP., MSc. Penulis sedang S3 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan dosen Tetap Universitas Ibn Khaldun Bogor

Hemat termasuk bagian dari Iman. Orang yang boros masih belajar menjadi manusia yang beriman. Persepsi boros selalu tertuju kepada seseorang yang tidak menggunakan uangnya dengan baik. Cenderung uangnya habis buat hal-hal yang tidak penting. Orang yang boros juga dekat dengan kemiskinan. Jika ia mempergunakan uangnya dengan baik kemudian berhemat maka termasuk orang yang perilaku baik. Perangai hemat semacam ini belum komprehensif. Boros haruslah dimaknai lebih luas. Termasuk apakah orang tadi boros sumberdaya alam atau tidak.

Hemat dipersepsikan sebagai pangkal untuk menjadi manusia yang kaya. Hemat sumberdaya alam termasuk bagian perilaku menghindari perilaku serakah. Kita terhindari dari kemiskinan energi. Kita dikatakan serakah kalau kita mengambil energi terlalu banyak kemudian menyisakan polusi dialam semesta. Orang lain yang pakai energi sedikit tetapi harus dapat imbas karena efek dari perilaku boros energi. Kelangkaan energi bisa terjadi tetapi tidak semua orang yang berperan untuk membuat energi jadi langka.

Hanya beberapa orang yang dikatakan boros energi namun bencana ekologisnya berdampak kepada semua. Misalkan, penggunaan bahan bakar minyak yang terlalu banyak. Penggunaan bahan bakar tadi tampak tidak ada imbasnya. Kalau kita pahami lagi, makin banyak emisi yang terbuang ke udara maka membuat udara makin tak sehat. Orang lain yang tidak pakai juga terdampak akibat perangai boros energi.

Dampak secara ekologis berimbas kepada orang lain yang tidak boros energi. Padahal agama sudah dipelajarinya agar berperilaku hemat. Hemat tadi tak pula terjawentah pada diri. Padahal sudah berapa kali ceramah hemat pangkal kaya diberikan kepadanya. Banyak pula ustadz-ustadz yang ceramah untuk melarang agar jangan berperilaku boros. Apalagi larangan untuk merampas hak orang lain.

Kita termasuk manusia yang boros kalau masih menghidupkan televisi hingga pagi. Menghidupkan televisi namun tidak ditonton juga termasuk perilaku boros energi. Tentu banyak sekali orang masih boros energi. Bersamaan dengan itu, penggunaan energi untuk pendingin bumi juga makin boros. Penggunaan itu akan diperburuk lagi karena kawasan urban pada tanah air sudah sangat panas. Suhunya sudah mulai tinggi dan manusia mulai tak lagi nyaman untuk beraktivitas.

Kawasan urban jadi panas tidak lain karena manusia terlalu serakah akan lahan. Lahan yang sisanya sedikit tidak dipergunakan secara optimal. Lebih memilih untuk membangun mall yang tinggi dan lebih tinggi lagi dari pepohonan yang paling tinggi. Jalan-jalan raya minim vegetasi kalaupun ada tidak sebanding dengan lebar dan panjang jalan. Padatnya penduduk juga membuat panasnya bumi makin meningkat. Kalau makin banyak lagi manusia maka makin meningkat lagi panasnya.

Satu sisi manusia juga butuh kenyamanan untuk hidup dan tinggal dalam kedamaian. Setiap orang yang punya kantor dan begitu sampai dikantor langsung menghidupkan pendingan ruangan. Nampak manusia sudah diperbudak dengan teknologi. Baru saja keluar dari bus, cepat-cepat masuk ke kantor dan menghidupkan pendingin ruangan. Paling tidak menghidupkan kipas bagi kantornya yang tidak punya AC. Saat rapat kerja juga menghidupkan AC.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Apa saja aktivitas dikantor harus bersama dengan AC. Kita bisa membayangkan betapa banyaknya penggunaan AC diperkotaan dibandingkan dengan perdesaan. Penggunaan AC tadi juga terus semakin sering pada saat keadaan iklim tak bersahabat. Melihat kenyataan kondisi ekologis kini maka dipastikan bumi semakin panas meskipun tidak akan lebih dari standar suhu yang paling tinggi.

Dengan suhu rata-rata 36-39OC saja, hidup terasa tidak lagi nyaman. Manusia merasa tidak nyaman untuk berpikir. Gelisah dan banyak keringat yang bercucuran. Kalau kita lihat lagi kini maka tidak bisa dipungkiri kalau penggunaan AC ini tidak lagi bisa dihentikan. Hampir setiap ruang pergurun tinggi kita menggunakan AC untuk pendingin ruangan. Hampir sekolah-sekolah kita dari tingkat dasar hingga tingkat SLTA pakai AC. Setiap ruangan menggunakan AC.

Ditambah lagi dengan ruang-ruang perkantoran yang nasibnya juga sama. Banyaknya penggunaan AC tadi dipastikan mengkonsumsi energi sangat tinggi. Energi listrik banyak yang dikonsumsi dari penggunaan AC tadi. Makin rendah derajat suhu yang digunakan makin tinggi energi yang diserap oleh AC. BPS telah mencatat bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar sangat tak mau hidupnya kepanasan. Namun tak mau juga membuat bumi makin sejuk. Ia tak mau pula hemat energi.

