Memulai usaha dengan modal nekat lalu beromset belasan miliar, ternyata bukan cerita kosong. Buktinya ini: Slamet Rianto (41), lulusan D3 Arsitek salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta mengalaminya. ‘’Saya berhenti bekerja dan nekat membangun usaha sendiri dengan modal uang sangat minim,’’ ujar Selamet dalam perbincangan dengan Bogor Today, Senin (9/11/2015)
Oleh : Alfian Mujani
Keputusan Slamet untuk berhenti bekerja dari sebuah perusahaan konÂtraktor besar dan meninggalkan posisi cukup tinggi, bukan hanya nekat tetaÂpi juga sangat berani. Sebab, ternyata dia belum punya perencanaan yang matang unÂtuk memulai usaha sendiri. ‘’Saya hanya punya uang Rp 26 juta, gaji terakhir dari Indoprima, peÂrusahaan tempat saya kerja,’’ ujarnya.
Dengan modal yang tergolong minim itu, SeÂlamet mendirikan perusahaan di bidang kontrakÂtor dan desain sesuai keahlian yang dia miliki. Bersama beberapa teman kuliahnya di Yogyakarta dulu, Slamet mendirikan OXA Progresif. ‘’Uang yang Rp 26 juta itu saya gunakan untuk sewa ruÂangan kecil di daerah Haji Nawi, Jakarta Selatan,’’ kata Slamet mengisahkan awal dia membangun usaha.
Celakanya, perusahaan yang didirikan pada bulan Desember 2009 itu tak berumur panjang. Teman-teman Slamet satu persatu pergi, memilih kembali kerja di perusahaan mapan. ‘’Saya ditingÂgal sendirian, perusahaan juga belum ada omsetÂnya,’’ katanya.
Keinginan yang kuat dan semangat untuk membangun usaha sendiri, membuat Slamet seÂmakin nekat. Setelah ditinggal sendiri oleh teman-temannya, dia mengubah nama OXA Progresif menjadi OXA Line. Dia mengajak seorang teman kuliahnya yang sudah lebih dulu jadi kontraktor. ‘’Saya ingin perusahaan yang saya bangun ini serti garis lurus, lurus jujur, tidak macam-macang,’’ katanya.
Dari temannya tersebut, Slamet dengan benÂdera OXA Line mendapat proyek pertama senilai Rp 400.000.000. Karena ini proyek pemberian, Slamet membagi dua hasil kerjaan ini dengan teÂman pemberi proyek. ‘’Tahun pertama omset usaha saya baru Rp 800.000.000,’’ ujarnya.
Namun di tahun kedua, omset OXA naik menÂjadi menjadi Rp 2,5 miliar. Tahun ketiga naik dua kali lipat menjadi Rp 5 miliar. Namun, jalan usaha Selamet ternyata belum bisa berjalan mulus. ‘’HaÂsil kerja keras tim yang saya bangun, disalahguÂnakan oleh orang kepercayaan saya sendiri. Lagi-lagi saya harus memulai dari titik nadir yang tidak mudah,’’ ujar Selamet.