PYONGYANG TODAY – Pe­mimpin Korea Utara, Kim Jong Un, menyatakan negaranya ti­dak akan menggunakan senjata nuklir kecuali kedaulatannya di­langgar oleh negara lain dengan senjata nuklir. Kim juga men­gaku bersedia untuk menormal­kan hubungan dengan berbagai negara yang mengecam program nuklirnya.

Pemimpin negara yang ter­isolasi itu sebelumnya kerap me­luncurkan pernyataan serupa, meski juga sering mengancam akan menyerang Amerika Seri­kat dan Korea Selatan. Kim juga lantang menentang resolusi PBB dan berambisi mengembangkan program senjata nuklir. “Korea Utara akan setia akan memenuhi kewajibannya untuk menjalank­an program non-proliferasi dan berusaha untuk melakukan de­nuklirisasi global,” kata Kim dalam laporan kepada kongres Partai Pekerja yang berkuasa pada Minggu (8/5), dikutip dari kantor berita KCNA.

Surat kabar milik pemerintah Korut, Rodong Sinmun, pada Minggu (8/5) melaporkan bahwa Kim juga menetapkan sebuah rencana berjangka lima tahun untuk meningkatkan pertumbu­han ekonomi dan menekankan kebutuhan untuk meningkatkan pasokan listrik Korea Utara.

Kongres Partai Pekerja (WPK) yang pertama dalam 36 tahun terakhir dimulai sejak Ju­mat (6/5) yang dipredikasi akan menjadi ajang bagi Kim Jong-un untuk memperkuat kekuasaan­nya dan mengadopsi kebijakan byongjin gagasannya.

Byongjin sendiri berarti “tekanan berkelanjutan” yang dalam hal ini maksudnya adalah untuk pembangunan eko­nomi dan kemampuan nuklir. Byongjin merupakan kelanju­tan dari kebijakan Songun atau keutamaan militer yang diusung oleh Kim Jong-il. Songun pun merupakan tindak lanjut dari kebijakan Juche, ideologi funda­mental Korut yang menggabung­kan Marxisme dan nasionalisme ekstrem.

Berlandaskan campuran ide­ologi tersebut, Kim Jong-un di­anggap dapat membawa sedikit perubahan di Korut. Ia menum­buhkan ekonomi pasar informal meskipun belum diadopsi seb­agai kebijakan resmi pemerin­tah.

Meski bersumpah akan me­ningkatkan pertumbuhan eko­nomi, Kim tidak secara gam­blang memaparkan rincian rencananya. Pakar kepemimpi­nan Korea Utara, Michael Mad­den, menilai langkah Kim untuk menetapkan rencana ekonomi merupakan kemajuan dari kepe­mimpinan ayahnya, Kim Jong-il. “Berbeda sekali dengan ayahnya, dia mengambil tanggung jawab untuk ekonomi dan pembangu­nan sebagai pencetus kebijakan publik. Ayahnya tidak pernah melakukan tanggung jawab itu,” kata Madden.

Pada Sabtu (7/5) malam, televisi milik pemerintah Korea Utara menunjukkan video ketika Kim tengah memimpin kongres yang dilaporkan dihadiri oleh 3.467 delegasi. “Sebagai negara dengan senjata nuklir yang ber­tanggung jawab, Republik kita tidak akan menggunakan sen­jata nuklir kecuali kedaulatannya diganggu oleh pasukan musuh yang agresif dengan nuklir,” kata Kim berdasarkan pernyataan dari KCNA pada hari kedua kon­gres.

“WPK dan pemerintah DPRK akan meningkatkan dan menor­malkan hubungan dengan nega­ra-negara yang menghormati ke­daulatan DPRK dan beraa di arah itu, meskipun mereka memusuhi kami di masa lalu,” bunyi per­nyataan dari KCNA.

DPRK merupakan singka­tan nama resmi Korut, Republik Rakyat Demokratik Korea. Kim, 33, juga menyerukan hubungan yang membaik dengan rival uta­manya, Korea Selatan, dengan menghapus kesalahpahaman dan ketidakpercayaan. Kim juga kerap kali melontarkan per­nyataan serupa di masa lalu, yang kemudian disusul dengan perundingan pejabat antar Ko­rea, namun tak pernah meng­hasilkan kemajuan yang berarti.

Secara teknis, kedua Korea masih berperang karena perang periode 1950-1953 berakhir den­gan gencatan senjata, bukan per­janjian damai. Hubungan kedua Korea terus memburuk sejak uji coba nuklir Korut pada Januari lalu.

(Yuska Apitya/net)

============================================================
============================================================
============================================================