JAKARTA TODAY – Tekanan besar terhadap kurs rupiah saat ini dinilai sebagai bentuk kekhawatiran pasar yang berlebihan alias overreacted. Pengusaha berbasis ekspor menurut Pengamat Ekonomi Tony Prasetiantono sepertinya enggan menjual dolar Amerika Serikat (USD) yang dimilikinya.

Ditambah sentimen eksternal yang datang dari krisis Venezuela, Turki dan Argentina diyakini ditakutkan pengusaha nasional bakal menjalar ke negara berkembang lainnya seperti Indonesia. Akibatnya eksportir lebih memilih menyimpan valas yang dimiliki untuk berjaga-jaga.

BACA JUGA :  Resep Membuat Ayam Bakar Kecap untuk Menu Buka Puasa yang Menggugah Selera

“Seperti masih ada trauma krisis 1998, padahal situasinya berbeda,” ujar Tony saat dihubungi di Jakarta, Rabu (5/9/2018)

Lebih lanjut Ia menjelaskan saat ini rupiah memang melemah, tapi dari level semula Rp13.700 (tahun 2017) lalu menjadi Rp14.800 saat ini. Kondisi ini sangat berbeda dengan tahun 1998, saat rupiah terjun dari Rp2.300 di Oktober 1997 lalu berubah menjadi Rp15.000 pada Januari 1998.

============================================================
============================================================
============================================================