Penyidikan kasus lift Balaikota Bogor berhenti. Hampir enam bulan berlalu, penyidikan kasus ini tanpa progres. Anehnya, jika penyidikan berhenti, namun kepolisian juga tak menerbitkan Surat Pemberhentian penyidikan Perkara (SP3). Kabar berkembang, polisi sengaja mengendapkan kasus ini lantaran sudah berakhir dengan metode ‘pargulipat’ alias berkongsi empat mata dengan sejumlah pejabat pemkot Bogor. Benarkah?
Oleh : RIZKY DEWANTARA
[email protected]
Kebutuhan lift di komplek Balaikota Bogor sejatinya meÂmiliki urgensi tinggi. Banyak pejabat mengeluhkan, sering kecapean naik turun tangga manual. BanÂyak juga pegawai yang malas berkantor lantaran ogah mondÂar-mandir naik turun melintasi lantai. Banyak juga masyarakat yang mengaku keberatan jika sejumlah unit kantor diplott di lantai atas, diantaranya Kantor Unit Lelang Pengadaan (ULP) Pokja 4 Kota Bogor.
Atas urgensi itulah, Pemkot dan DPRD Kota bogor mengaloÂkasikan duit Rp5.187.7723.000 untuk pengadaan lift. Lelang digelar. Tender dimenangkan PT. Uno Tanoh Seuramo (UTS), perusahaan kontruksi asal DKI Jakarta. Di tengah jalan, pada 23 Desember 2013, Direktur Utama PT. UTS, menyatakan secara tertulis bahwa pihaknya tidak dapat meyelesaikan peÂkerjaan, dikarena tidak sangÂgup menyelesaikan proyek seÂnilai Rp 5,8 miliar ini.
Badan Pemeriksa KeuanÂgan (BPK) juga telah final meÂnyatakan bahwa ada kerugian negara sebesar Rp259 juta. PerÂjanjian untuk melunasi ganti rugi ternyata dipenuhi setahun setelah teken kesanggupan. Padahal, dalam UU mengaÂtur bahwa penyelesaian peluÂnasan paling lambat 60 hari setelah proyek dinyatakan gaÂgal. Proyek ini menyisakan boÂbot pengerjaan sebesar 38,3136 persen. Lelang yang digelar unÂtuk kedua kalinya pun gagal di tahun anggaran 2014. Para peÂnyedia jasa yang memberikan penawaran dinyatakan tidak lulus dalam tahap evaluasi.
Bekas Kepala Polisi Resor (Kapolres) Bogor Kota AKBP Irsan juga telah menyetorkan berkas perkara kasus ini ke Kejaksaan Negeri (Kejari) BoÂgor. Hal itu diketahui lantaran Polres Bogor Kota merasa haÂsil penyidikan tersebut sudah lengkap (P21). Namun, hingga sejauh ini, kasus ini tak kunÂjung disidang karena polisi ternyata belum final melakuÂkan penyidikan.
Ditanya soal kasus ini, WaÂlikota Bogor, Bima Arya SugÂiarto, mengaku, tak mau pasÂang badan. “Biarkan polisi saja yang menyelidiki. Ikuti proseÂdurnya saja,†kata dia.
Lantas, bagaimana nasib sisa proyek yang kini mangÂkrak? Bima mengaku, pihaknya menagguhkan progres proyek ini. Ia mengatakan, pihaknya akan berkonsultasio terlebih dahulu dengan Kejaksaan NegÂeri (kejari) Bogor dan kepoliÂsian. “Masalah lift sangat pentÂing, proyek sudah berjalan dan tidak boleh makrak,†akunya, saat ditemui di Kelurahan MuÂlyaharja, kemarin. “Kita harus berhati-hati dalam melanjutÂkan proyek tersebut, jangan sampai kejadian sebelumnya terulang kembali,†tambahnya.
Sementara itu, Kepala Unit layanan Pengadaan (ULP) Kota Bogor, Cecep Zakaria, menÂgatakan, proyek lift yang tersandÂung kasus korupsi sampai sekaÂrang belum ada pengajuan ke ULP Kota Bogor. Ia men-egaskan, jika nanti ada surat pengajuan yang diberikan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait untuk lelang lift di tahun 2016, piÂhaknya siap untuk melaksanakan atau melanjutkan proyek ini. “ULP siap saja melaksanakan proyek ini, asal sudah ada surat pengajuan dari SKPD terkait unÂtuk melalangkan proyek ini,†unÂgkapnya, saat dihubungi BOGOR TODAY, kemarin.
Seiring waktu berjalan, polisi diam-diam melakukan penyidikan lanjutan. Sejumlah pejabat kembali diperiksa unÂtuk menyelidiki dugaan keterÂlibatan oknum PNS dalam perÂmainan lelang proyek. Mereka yang sempat mondar-mandir diganyang penyidik diantaÂranya Reni Handayani (bekas Kabag Umum pemkot Bogor) dan Eri Kusmar (bekas Kasubag Umum Pemkot Bogor). Kepada BOGOR TODAY, dua orang ini malah saling serang dan salÂing tuding soal keterlibatannya dalam kasus ini.
Reni kini menjadi SekdisbudÂparekraf Kota Bogor. Sementara Eri Kusmar pindah ke Kemenag dengan alasan menenangkan diri dan menjauhi politik biÂrokrasi di Kota Bogor. (*)