JAKARTA, Today – Indonesia Soccer Championship (ISC) A 2016 hadir dengan segala terobosan baru dalam hal regulasi. Salah satu yang jadi perÂhatian adalah penerapan sistem budÂgeting cap.
Setiap klub peserta ISC A wajib menghabiskan minimal Rp5 miliar untuk perekrutan pemain dalam satu musim, dan dibatasi pada angka Rp10 miliar untuk total nilai kontrak pemain yang direkrut dalam tim.
Gelora Trisula Semesta selaku regulator pun bakal serius mengawasi klub dalam menaati aturan ini. BahÂkan, publik bisa ikut memantau nilai skuat dalam setiap tim karena nilai kontrak pemain bakal dipublikasikan.
“Regulasi yang kita lakukan tidak bisa berdiri sendiri dalam konteks pertandingan, tapi beriringan denÂgan mekanisme kestabilan akutansi. Makanya klub punya kewajiban menggandeng audit eksternal,” buka Joko Driyono selaku direktur utama GTS dalam acara bincang PSSI Pers, Kamis (10/3).
“Klub wajib memberikan laporan secara online, yang nantinya akan ada laporan kepada publik. Semua orang akan tahu berapa nilai pemain itu, semua akan ada datanya pada saat melakukan registrasi,” sambung pria yang pernah menjabat sebagai sekjend PSSI itu.
Akan ada sanksi berat jika klub coba memanipulasi laporan nilai kontrak pemain. Atau, melakukan kesepakatan ‘kolong meja’ dengan pemain perihal nilai kontrak. Joko menyebut, sanksi itu bisa mengÂhilangkan hak klub pelanggar untuk berkompetisi.
“Sanksi tersebut sangat serius dan akan ditangani oleh komisi disÂiplin. Salah satu contoh sanksi yang terberat adalah pencabutan hak komersialnya atau kehilangan hak berkompetisi,” tegas Joko.
Nilai Komersial ISC Capai Rp300 Miliar
Turnamen jangka panjang bertaÂjuk Indonesia Soccer Championship (ISC) siap digelar PT Gelora Trisula Semesta (GTS) pada tahun ini. Event itu rencananya bakal digelar pada periode April-November 2016.
Untuk pelaksanaannya, PT GTS membaginya dalam dua kasta. Kasta pertama yang dilabeli ISC A, diikuti 18 klub yang sebelumnya berkiprah di Indonesia Super League (ISL). SeÂmentara kasta kedua yang disebut ISC B, akan diikuti 59 klub yang tadinya berkiprah di kompetisi Divisi Utama.
Yang menarik adalah, nilai subsiÂdi yang diberikan kepada setiap klub di ISC A atau biasa disebut kontribusi komersial mencapai Rp5 miliar. Itu belum ditambah pendapatan yang akan diterima klub dari rating televiÂsi. Jumlah ini naik dua kali lipat dari subsidi yang diberikan terhadap klub pada kompetisi ISL 2015, yang berniÂlai Rp2,5 miliar.
Tentunya, pemberian subsidi itu tak terlepas dari pendapatan komerÂsial yang akan diterima oleh PT GTS. Artinya, nilai komersial ISC lebih tinggi dibandingkan ISL 2015, yang terhenti lantaran kisruh PSSI dan Kemenpora.
Direktur utama PT GTS, Joko Driyono, mengakui proyeksi nilai komersial ISC memang naik signifiÂkan. “Kalau saat ISL tahun lalu nilai komersialnya mencapai Rp150 miliÂar, di ISC naik dua kali lipatnya atau Rp300 miliar. Bahkan, kalau dalam kondisi normal, itu bisa ke angka Rp400-500 miliar,” kata Joko DriÂyono, di sela-sela diskusi PSSI Pers bertajuk “Plus Minus Penerapan BudÂgeting Cap Pada Sepakbola Nasional” di Jakarta, Kamis (10/3).
“Kalau soal revenue pasti yang diÂdapatnya seperti apa, silakan teman-teman menghitung sendiri. Yang pasti, sepakbola ternyata tidak pernah mengendur semangatnya dari partÂner. Mungkin karena kondisi seperti ini, ada kerinduan, atau posisinya sanÂgat ditunggu (ISC atau kompetisi berÂgulir lagi),” tambah pria asal Ngawi itu.
Di samping itu, Joko menuturkan pihaknya juga memiliki semangat unÂtuk bersaing dengan kompetisi negÂara tetangga yang nilai komersialnya sudah lebih tinggi dari Indonesia. Contohnya, Malaysia dan Thailand.
(Imam/net)