JAKARTA, TODAY — Bagi yang doyan berbeÂbalanja, jangan kaget jika harga akan naik dalam waktu dekat ini. KementÂerian Keuangan (Kemenkeu) berencana memungut cukai untuk bahan makanan kemasan plastik. Hal itu akan diajukan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan BeÂlanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016.
“(Perluasan obyek cukai) ini maÂsih didiskusikan. Intinya nanti akan mencakup semua jenis yang memakai kemasan, bukan hanya botol (minuÂman) plastik. Kayak (kemasan) minyak goreng, oli itu nanti juga kena, tidak hanya minuman,†tutur Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (13/4/2016). Bambang mengungkapkan kebijkan ini bertujuan untuk menÂgendalikan pemakaian plastik guna menjaga kelestarian lingkungan. “(Pengenaan) cukai itu supaya peÂmakaian atau konsumsi plastik tidak luar biasa besar sehingga menimÂbulkan sampah-sampah yang sanÂgat sulit untuk di-recycle,†jelasnya.
Menurut Bambang, kebijakan pengenaan cukai ini tidak akan membebani dunia usaha. Toh, beÂsaran pungutan cukai kecil. “Saya pikir tidak (akan membebani inÂdustri) karena kami mengenakan tarif cukainya kecil dan tentunya harus dihitung biaya yang besar terhadap lingkungan karena samÂpah-sampah ini tidak bisa diurai,†ujar Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi UI.
Bambang menyatakan masih menghitung potensi setoran cukai yang akan ditemui. Rencananya, pengenaan cukai kemasan plastik akan menggunakan tarif spesifik.
Diperkirakan, besaran punÂgutan akan lebih kecil dari harga kantong plastik yang dibebankan pada masyarakat saat berbelanja di toko retail atau tidak lebih dari Rp200 per kemasan.
Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan baru pada paruh kedua tahun ini bisa mengenakan cukai atas botol kemasan minuman plastik, dengan tarif spesifik maksiÂmal Rp200 per botol.
“Tujuannya untuk menguÂrangi konsumsi botol plastik, buÂkan penerimaan. Karena potensi penerimaannya tidak besar, kurang dari Rp5 triliun,†ujar Nasrudin Joko Suryono, Kepala Kepabeanan dan Cukai BKF, Rabu (13/4/2016).
Joko mengatakan, sejauh ini target perluasan objek cukai hanÂya menyasar pada botol kemasan minuman plastik. Sementara jenis barang konsumsi lain yang sempat masuk dalam daftar ekstensifikasi cukai belum bisa dikenakan cukai pada tahun ini.
“Seperti minuman soda, itu belum dibahas lagi. Juga BBM sempat mau dikenakan cukai, tapi belum bisa karena kalau dikenaÂkan saat harganya baru diturunkan jadi naik lagi,†tuturnya.
Dia mengatakan rencana eksÂtensifikasi cukai ini masuk dalam agenda pembahasan revisi AnggaÂran Pendapatan dan Belanja NegaÂra (APBN) 2016. Apabila DPR bisa meluluskannya, maka kemungkiÂnan besar bisa diterapkan pada semester II 2016.
Joko menambahkan, BKF telah mendiskusikan rencana pengenaan cukai terhadap botol kemasan minuman plastik ini dengan sejumÂlah pihak yang terkait, termasuk Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi).
Menurutnya, tarif spesifik diÂpilih dalam kebijakan cukai botol plastik ini karena relatif lebih mudah memungut dan menghiÂtungnya. Berbeda halnya dengan tarif cukai rokok yang sifatnya adÂvolarum, di mana tarif ditetapkan dalam persentase tertentu yang mengacu pada harga jual eceran rokok. “Pokoknya (tarif cukainya) tidak akan lebih dari harga plastik (ritel) yang Rp200 itu,†katanya.
Joko mengatakan kebutuhan plastik di Tanah Air pada tahun ini diperkirakan meningkat 6,6 persen, dari 3 juta ton pada 2015 menjadi 3,2 juta ton. Pertumbuhan konsumsi botol plastik relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Dampak yang ditimbulkan negatif karena menciptakan tumpuÂkan sampah yang sulit didaur ulang. “Jadi hanya botol plastik, untuk keÂmasan minuman lain tidak. Misalnya botol kaca, itu tidak kena,†katanya.
Pengenaan cukai untuk kemaÂsan plastik akan dipastikan memicu kenaikan harga jual. Salah satunya, harga jual makanan dan minuman yang selama ini banyak memakai plastik untuk kemasannya.
Ketua Umum Gabungan PenÂgusaha Makanan dan Minuman InÂdonesia (GAPMMI), Adhi S. Lukman, mengatakan kenaikan harga menÂgacu pada besaran cukai yang akan dikenakan. Misalnya, harga produk dari pabrik Rp 1.000 dan cukai yang akan dikenakan nanti sebesar Rp 200, maka harga sudah naik menÂjadi Rp 1.200.
(Yuska Apitya/dtkf)