Untitled-13BANDUNG, TODAY — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat di Jl RE. Martadinata, Rabu(13/4/2016) sore hingga malam hari. Se­jumlah barang bukti dibawa tim penyidik KPK.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipen­kum) Kejati Jabar Raymond Ali menerangkan KPK mulai melakukan penggeledahan seki­tar pukul 16.00 WIB, Rabu (13/4/2016). “Ada sekitar 16 orang yang datang,” ujar Raymond, pada wartawan, kemarin sore.

Dua ruangan di Kejati Jabar yang berada di Gedung Pidsus lantai 4 disambangi tim KPK. Yaitu ruang Kasi Penuntutan dan ruang jaksa bagian penuntutan yang merupakan ruang kerja Jaksa Devyanti.

Usai penggeledahan, ruangan yang se­belumnya disegel kini telah dibuka dan bisa dipakai kembali. “Segel sudah dicabut. Ru­angan sudah bisa dipakai lagi,” tuturnya.

Dalam penggeledahan tersebut, Ray­mond mengaku ikut mendampingi untuk mensortir barang bukti supaya barang yang tak terkait kasus, tidak ikut terbawa. “Yang dibawa KPK antara lain dokumen tulis 23 buah, surat dan satu keping CD,” sebut Ray­mond.

Penggeledahan dilakukan selama ham­pir 4 jam. Sekitar pukul 20.00 WIB empat mobil jenis Kijang Innova yang dibawa tim penyidik KPK itu langsung meninggalkan Kantor Kejati Jabar tanpa ada keterangan yang diberikan.

BACA JUGA :  RPJPD Kota Bogor 2025 - 2045, Kota Sains Kreatif, Maju dan Berkelanjutan

Hingga sejauh ini, dua jaksa di Kejati Jabar Fahri Nurmallo (FN) dan Devyanti Rochaeni (DVR) resmi ditahan KPK karena menerima suap dari Bupati Subang, Jawa Barat, Ojang Sohandi terkait kasus BPJS Kabupaten Subang. Apakah sanksi yang di­dapat kedua jaksa itu?

Tim klarifikasi Jamwas telah memeriksa Fahri di Kejagung pada Senin (13/4) malam. Pemeriksaan itu terkait adanya dugaan pelanggaran etik yang dilakukannya. Selain itu, tim jaksa pengawasan juga akan memer­iksa beberapa jaksa terkait dengan kasus ini, termasuk Devyanti yang telah ditahan KPK.

Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas) Widyopramono menyebut masih akan melakukan pemeriksaan kepada be­berapa pihak terkait sehingga belum ada kesimpulan akan sanksi yang akan diberi­kan. “Tunggu nanti kesimpulan akhir, be­lum berakhir ini. Pesta masih berjalan,” ujar Widyopramono, di Kejagung, Jl Sultan Hasa­nuddin, Jakarta Selatan, Rabu, (13/4/2016).

Sanksi etik kepada jaksa yang melaku­kan pelanggaran bisa berupa sanksi ringan, sedang, dan berat, tetapi Widyo belum mau menyebutkan apa sanksi yang akan didapat jaksa-jaksa nakal tersebut. Bila diberikan sank­si berat, hal itu bisa berupa pencopotan, tapi Widyo menyebut hal ini masih di dalami. “Ya tunggu lah orang diadili (diperiksa) saja belum, masa dicopot. Bagimana sih,” kata Widyo.

BACA JUGA :  Rendang Ayam Kampung, Menu Lezat untuk Santapan Keluarga Tercinta

Fahri Nurmallo (FN), ketua tim jaksa yang menangani kasus korupsi penyalah­gunaan BPJS Kabupaten Subang yang telah dipindahtugaskan ke Semarang, Jawa Tengah, ditahan KPK. Fahri dititipkan di rumah tahanan (rutan) Polres Jakarta Pusat.

Sementara itu, 3 tersangka lain yaitu Bupati Subang Ojang Sohandi, jaksa di Kejati Jabar, Devyanti Rochaeni dan Lenih Marli­ani, telah ditahan. Ojang ditahan di Rutan Polres Jaktim, Devyanti ditahan di Rutan KPK, dan Lenih ditahan di Rutan Pondok Bambu, Jaktim. Satu tersangka lainnya yaitu Jajang Abdul Kholik merupakan terdakwa dan ditahan oleh pihak Kejati Jabar.

Dalam kasus ini, KPK telah menetap­kan 5 orang tersangka yaitu Ojang Sohandi (OJS), Jajang Abdul Holik (JAH), Lenih Marli­ani (LM), Fahri Nurmallo (FN), dan Devyanti Rochaeni (DVR). Suap sebesar Rp 528 juta itu diberikan dari Ojang agar namanya tidak disebut dalam perkara yang menjerat Jajang di Kejati Jabar.

(Yuska Apitya Aji)

============================================================
============================================================
============================================================