CIBUNGBULANG, TODAYÂ – Truk sampah dari Kota/KaÂbupaten Bogor kembali tertaÂhan dan tak bisa mengangkut sampah menuju Tempat PemÂbuangan Akhir (TPA) Galuga, akibat diblokade oleh ormas.
Tak hanya sampah yang tertahan, pemulung yang mengandalkan galuga sebagai mata pencaharian pun merÂasa dirugikan dan menggelar unjuk rasa di Kantor Desa Galuga, Cibungbulang, Kamis (28/1/2016).
Salah satu pemulung yang berunjuk rasa, Karim (28) mengatakan, akibat aksi blokade warga yang tergabung dalam LSM Komite Revolusi dan Keadilan (Korek), telah merugikan pemulung dengan ancaman kelaparan.
“Kami kan cari nafkah dari sampah. Kalau dihadang terus begini, sampah gak bisa masuk. Terus kami mau maÂkan dari mana? Karena gak ada yang bisa diambil dari sini,†kata Karim, warga Kampung Moyan, Desa Galuga, CibungÂbulang itu.
Bahkan, para pemulung berniat menjemput paksa truk untuk masuk ke TPA, jika dalam waktu dekat belum ada kepastian truk sampah bisa masuk ke Galuga.
“Lihat saja sampai besok (hari ini,red). Kalau masih beÂlum bisa masuk, akan kami jemput paksa truk dari kota dan kabupaten supaya bisa masuk Galuga,†lanjut Karim.
Aksi blokadi sendiri sudah berlangsung empat hari. SeÂlama itu pula, pemulung tidak bisa menjual sampah ke penaÂdah. Mereka pun tidak memiÂliki alternatif pekerjaan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari selain memulung.
LSM Korek yang mengaÂtasnamakan warga sekitar TPA Galuga, merasa terdampak oleh operasi pembuangan sampah selama ini. Namun, hal itu justru malah merugiÂkan warga sekitar Galuga. pasalnya, lebih dari 1.000 jiwa mencari nafkah dari sampah TPA Galuga.
“Iya, untuk memenuhi keÂbutuhan sehari-hari, sekitar 1.000 warga cari nafkahnya dari tumpukan sampah itu. Bukan menguntungkan. Ini justru merugikan kita kareÂna truk sampah tidak boleh masuk lagi, kami tidak punya pemasukan. Apa yang mau diÂjual?,†kata pemulung lainnya, Iwan (34).
Sebelumnya, Pemerintah Kota/Kabupaten Bogor telah membentuk tim teknis evaluÂasi untuk menangani konflik di Galuga, dengan latar belakang akta perdamaian yang dibuat sejak 2002 antara warga denÂgan dua pemerintah daerah itu.
Tim diberi waktu dua hari sejak dibentuk Selasa (26/1/2016) lalu, meski belum menemukan solusi, Bupati BoÂgor, Nurhayanti berjanji TPA akan tetap buka dan beroperÂasi. Namun, itu tidak terlihat di lapangan.
“Sampai hari ini (Kamis, red), tim masih rapat. Kita lihat, kan katanya pengadanÂgan itu empat hari. Benar atau tidak? Sampai kapan ini,†ujar Yanti disela Harlah DPC PPP Kabupaten Bogor, Kamis (28/1/2016).
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor itu pun menolak jika pemerintah kalah oleh LSM dengan meÂmasukkan mereka dalam tim teknis tersebut.
“Tidak. Kita harus ditaati hukum seperti akta van dading (akta perdamaian, red). LSM Korek itu kan suara masyarakat yang menggugat bupati serta walikota sebagai tergugat satu dan tergugat dua. Dan meÂmang, harusnya relokasi suÂdah dilakukan tahun 2015 tapi belum terlaksana. Kita hormati ormas itu yah,†tukasnya.
Menurutnya, sesuai akta, pemindahan TPA telah direnÂcanakan ke Tempat PembuanÂgan Sampah Terpadu (TPST) Nambo. Namun, sejumlah alasan teknis masih menghamÂbat pembangunan yang ditanÂgani Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Nanti TPST itu bukan sanÂitary landfill, tapi ada teknoloÂgi insenerator. Jadi akan dipinÂdah ke sana, tapi masih ada kendala teknis,†tegasnya.
Ditempat yang sama, AngÂgota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat, Teuku Hanibal mengatakan, operasi TPST Nambo, tidak harus menunggu pembangunan selesai. Melihat Galuga yang sudah semakin kisruh, maka Nambo harus segera dioperasikan.
(Rishad Noviansyah)