KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memburu otak suap reklamasi Teluk Jakarta. Kemarin, untuk kali kedua Mantan Komisaris PT Agung Sedayu Group (ASG) Richard Halim Kusuma, yang juga anak kandung Sugianto Kusuma (Aguan), diperiksa penyidik komisi anti rasuah. Beranikah KPK memenjarakan taipan-taipan dari Geng Sembilan Naga’?
YUSKA APITYA AJI
[email protected]
Bungkam dan kabur dari kejaran wartawan. Inilah yang dilakukan Richard Halim Kusuma, usai diÂÂperiksa penyidik KPK, JuÂÂmat (29/4/2016) kemarin. KPK benar-benar ingin mengejar keterlibatan petinggi Agung Sedayu Group dalam perkara suap pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.
Richard dipanggil sebagai saksi tersangka Ariesman Widjaja (AWJ). Richard telah dua kali dipanggil oleh KPK, pemeriksaan pertama berlangÂÂsung pada 20 April silam. Richard datang pada pukul 09.00 dan keluar ruang pemeriksaan pada 16.45. Dengan pengawalan lima orang ajudannya, Richard menembus hadangan dari awak media dan langsung pergi dengan mobil Alphard.
Kasus suap pembahasan RapÂÂerda Reklamasi telah menjerat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M Sanusi. Ia tertangkap tangan menerima suap sebesar Rp 1 miliar dari bos PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja yang diberikan melalui Personal AsÂÂsistant PT APL Trinanda Prihantoro. Ketiganya telah ditetapkan sebagai terÂÂsangka oleh KPK. Sejauh ini KPK telah memeriksa belasan saksi dalam kasus pembahasan Raperda Reklamasi baik dari pihak Pemprov DKI Jakarta mauÂÂpun pengembang.
Pelaksana Harian (Plh) Kabiro HuÂÂmas KPK, Yuyuk Andriati mengatakan, Richard diperiksa dalam kapasitasnya sebagai mantan Komisaris PT Agung SeÂÂdayu Group. Pemeriksaan ini untuk meÂÂlengkapi berkas Presdir PT Agung PodoÂÂmoro Land, Ariesman Widjaja yang telah menjadi tersangka. “Yang bersangÂÂkutan diperiksa untuk tersangka AWJ (Ariesman Widjaja),” kata Yuyuk.
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan kedua yang dijalani RichÂÂard. Pada Rabu (20/4), Richard yang telah dicegah bepergian ke luar negeri diperiksa sebagai saksi untuk melengÂÂkapi berkas mantan Ketua Komisi D DPRD DKI, M Sanusi.
Dalam pemeriksaan itu, penyidik mempertanyakan peran Richard dalam mendapatkan izin reklamasi untu PT Kapuk Naga Indah. Anak perusahaan PT Agung Sedayu Group itu meruÂÂpakan pengembang yang mendapat proyek mereklamasi lima pulau, yakni Pulau A (79 hektar), Pulau B (380 hekÂÂtar), Pulau C (276 hektar), Pulau D (312 hektar), dan Pulau E (284 hektar).
Dari lima pulau itu, PT Kapuk Naga Indah sudah mengantungi izin pelaksaÂÂnaan untuk mereklamasi Pulau C dan D pada September 2012 dari Gubernur DKI saat itu, Fauzi Bowo.
Selain Richard, KPK kemarin juga memeriksa seorang karyawan PT Agung Sedayu Group, Syaiful Zuhri alias PuÂÂpung. Seperti halnya Richard, penyidik juga akan memeriksa Pupung sebagai saksi untuk melengkapi berkas AriesÂÂman. “Yang bersangkutan juga diperiksa untuk tersangka Ariesman,” jelas Yuyuk.
Tak hanya itu, KPK juga menjadwalÂÂkan pemeriksaan terhadap karyawan PT Agung Podomoro Land, Trinanda Prihantoro yang juga telah menjadi terÂÂsangka. Trinanda akan diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk meÂÂlengkapi berkas Sanusi.
Dalam kasus dugaan suap terkait pembahasan dua Raperda mengenai reklamasi di pantai utara Jakarta, KPK telah menetapkan tiga orang tersangÂÂka, yakni mantan Ketua Komisi D DPRD DKI M Sanusi, karyawan PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro, dan Presdir PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sanusi ditetapkan sebagai terÂÂsangka penerima suap dari Ariesman melalui Trinanda untuk memuluskan pembahasan dua Raperda mengenai reklamasi pantai utara Jakarta.
Sanusi dijerat dengan Pasal 12 hurÂÂuf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebÂÂagaimana diubah dengan Undang-UnÂÂdang Nomor 20 Tahun 2001 tentang peÂÂrubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sementara Ariesman dan Trinanda ditetapkan KPK sebagai tersangka pemÂÂberi suap kepada Sanusi dan disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang NoÂÂmor 31 Tahun 1999 tentang pemberanÂÂtasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Taufik Belum Tersangka
Kendati lebih dari lima kali bolak-balik diperiksa KPK, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta sekaligus Ketua Balegda DKI M Taufik belum ditetapkan sebagai tersangka.
Usai diperiksa KPK, Kamis (28/4/2016) malam hingga dini hari, Taufik, yang juga kakak kandung terÂÂsangka suap Raperda Pantai Utara JaÂÂkarta, M Sanusi, tidak menjawab lugas ketika disinggung kesiapannya jika ditÂÂersangkakan KPK. “Anda hebat,” kata Taufik ketika disinggung kesiapannya jika ditersangkakan KPK.
Ketua DPD Gerindra DKI itu langsung masuk ke dalam mobil Toyota Camry berwarna hitam dengan nopol B 1965 RFW, setelah diperiksa penyidik KPK unÂÂtuk keenamkalinya hampir 10 jam.
Dia menilai, Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) Provinsi Jakarta Raperda tentang Rencana Tata Ruang (RTR) KaÂÂwasan Strategis Pantai Utara Jakarta, tiÂÂdak pernah dibawa ke Rapat Paripurna DPRD DKI. “Jadi tidak benar kalau diseÂÂbut tidak pernah kuorum, karena beÂÂlum dibawa ke paripurna,” kata Taufik.
Dikatakan, yang dibahas DPRD DKI bukan mengenai izin reklamasi karena izin tersebut telah dikeluarkan GuberÂÂnur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok. DPRD DKI hanya membahas izin tata ruang.
“Jadi soal perizinan, karena perda ini perda tata ruang sementara ekseÂÂkutif mau memasukan perda pasal izin pelaksanaan reklamasi dan itu yang kita tolak. Ini kan perda tata ruang, buÂÂkan perizinan,” ujarnya.
Taufik juga tidak memberi penjelaÂÂsan lugas sewaktu ditanyai, jika DPRD DKI tidak berperan dalam reklamasi Pantai Utara Jakarta, mengapa pengemÂÂbang Agung Podomoro Land harus menyuap Sanusi. Bahkan pimpinan DPRD DKI sampai mengadakan perteÂÂmuan dengan bos Agung Sedayu Group, Aguan. “Yang dapat uang siapa?” kata Taufik balik bertanya. (*)