Kekurangan hormon tiroid bisa menyebabkan anak tidak tumbuh dengan baik dan mengalami keterbelakangan mental atau mengalami hipotiroid kongenital
Oleh : ADILLA PRASETYO WIBOWO
[email protected]
Untungnya, hal ini bisa dicegah jika dilakuÂkan Skrining H i p o t i r o i d Kongenital (SHK). Dokter Spesialis Penyakit Dalam- Konsultan Endokrin dan Metabolik Diabetes Achmad Rudijanto mengungkapkan, SHK harus dilakukan pada bayi berusia 3-5 hari.
Pada usia tersebut, kaÂdar tiroid bayi sudah tidak bercampur dengan tiroid ibu. Jangan tunggu gejala muncul. Jika bayi hipotiroid dan terlambat ditangani, maka akan menyebabkan keterbelakangan mental yang permanen.
“Kalau segera dideteksi, setelah lahir bisa diberi horÂmon tiroid. Itu masih bisa menyelematkan otak bayi yang sejak dalam kandunÂgan agak terganggu. KaÂlau lewat, perkembangan otaknya sudah menetap begitu, tidak bisa kembali lagi,†ujar Rudi, Selasa (26/5/2015).
Hormon tiroid berfungsi mengatur metabolisme tuÂbuh manusia. Jika mengalaÂmi kekurangan, maka meÂmengaruhi fungsi seluruh jaringan dan organ tubuh.
Dampak kekurangan hormon tiroid bisa dialami bayi sejak dalam kandungan karena sang ibu pun menÂgalami kekurangan hormon tiroid. Kekurangan hormon tiroid pada ibu hamil salah satunya karena ibu kurang konsumsi iodium. SayangnÂya, belum banyak ibu yang menyadari pentingnya SHK.
Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian KesehaÂtan, Elizabeth Jane Soepardi mengatakan, pemerintah juga sudah memiliki proÂgram SHK. Sayangnya, proÂgram SHK baru dilakukan di 14 provinsi di Indonesia atau belum merata. Di luar program pemerintah, biaya SHK pun cukup terjangkau yaitu sekitar Rp 48.500.
SHK dilakukan dengan tes darah yang diambil dari bagian tumit bayi. “Kalau ketahuan hipotiroid , langÂsung minum obat. Ada yang seumur hidup dan semenÂtara,†kata Jane.
Cakupan SHK di IndoneÂsia terbilang masih sangat rendah jika dibanding negaÂra lain seperti Tiongkok (54 persen), Filipina (50 persÂen), Vietnam (24 persen), dan Srilanka (80-90 persen).
Diperkirakan lebih dari 1,7 juta orang di IndoneÂsia berpotensi mengalami gangguan tiroid dengan rasio kasus HK 1:2736. Bila tidak dilakukan intervensi, diperkirakan 16-26 tahun mendatang sekitar 24 ribu- 39 ribu penduduk IndoneÂsia berpotensi menyandang keterbelakangan mental.
ASI Eksklusif
Air susu ibu (ASI) meruÂpakan makanan terbaik bagi bayi dan diberikan minimal pada 6 bulan pertama kelahiÂran bayi. ASI mencukupi seÂmua kebutuhan nutrisi bayi, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.
ASI juga mengandung zat kekebalan tubuh dari ibu yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit. Sayangnya, sering kali pemÂberian ASI selama 6 bulan pertama dicampur dengan susu formula. Alasannya, ASI sudah tidak keluar dari payudara ibu atau tidak cukup memenuhi kebutuÂhan bayi.
Pengajar Departemen Ilmu Gizi Fakultas KesehaÂtan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), SanÂdra Fikawati mengatakan, hal itu sering terjadi karena kurangnya pengetahuan ibu hamil mengenai manfaat luar biasa dari pemberian ASI eksklusif. “Banyak yang ternyata tidak tahu pentÂingnya ASI eksklusif. SeteÂlah tahu, kemudian menyeÂsal. Saya tidak mau banyak ibu-ibu menyesali tindakanÂnya,†kata Fika.
Menurut Fika, semua ibu bisa memberikan ASI eksklusif dengan lancar jika asupan gizinya baik sejak mengandung maupun seteÂlah melahirkan. Setiap ibu pun harus memiliki niat yang kuat untuk tetap memÂberikan ASI eksklusif dan tetap berusaha ketika ASI mulai sulit keluar. “Jangan ketika ASI tidak keluar langÂsung memberikan bayi susu formula,†kata dia.
Pada 6 bulan pertama kehidupan, sistem imun bayi belum sempurna dan organ pencernaannya beÂlum matang sehingga memÂbutuhkan asupan gizi yang mudah dicerna. ASI juga mengurangi risiko bayi terkÂena alergi.
Banyak penelitian menÂgungkapkan, pemberian ASI juga membuat bayi meÂmiliki risiko lebih rendah terkena penyakit degenerÂatif, seperti darah tinggi, diabetes, dan obesitas.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan ini pun terÂmasuk dalam pentingnya asupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan bayi. Gizi yang baik pada awal keÂhidupan menentukan masa depan anak.(*)