BANK Indonesia (BI) memperkirakan laju ekonomi masih akan melandai pada semester I 2016 selaras dengan rendahnya pertumbuhan kredit perbankan. Namun, bank sentral optimistis realisasinya dipenghujung tahun bisa menembus 5,6 persen.
Oleh : Yuska Apitya
[email protected]
Gubernur BI Agus D.W MarÂtowardojo menjelaskan lesunya aktivitas ekonomi pada paruh pertama tahun ini sudah tercerÂmin dari penyaluran kredit perbankan yang hanya tumbuh 9,53 persen selama Januari (year on year).
Menurutnya, hal itu terkait pula denÂgan tren penurunan harga komoditas, terutama harga minyak mentah, yang berpengaruh negatif terhadap sektor swasta. “Kita harapkan di 2016, pertumÂbuhan masih di kisaran 5,2-5,6 persen,†kata Agus, kemarin
BI mencatat realisasi kredit perbankÂan pada Januari 2016 sebesar Rp4.009,4 triliun, tumbuh 9,3 persen dibandingkan dengan realisasi periode yang sama taÂhun lalu (year on year). Penyaluran kredit pada awal tahun melambat jika dibandÂingkan dengan realisasi pertumbuhan Desember 2015 yang sebesar 10,1 persen (year on year). Perlambatan pertumbuÂhan kredit terutama terjadi pada kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI).
Agus menjelaskan pelemahan perÂmintaan KMK diakibatkan imbas penuÂrunan harga komoditas dan aktivitas ekspor yang melemah. “Jadi kita bisa pahami kalau pertumbuhan ekonomi agak melemah di beberapa tahun Ini karena kita lihat selama 4 tahun harÂga-harga komoditas terus menurun,†katanya.
Namun, lanjutnya, langkah stimÂulus yang dilakukan pemerintah dengan terus menggenjot belanja pemerintah diyakini akan berdamÂpak positif terhadap dunia usaha. Hal itu diyakini akan memberikan efek lanjutan terhadap pengajuan pinjaman swasta ke bank.
“Permintaan domestik memang masih menjadi andalan utama bagi pertumbuhan, tapi kalau dilihat sekÂtor swasta dan rumah tangga semua harus lebih baik,†ujarnya.
Sementara itu, Wakil Presiden JuÂsuf Kalla ( JK) mengatakan selama ini pertumbuhan anggaran negara tidak berbanding lurus dengan pertumbuÂhan ekonomi nasional. Karenanya, ia menilai sudah saatnya ekonomi InÂdonesia mengurangi ketergantungan dari pengeluaran pemerintah.
JK mengungkapkan porsi angÂgaran belanja negara selalu meninÂgkat dua kali lipat setiap lima tahun sekali. Contohnya, jika pada pada 2005 alokasi belanja negara sebesar Rp 495 triliun, maka pada 2010 paguÂnya menembus Rp1.000 triliun atau melonjak 102 persen. Bahkan pada 2015, alokasi belanja negara mencaÂpai Rp1.800 triliun.
Sementara bicara soal ekonomi, kata Wapres, tercatat pertumbuÂhannya pada 2005 di kisaran 5 persÂen. Pertumbuhan ekonomi sempat naik menjadi 6,1 persen pada 2010, sebelum akhirnya terkoreksi menÂjadi hanya 4,79 persen pada tahun lalu.
Atas dasar itu, menurut JK, sudah saatnya konsumsi swasta, investasi, dan ekspor mengambil porsi yang lebih besar di dalam pembangunan ekonomi. “Maka dari itu, tentu angÂgaran itu tidak hanya yang diukur tidak hanya dengan anggaran negÂara, tapi juga menyangkut investasi swasta dan masyarakat secara kesÂeluruhan. Artinya, pemerintah berÂtugas menggerakkan pembangunan masyarakat karena Pemerintah tidak bisa berdiri sendiri,†ujar JK.
Dengan demikian, lanjut JK, suÂdah saatnya Indonesia tidak fokus pada besaran anggaran yang dikeÂluarkan pemerintah setiap tahunnya namun lebih melihat efektifitas angÂgarannya. Karenanya, ia berharap Kementerian dan Lembaga Negara bisa memperkecil porsi anggaran operasional dan memperbesar angÂgaran belanja modal. “Yang pentÂing bagaimana anggaran itu sendiri meng-create pembangunan yang lebih tinggi, bukan hanya angka angÂgarannya saja yang lebih tinggi. Jadi setiap anggaran harus punya tujuan dan targetnya, sehingga jangan cari programnya apa, tapi proyeknya unÂtuk apa,†katanya.
Selain itu, ia juga berharap perÂtumbuhan anggaran operasional pemerintah nantinya bisa lebih renÂdah dari anggaran belanja modal yang justru bisa mendapatkan mulÂtiplier effect. “Karena di sini pemerÂintah bertugas di samping menggerÂakkan anggaran juga menggerakkan masyarakat dan pengusaha dalam membangun,†jelasnya.
Sebagai informasi, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2015 tercatat sebesar Rp 1.235,8 triliun atau 95,5 persen dari Rp 1.294 trilÂiun. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuÂhan belanja pemerintah tahun 2015 masing-masing tercatat sebesar 5,38 persen di mana angka itu lebih tinggi dibandingkan tahun 2014 sebesar 1,16 persen.
Kendati demikian, Produk DoÂmestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2015 masih didominasi oleh konÂsumsi masyarakat dengan besaran 55,92 persen dari total PDB sebesar Rp 11.540,8 triliun. (*)