Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat 4.563 Izin Usaha Pertambangan (IUP) belum memenuhi klasifikasi Clear and Clean (CnC). Para pemegang IUP tersebut belum membayar kewajiban dan perizinan di sektor minerba. Total pajak yang raib dari sektor ini ditaksir mencapai Rp6,7 triliun. Di Bogor, perusahaan galian nakal itu beroperasi di Bogor Barat, Kabupaten Bogor. KPK berencana menurunkan timsus melibatkan Kementerian ESDM.
Oleh : RISHAD NOVIANSYAH
[email protected]
Kalau yang CnC ada 6.264 IUP. Data ini per 7 AgusÂtus seperti yang tercatat di Ditjen Minerba,†ujar Abdul Aziz, Fungsionaris Penelitian dan Pengembangan (LitÂbang) KPK, pekan lalu.
Abdul mengungkapkan, dari keÂgiatan Korsup yang dilakukan dalam dua tahap itu, KPK menemukan kewajiban yang belum dibayarkan ribuan perusahaan minerba yang beÂlum memiliki status CnC mencapai Rp 6,7 triliun.
Berangkat dari hal tersebut, lemÂbaga antirasuah ini pun merekomenÂdasikan agar Ditjen Minerba menÂcabut IUP yang belum memenuhi CnC. “Dari angka 4.563 IUP banyak juga yang tidak lagi beroperasi kareÂna tumpang tindih lahan. Bahkan ada di satu wilayah IUP yang tumpÂang tindih sampai lima pe-rusahaan. Untuk Bogor sendiri kami lihat masih banyak yang belum CnC, lihat saja di Bogor Barat,†tutur Abdul.
Kabupaten Rugi Rp100 Miliar
Investigasi BOGOR TODAY menyeÂbutkan, akibat aktivitas penambang liar, Kabupaten Bogor merugi hingga Rp 100 miliar per tahunnya. Potensi ini dari jenis pertambangan mulai dari logam, pasir hingga air tanah.
Kecurigaan polisi semakin menÂjadi mencium gelagat tak beres seÂjumlah pejabat di Kabupaten Bogor terkait keberadaan lubang-lubang emas bodong di kawasang Pongkor. Kapolres Bogor, AKBP Suyudi Ario Seto, bahkan menjanjikan akan meÂnyelidiki keterlibatan oknum pejabat dibalik lubang emas bodong tersebut.
Kapolres Bogor, AKBP Suyudi Ario seto mengaku terus mengemÂbangkan kasus ini. “Tidak berhenti di pembongkaran saja. Kami terus kembangkan. Dan jika memang ada pejabat yang terlibat dibalik aksi para gurandil, tetap akan kami tertÂibkan,†tegasnya.
Polres Bogor pun terus melakukan penjagaan ketat di sekitar Kampung Ciguha agar kegiatan tambang ilegal tidak terulang kembali. Sedikitnya 40 personel disiagakan mulai dari BriÂmob, Pengamanan Obyek Vital (ObÂvit), Polda Jawa Barat dan Satpol PP Kabupaten Bogor. “Itu untuk mengÂhindari area milik PT Antam yang suÂdah sepi dan tinggal puing-puing ini kembali diserbu para pencuri emas milik negara ini,†ujar Kabagops Polres Bogor, Kompol Imron Ermawan.
Dari operasi penertiban yang berlangsung sejak Jumat (18/9/2015) hingga Rabu (23/9/2015), polisi menangkap 22 gurandil dan menuÂtup 465 lubang penambangan ilegal.
Selain itu, 1.114 unit bangunan semi permanen juga ditertibkan kemudian alat pengolah emas menggunakan bahan mercuri (glundung) 53 ribu unit, 140 tangki pengolah emas baÂhan sianida juga diamankan. “Kalau bangunan permanen yang masih berÂtahan ada 170 kepala keluarga yang dihuni 500 jiwa, dikarenakan mereka tercatat sebagai warga pribumi, asli Kampung Ciguha,†ungkapnya.
Meski demikian, pihaknya engÂgan memberikan komentar lebih jauh terkait keberadaan bangunan permanen mewah yang diduga seÂbagai pemilik lubang dan sejumlah tempat pengolahan emas namun tak kunjung dibongkar hingga opÂerasi penertiban gurandil berakhir. “Tanyakan saja ke Pemkab Bogor. Itu menjadi ranah penegak perda, yakni Satpol PP untuk mengecek legalitas hingga penertiban. Kalau kami lebih kepada penegakan hukum,†ujarnya.
Soal dugaan keterlibatan pejabat dewan, Permadi Adjid dan Yusep angkat bicara. Mereka membantah adanya keterlibatannya dalam prakÂtik penambangan emas tanpa izin (PETI) di Gunung Pongkor, KecaÂmatan Nanggung atau kawasan Unit Bisnis Penambangan Emas (UBPE) PT Antam Tbk.
Permadi membantah jika dirinya memiliki lubang emas di Kp Ciguha, Desa Bantar Karet, Kecamatan NangÂgung itu.“Saya mah tidak punya lubang emas. Kalau penambangan andesit memang ada. Tapi itu juga punya kakak saya di Cigudeg. Izinnya juga ada kok,†ujar politisi PAN itu, Minggu (27/9/2015).
Sementara Yusep berkilah jika tidak semua warga Kecamatan NangÂgung berprofesi sebagai gurandil. “Saya memang dari dapil disana. Tapi bukan berarti saya memiliki tambang emas. Silahkan saja di krosÂcek,†kilahnya.
Sebelumnya, Ketua DPRD KaÂbupaten Bogor, Ade Ruhandi menÂgungkapkan, dugaan adanya keterliÂbatan anggota dewan dalam praktik penambangan liar di kawasan GuÂnung Pongkor tidak mungkin dibekiÂngi oleh oknum jajaran legislatif.
“Jangan sembarangan kalau bicara. Semua anggota dewan itu tanggung jawab saya,†ujarnya dengan nada tinggi.
Terduga lainnya, Sarni pun engÂgan memberi keterangan saat henÂdak dikonfirmasi terkait hal ini. “Nanti saja yah. Saya mau rapat dulu,†tukasnya.
Dugaan adanya oknum anggota dewan yang menjadi bos gurandil, berasal dari informasi warga Desa Bantar Karet disela pembongkaran bedeng-bedeng yang biasa diguÂnakan gurandil untuk beristirahat di Kampung Ciguha.
“Dia anggota DPRD dari dapil BoÂgor Barat yang dari dulu jadi bos guÂrandil dan hingga saat ini punya rentÂalan pengolahan emas juga di Desa Ciguha,†ujar warga tersebut. (*)