NERACA Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan pada triwulan I 2016 mengalami defisit USD 0,3 miliar sejalan dengan surplus transaksi modal dan finansial yang lebih rendah. Adapun transaksi berjalan pada triwulan I 2016 mengalami defisit, sekalipun angkanya menurun (nilai defisit pada triwulan IV 2015 mencapai 2,4% dari PDB menjadi 2,1% dari PDB pada triwulan I 2016), hal ini karena didorong oleh meningkatnya surplus Neraca Perdagangan dimana pada akhir April 2016 mencatat surplus USD 0,67 miliar (BPS 2016).
Oleh: Dr. M. Fauzi Sutopo
Sekretaris PD Muhammadiyah Kota Bogor, Konsultan,
Dosen Pascasarjana IPB, Unsoed dan UNB
Keragaan ekonomi globÂal pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh lebih lambat, karena a) pemulihan ekonomi AS masih belum solid diindikasikan oleh melemahnya konsumsi dan beberapa indikator ketenagakerÂjaan serta masih rendahnya inflasi. Hal ini akan mendorong The Fed untuk hati-hati dalam melakukan penyesuaian Fed Fund Rate (FFR), sementara itu b) pertumbuhan ekonomi Eropa masih terbatas dan dibayangi keluarnya Inggris dari UE (Brexit) melalui referendum pada 23 Juni 2016 mendatang unÂtuk tetap atau keluar dari UE; dan c) Jepang masih terus tertekan, diÂmana konsumsi belum mengalami pebaikan, tercermin dari konsumsi RT (rumah tangga) yang melamÂbat; namun d) ekonomi Tiongkok mulai membaik, sekalipun masih beresiko yang ditopang oleh sektor konstruksi dan real estate, dan e) di pasar komoditas, harga minyak dunia diperkirakan tetap rendah, akibat tingginya pasokan di tengah permintaan yang masih melemah, sementara itu, f ) beberapa komoÂditas ekspor Indonesia harganya mulai tinggi dan membaik, seperti CPO, Timah, dan Karet. Kinerja ekspor secara keseluruhan menÂgalami perbaikan meskipun maÂsih mengalami kontraksi; dimana perbaikan tersebut didukung oleh ekspor beberapa komoditas yang mulai membaik.
Kinerja Makroekonomi PemerÂintah Jokowi – JK
Pertumbuhan ekonomi doÂmestik pada triwulan I 2016 lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yang diseÂbabkan oleh pengaruh pola musiÂman belanja pemerintah di awal tahun yang masih relatif terbatas; sementara itu konsumsi RT masih tumbuh cukup kuat, didukung oleh perkembangan harga yang terjaga, dimana hal ini tejadi karena didorong oleh kenaikan konsumsi non makanan. Dari sisi investasi swasta masih terbatas di tengah akselerasi pengeluaran belanja modal pemerintah. InÂvestasi non bangunan mencatat kontraksi dibandingkan dengan pertumbuhan positif pada triwuÂlan sebelumnya, sementara inÂvestasi bangunan tumbuh sedikit melambat (triwulan I 2015 tumÂbuh 4,73% dan triwulan IV 2015 tumbuh 5,04% sedangkan triwuÂlan I 2016 tumbuh 4,92%).
Neraca Pembayaran IndoÂnesia (NPI) secara keseluruhan pada triwulan I 2016 mengalami defisit USD 0,3 miliar sejalan dengan surplus transaksi modal dan finansial yang lebih rendah. AdaÂpun transaksi berjalan pada triÂwulan I 2016 mengalami defisit, sekalipun angkanya menurun (niÂlai defisit pada triwulan IV 2015 mencapai 2,4% dari PDB menÂjadi 2,1% dari PDB pada triwulan I 2016), hal ini karena didorong oleh meningkatnya surplus NeraÂca Perdagangan dimana pada akhir April 2016 mencatat surÂplus USD 0,67 miliar (BPS 2016).
Pada kondisi transaksi modal dan finansial (TMF) pada triwuÂlan I 2016 mencatat surplus USD 4,2 miliar, seiring dengan berÂlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di negara-negara maju dan membaiknya prospek ekonoÂmi domestik. Surplus TMF teruÂtama ditopang oleh aliran masuk modal investasi portofolio dan investasi langsung. Sementara itu cadangan devisa pada akhir April 2016 sebesar USD 107,7 milÂiar, cukup untuk membiayai 8,1 bulan impor atau 7,8 bulan impor plus pembayaran utang LN (luar negeri) Pemerintah (masih diatas acuan standar Kecukupan InterÂnasional, sekitar 3 bulan impor).
Sisi stabilitas nilai tukar ruÂpiah tetap terjaga dimana selaÂma triwulan I 2016 secara point to point (ptp) menguat sebesar 3,96% dan mencapai level Rp 13.260 per dollar AS. Penguatan terus berlanjut hingga April 2016 sebesar 0,55% (ptp) dan ditutup pada level Rp 13.188 per dollar AS. Hal ini dapat dipengaruhi oleh dua sisi, yaitu sisi eksternal, meredanya risiko di pasar keuanÂgan global terkait kenaikan FFR dan berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter di beberapa negara maju; sedangkan dari sisi internal atau domestik adanya persepsi positif terhadap perekoÂnomian Indonesia akibat terjaÂganya stabilitas makroekonomi dan optimisme terhadap pertumÂbuhan ekonomi ke depan. Hal ini sejalan dengan penurunan BI Rate dan paket kebijakan pemerÂintah untuk memperbaiki iklim investasi, serta percepatan imÂplementasi proyek-proyek infraÂstruktur, selain itu, juga ditopang oleh pasokan valas korporasi doÂmestik yang berorientasi ekspor.