BOGOR TODAY – Komnas HAM membela Syiah. Komisi peraduan HAM itu menyoal edaran pelaranÂgan perayaan Asyura yang diterÂbitkan Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto.
Wakil Ketua Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi ManuÂsia (Komnas HAM), Muhammad Imdadun Rahmat, mengecam Walikota Bogor Bima Arya terkait kebijakannya mengeluarkan suÂrat edaran melarang acara perinÂgatan Asyura di Kota Bogor.
Imdadun Rahmat menilai laÂrangan tersebut melanggar prinÂsip kebebasan beragama yang dilindungi oleh konstitusi. “TinÂdakan ini jelas melanggar kebeÂbasan beragama,†ujarnya.
Kata dia, saat ini Komnas HAM sedang menyusun surat protes resmi terhadap Walikota Bogor itu, dengan tuntutan agar WalikoÂta menarik surat edarannya dan mengembalikan hak penganut IsÂlam Syiah untuk beribadat sesuai keyakinan mereka.
Pada kesempatan lain, Wakil Ketua LSM Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan bahwa Bima Arya telah merampas hak warga negara untuk beribaÂdat sesuai kepercayaannya dan juga melanggar hak mereka untuk berkumpul.
Ia menganggap alasan walikoÂta Bogor melarang kegiatan terseÂbut demi menjaga keamanan dan ketertiban sebagai alasan yang mengada-ada. “Alasannya (WaÂlikota Bogor Bima Arya) palsu,†ujarnya.
Ia juga mengkritisi keputusan Bima Arya mendasarkan laranÂgan tersebut atas rekomendasi kalangan-kalangan radikal yang enggan menerima keberadaan komunitas Syiah. “Setiap PemerÂintah Daerah harus melindungi hak-hak warganya. Mereka boleh menerima masukan dari pihak mana saja, tetapi mereka harus menjamin bahwa hak-hak setiap warga dilindungi… Saya menyayÂangkan Bima mengeluarkan surat edaran itu. Sebelum dia menjadi walikota, saya pikir dia seorang demokrat, tetapi dia tidak bertinÂdak layaknya seorang demokrat ketika berkuasa,†lanjutnya.
Di lain hal, Majelis Ulama InÂdonesia, MUI, menyatakan tidak pernah melarang ajaran Syiah di Indonesia, kecuali menghimbau umat Islam agar meningkatkan kewaspadaan tentang kemungkiÂnan beredarnya kelompok Syiah yang ekstrim.
Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi, mengutip, untuk menanggapi suÂrat edaran Wali Kota Bogor pada 22 Oktober lalu yang melarang perayaan Asyura oleh pengaÂnut Syiah di wilayahnya. “DikeÂluarkannya surat MUI pada tahun 2004 bahwa sesungguhnya kita tidak punya posisi untuk menÂgatakan bahwa Syiah itu sesat,†kata Muhyiddin.
Di kalangan penganut Syiah, Asyura merupakan peringatan kematian cucu Nabi MuhamÂmad, Hussein, yang tewas dalam pertempuran pada abad ke-7 di Karbala, Irak. Menurut MuhyÂiddin, MUI pusat hanya mengÂhimbau agar umat Islam meninÂgkatkan kewaspadaan tentang kemungkinan beredarnya kelomÂpok Syiah Ghulat dan Rafidhah yang disebutnya ekstrim. “Dua sekte Syiah (Ghulat dan Rafidhah) ini menurut pandangan mayoriÂtas umat Islam di dunia memang bertentangan dengan Ahlus SunÂnah wal Jamaah, sementara Syiah secara umum, kita mengatakanÂnya sebagai bagian dari Mazhab Islam,†jelas Muhyiddin.
Ia menambahkan, ada kesÂalahpahaman di kalangan sebaÂgian ulama yang memiliki kecendÂerungan menggeneralisasi semua Syiah itu sama.
“Nah ini pemahaman yang perlu diluruskan dan perlu kerja keras, karena beberapa bulan terakhir ada isu kelompok yang memang sengaja menghembusÂkan pertikaian kelompok Syiah dan Sunni di Indonesia,†katanya.
Lanjutnya, tidak ada satu negara di dunia ini yang mengeÂluarkan fatwa kesesatan Syiah. “Seperti diketahui bahwa 15% penduduk Arab Saudi juga penÂganut mazhab Syiah,†tandasnya.
(Guntur Eko|Yuska)