056413500_1457611778-20160310_132128JAKARTA, Today – Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016 hadir dengan segala terobosan baru dalam hal regulasi. Salah satu yang jadi per­hatian adalah penerapan sistem bud­geting cap.

Setiap klub peserta ISC A wajib menghabiskan minimal Rp5 miliar untuk perekrutan pemain dalam satu musim, dan dibatasi pada angka Rp10 miliar untuk total nilai kontrak pemain yang direkrut dalam tim.

Gelora Trisula Semesta selaku regulator pun bakal serius mengawasi klub dalam menaati aturan ini. Bah­kan, publik bisa ikut memantau nilai skuat dalam setiap tim karena nilai kontrak pemain bakal dipublikasikan.

“Regulasi yang kita lakukan tidak bisa berdiri sendiri dalam konteks pertandingan, tapi beriringan den­gan mekanisme kestabilan akutansi. Makanya klub punya kewajiban menggandeng audit eksternal,” buka Joko Driyono selaku direktur utama GTS dalam acara bincang PSSI Pers, Kamis (10/3).

“Klub wajib memberikan laporan secara online, yang nantinya akan ada laporan kepada publik. Semua orang akan tahu berapa nilai pemain itu, semua akan ada datanya pada saat melakukan registrasi,” sambung pria yang pernah menjabat sebagai sekjend PSSI itu.

Akan ada sanksi berat jika klub coba memanipulasi laporan nilai kontrak pemain. Atau, melakukan kesepakatan ‘kolong meja’ dengan pemain perihal nilai kontrak. Joko menyebut, sanksi itu bisa meng­hilangkan hak klub pelanggar untuk berkompetisi.

BACA JUGA :  Nathan Tjoe-A-On Dipastikan Perkuat Indonesia di Piala Asia U-23

“Sanksi tersebut sangat serius dan akan ditangani oleh komisi dis­iplin. Salah satu contoh sanksi yang terberat adalah pencabutan hak komersialnya atau kehilangan hak berkompetisi,” tegas Joko.

Nilai Komersial ISC Capai Rp300 Miliar

Turnamen jangka panjang berta­juk Indonesia Soccer Championship (ISC) siap digelar PT Gelora Trisula Semesta (GTS) pada tahun ini. Event itu rencananya bakal digelar pada periode April-November 2016.

Untuk pelaksanaannya, PT GTS membaginya dalam dua kasta. Kasta pertama yang dilabeli ISC A, diikuti 18 klub yang sebelumnya berkiprah di Indonesia Super League (ISL). Se­mentara kasta kedua yang disebut ISC B, akan diikuti 59 klub yang tadinya berkiprah di kompetisi Divisi Utama.

Yang menarik adalah, nilai subsi­di yang diberikan kepada setiap klub di ISC A atau biasa disebut kontribusi komersial mencapai Rp5 miliar. Itu belum ditambah pendapatan yang akan diterima klub dari rating televi­si. Jumlah ini naik dua kali lipat dari subsidi yang diberikan terhadap klub pada kompetisi ISL 2015, yang berni­lai Rp2,5 miliar.

BACA JUGA :  Jadwal Pertandingan Lengkap Timnas Indonesia di Piala Asia U-23 2024

Tentunya, pemberian subsidi itu tak terlepas dari pendapatan komer­sial yang akan diterima oleh PT GTS. Artinya, nilai komersial ISC lebih tinggi dibandingkan ISL 2015, yang terhenti lantaran kisruh PSSI dan Kemenpora.

Direktur utama PT GTS, Joko Driyono, mengakui proyeksi nilai komersial ISC memang naik signifi­kan. “Kalau saat ISL tahun lalu nilai komersialnya mencapai Rp150 mili­ar, di ISC naik dua kali lipatnya atau Rp300 miliar. Bahkan, kalau dalam kondisi normal, itu bisa ke angka Rp400-500 miliar,” kata Joko Dri­yono, di sela-sela diskusi PSSI Pers bertajuk “Plus Minus Penerapan Bud­geting Cap Pada Sepakbola Nasional” di Jakarta, Kamis (10/3).

“Kalau soal revenue pasti yang di­dapatnya seperti apa, silakan teman-teman menghitung sendiri. Yang pasti, sepakbola ternyata tidak pernah mengendur semangatnya dari part­ner. Mungkin karena kondisi seperti ini, ada kerinduan, atau posisinya san­gat ditunggu (ISC atau kompetisi ber­gulir lagi),” tambah pria asal Ngawi itu.

Di samping itu, Joko menuturkan pihaknya juga memiliki semangat un­tuk bersaing dengan kompetisi neg­ara tetangga yang nilai komersialnya sudah lebih tinggi dari Indonesia. Contohnya, Malaysia dan Thailand.

(Imam/net)

============================================================
============================================================
============================================================