Untitled-9PENYIDIKAN kasus dugaan mark up pembelian lahan re­lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang diplotting di ka­wasan Jambu Dua, kabarnya sudah dipeti-es-kan. Penyidi­kan kasus ini kabarnya sudah berakhir dengan perdamaian alias tanpa tersangka. Be­narkah?

Sepekan sudah, Kejari Bo­gor tak melakukan aktivitas pe­manggilan terhadap saksi-saksi yang diduga terlibat dalam program mega proyek relokasi PKL dari Jalan MA Salmun. Dua pekan terakhir, Kejari Bo­gor memang merunning pe­manggilan, yakni terhadap se­jumlah pejabat Pemkot Bogor. Sekda Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, Hanafi. Tak ket­inggalan, Ketua DPRD Kota Bo­gor, Untung W Maryono, juga dipanggil ke meja jaksa.

Kasus ini sejatinya sudah berlarut-larut diselidiki. Na­mun, tak ada progres, siapa yang salah? Spekulasi pun ber­munculan di lapangan. Mulai dari adanya main mata oknum Kejari Bogor dengan Pemkot Bogor, hingga penyengajaan mandeknya proses penyelidi­kan.

Delapan bulan sudah, kasus ini diselidiki. Namun, tak ada siapa yang wajib diper­salahkan. Media-media massa yang setiap hari inten memb­uru kabar dan perkembangan terhadap penyelidikan kasus inipun jengah mendapat re­spon dingin yang masif oleh Kejari Bogor. Parahnya, peda­gang yang digusur di MA Sal­mun pun tak jelas nasibnya.

Anggota Komisi B DPRD Kota Bogor, Mahpudi Ismail, sempat meminta kepada Pem­kot Bogor, untuk memberikan izin berjualan di Jalan MA Sal­mun. Dirinya ingin, Pemkot memberikan tempat penam­pungan sementara bagi para pedagang untuk berjualan. Na­mun, ide ini tak diamini pem­kot. “Kalau dirapihkan, pasti akan ada perubahan, untuk se­mentara para pedagang butuh tempat untuk menyambung hidup,” ujaranya.

BACA JUGA :  Punya Nangka Muda di Rumah? Mending Dibuat Ini

Anggota Fraksi Gerindra itu juga mengingatkan, Pem­kot Bogor jika belum mampu menangani para pedagang, se­baiknya PKL MA Salmun ditata ditempat yang sudah ada, agar tidak menciptakan kemiskinan yang baru lagi. “Rapihkan dulu saja, lapak para pedagang” timpalnya.

Jaringan Pengacara Pub­lik ( JPP) menilai kinerja Ke­jari lamban dalam menangani kasus tersebut karena hingga saat ini masih belum berani menetapkan tersangka, dan pihaknya mengaku akan mel­aporkan kasus tersebut ke Ke­jaksaan Agung dan KPK.

Koordinator JPP, M Ha­soloan Sinaga mengatakan, dalam kasus Angkahong pihaknya mengaku banyak kejanggalan yang menurutnya sarat korupsi, salah satunya dalam penentuan harga tanah dalam pembebasan tersebut yang tidak rasional. “Berdasar­kan Peraturan Daerah (Perda) Tahun 2011 tentang penyer­taan modal terhadap BUMD dan dan undang-undang No­mor 2 huruf e dan g Tahun 2012, tentang pengadaan tan­ah bagi pembangunan kepent­ingan umun harganya yang di batas pasar dan di situ ada dugaan mark up,” kata Sinaga.

BACA JUGA :  Pencuri Gondol 13 Kambing Ketahanan Pangan Milik Pemdes di Bogor

Sinaga menambahkan, sesuai harga pasar tanah di lokasi tersebut pada Tahun 2014 hanya Rp 2.776.000 per meter, sementara pada pem­bebasan lahan Pasar Jambu Dua hingga mencapai Rp 6 juta per meter.

“Kejanggalannya di sini dalam 4 tahun harga menin­gkat hingga 4 juta, itu sangat tidak masuk di akal, selain itu dalam tanah yang dibebaskan ada tanah garapan ikut diba­yar dengan harga yang sama,” jelasnya.

Selain itu, Sinaga juga membeberkan bukti Akta Jual Beli (AJB) oleh pihak Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementa­ra (PPATS) kecamatan. “Dalam pembuatan AJB yang ditanda­tagani pihak PPATS dilakukan mulai tanggal 23-30 Desember 2015 dengan harga Rp 400 ribu per meter, tetapi dibe­baskan ke Pemkot dengan ku­run waktu yang sama dengan harga mencapai Rp 6 juta per meter, jelas ini ada mark up,” tandasnya.

Ditambahkan Sinaga, san­gat ironis penyidikan yang dilakukan Kejari dengan tidak dibarengi adanya penetapan tersangka. Menurutnya, ini menjadi pertanyaan terhadap penegakan hukumnya. “Kami sudah melakukan teguran ke pihak, tapi tidak pernah di­tanggapi, tadi juga kami men­datangi Kejari, tetapi Kejari terkesan menutup diri ter­hadap kedatangan kami,” ujar Sinaga.

(Rizky Dewantara|Yuska )

============================================================
============================================================
============================================================