JAKARTA TODAY – Sate maranggi bukan lagi nama yang asing bagi pecinta kuliner nusantara. Potongan daging bakar dengan bumbu rempah berukuran kecil yang tersusun pada tusukan bambu itu ternyata memiliki nilai luhur dan sarat akan makna. Tak sekadar cita rasa yang memanjakan lidah penikmatnya, sate maranggi juga memiliki kedalaman makna tentang menjadi motivasi dalam menjalani hidup.

“Dalam satu tusuk maranggi, saya selalu memasukkan tiga daging. Daging pertama berarti tekad, kedua ucapan, dan ketiga bermakna gerak langkah kaki kita dalam berusaha,” jelas R Najib Siradj, pemilik Sate Maranggi.

Eksistensi sate maranggi pun tak bisa dilepaskan dari cerita masa lalu. Banyak beredar spekulasi bahwa kuliner ini berasal China dan dikembangkan oleh warga keturunan Tionghoa tempo dulu yang menetap di nusantara. Namun di Purwakarta, Jawa Barat ternyata asal muasal sate maranggi memiliki cerita tersendiri dan sudah mengakar di tengah masyarakat.

Di sini, terciptanya sate maranggi menurut cerita dari mulut ke mulut bukanlah dari dataran Tiongkok, melainkan jasa seorang figur bernama Mak Anggi atau Mak Ranggi. Sosok inilah yang pertama kali memperkenalkan penganan dari potongan daging sapi atau kambing berbumbu rempah pada tusukan bambu, berpuluh-puluh tahun silam.

BACA JUGA :  Rapat Paripurna Terakhir Bima Arya - Dedie Rachim, Sahkan 2 Perda

Setidaknya cerita itu diungkapkan Heri Apandi, yang merupakan generasi kelima dari si penemu Sate Maranggi. Menurut Heri, sate maranggi di Purwakarta berawal dari cerita upaya Mak Ranggi untuk mengawetkan daging domba yang didapatnya dari pembagian daging kurban.

Pada waktu itu belum ada lemari es untuk menyimpan daging agar tahan lama. Sehingga dibuatlah cara dengan membumbui daging tersebut dengan rempah-rempah. “Ya mirip-mirip didendeng,” ujar Heri. Memasaknya pun dengan cara dibakar sehingga bumbu rempah itu pun menyatu dan ternyata begitu dicicipi rasanya cukup enak.

Aroma rempah-rempahnya begitu menonjol dan membangkitkan selera makan. Karena cita rasanya cukup enak, anak dari Mak Ranggi yaitu Mak Sarmasih menjajakannya di ruas Jalan Cianting, yang pada waktu itu secara administratif masuk wilayah Kecamatan Plered. Sejak saat itu pun sate maranggi begitu familiar bagi warga setempat. Keberadaan Mak Ranggi itu dibenarkan salah seorang pedagang sate maranggi, R Najib Siradj, 63, atau akrab disapa Pak Ajib.

BACA JUGA :  Seleksi Paskibraka Kota Bogor Dibuka, Pendaftaran Online Jaring 36 Siswa

Dia mengaku sempat menimba ilmu pembuatan sate maranggi langsung dari Mak Ranggi. Namun satenya ada sedikit modifikasi. Lebih dari sekadar rasanya yang khas, menurut Ajib, setiap tusukan sate maranggi terdapat tekad dan optimistis dalam menjalankan sebuah usaha. “Tanpa kedua hal itu mustahil sebuh cita-cita akan terwujud,” ungkapnya.

Apa yang dia pahami dari makna-makna itu benar-benar diterapkannya dalam usaha. Hasilnya, Sate Maranggi Pak Ajib menjadi salah satu yang terbilang sukses. Banyak pelanggan selalu merindukan sate maranggi buatannya. Maka tak heran kedai sate maranggi yang berlokasi di Jalan Mr Dr Kusumaatmadja, Purwakarta ini selalu ramai pengunjung.

============================================================
============================================================
============================================================