Pada tahun 2014, masyarakat perkotaan kadang-kadang menghidupan AC  dibawah 240C sekitar 47,55 persen. Kategori sering sekitar 23,39 persen. Sedangkan yang tidak pernah justru sedikit yaitu sekitar 29,06 persen. Sedangkan dipedesaan, kategori kadang-kdang sekitar 49,06 persen. Kategori sering sekitar 21,1. Kategori tidak pernah sekitar 29,06 persen. Dari kenyataan ini nampaknya penduduk di Indoensia belum sadar-sadar juga dengan efek buruk dari AC yang sedang ia nyalakan.

Sisi yang lain dengan cara menghidupkannya kategori dibawah suhu standar AC maka banyak energi yang terserap. Bahkan energi itu mubazir karena tidak dirasakan efek positif energi yang terserap dari menghidupkan AC dibawah suhu rata-rata. Hal ini juga memberikan gambarana kepada kita bagaimana perilaku konsumtif umat negeri ini akan barang-barang elektronik. Disini dua energi secara langsung kita buang-buang hasilnya.

Kita boros energi listrik karena setiap saat barang-barang elektronik kita bertambah banyak. Untuk menghasilkan energi listrik masih menggunakan bahan bakar minyak. Bahan bakar minyak kita semakin sulit dan langka. Suatu saat kita juga sulit untuk dapat energi listrik. Sampai kini kita masih bergantung sepenuhnya kepada energi bahan bakar minyak dan gas. Minyak dihasilkan dari proses pelapukan bahan orgnik yang sangat lama.

Bahan bakar minyak banyak kita gunakan maka tidak sebanding dengan proses pelapukan untuk menghasilkan energi. Bahan organik belum lapuk dalam tanah namun energi yang tersedia sudah makin menipis. Kita garuk terus menerus minyak dari dalam bumi sampai minyak tadi habis. Bencana ekologis juga tak berhenti dari situ. Bagian bumi yang digali akan jadi berlubang dibagian bawah tanah. Suatu saat akan terjadi amblesan tanah untuk menutupi bagian yang digali.

BACA JUGA :  SAHUR OF THE ROAD RAWAN DENGAN TAWURAN PELAJAR

Emisi untuk menghasilkan bahan bakar minyak juga tak terbendung. Satu sisi kita kaya dengan sumber-sumber energi lain. Kita masih punya angin yang berhembus. Potensi energi ini belum dimanfaatkan secara masal. Kita juga masih punya energi yang berasal dari sinar matahari. Hingga kini panas sinar matahari belum dipergunakan secara masal untuk masyarakat. Energi matahari tadi hanya sebatas untuk menjemur baju.

Bentar lagi hal itupun tak lagi dilakukan. Semua menggunakan mesin pengering. Bertambah lagi emisi yang kita hasilkan. Makin panas bumi ini. Tumbuh-tumbuhan juga banyak pada negeri kita, briket dari tempurung kelapa salah satu energi yang bisa digunakan. Sementara masih banyak tumbuh-tumbuhan lain yang bisa dipergunakan untuk sumber energi. Termasuk penggunaan buah jarak.

Negeri kita juga kaya dengan sumber-sumber panas bumi lain. Hanya saja potensi tadi belum bisa dimanfaatkan optimal. Inovasi dan dukungan pemerintah harus maksimal untuk memanfaatkan semua sumber energi alam tadi. Kini kita sudah menggunakan gas berganti dari minyak tanah. Pencapaian itu harus kita berikan acungan jempol. Dulu kita masih repot untuk mencari minyak tanah sebagai energi untuk memasak setiap hari.

Inovasi seperti ini sebagai cara untuk memperkecil kemungkinan peningkatan gas emisi dialam semesta. Memperkecil kemungkinan kerusakan ekologis akibat rusaknya geo ekositem bumi. Untuk itu, kedepannya kita harus menghasilkan kreativas energi. Anak-anak bangsa harus berani berkarya untuk merubah angin sebagai penggerak energi listrik. Sinar matahari untuk pembangkit listrik.

Mengingat negeri kita termasuk negeri dengan penyinaran yang paling lama dalam satu hari. Kita juga tidak pernah mengalami musim salju atau musim lain yang menghambat pancaran sinar matahari. Disini pemerintah harus mendorong anak bangsa untuk menghasilkannya. Berikan fasilitas dan berikan dukungan materi. Hasilnya pasarkan kepada masyarakat sebagai energi utama. Lakukan percobaan pada suatu daerah.

Jika percobaannya berhasil maka lakukan terus pada daerah yang lain. Dengan cara itu maka masyarakat tidak terus bergantung kepada energi listrik yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar minyak. Energi semacam ini yang kita tunggu-tunggu sebagai masyarakat. Harganya lebih murah dan setiap saat sinar matari tidak akan padam-padam sehingga tidak mungkin kita kelangkaan sinar matahari.

Emisi yang kita hasilkan juga semakin berkurang karena tidak banyak pembakaran dari proses menghasilkan energi listrik. Hanya saja emisi itu tetap ada dari panasnya lampu-lampu kita. Untuk itu kita harus memperbanyak ruang terbuka hijau. Kita harus menguji coba berapa luasan hijau yang bisa digunakan untuk menetralkan gas emisi akibat peningkatan suhu. Jika kita sudah temukan maka negeri ini bisa zero emisi.

 

 

============================================================
============================================================
============================================================