Untitled-3Di saat banyak komoditas unggulan terpuruk di pasar ekspor, buah-buahan Indonesia justru berjaya. Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkapkan ekspor buah-buahan meningkat 29,8% tahun ini.

Oleh : Alfian Mujani
[email protected]

Namun Amran belum puas. Ia ingin ekspor buah di­dorong terus karena potensinya yang masih sangat besar.”Tahun ini ekspor buah kita meningkat 29,8%. Ini harus terus kita dorong,” kata Amran saat ditemui di Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (4/12/2015).

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Gardjita Budi, mengung­kapkan bahwa peningkatan ekspor buah ini merupakan dampak dari perbaikan budidaya buah-buahan di Indonesia. Dengan kualitas yang lebih baik, kini buah-buahan In­donesia semakin mudah masuk ke pasar negara-negara lain.

“Ekspor buah meningkat, yang dulunya tidak pernah ekspor sek­arang ekspor. Beberapa wilayah yang tadinya tidak ekspor diper­baiki kualitasnya, diperbaiki budi­dayanya, Good Agricultural Prac­tices-nya, sekarang bisa ekspor,” ucapnya.

Gardjita menyebut manggis se­bagai contoh. Sebelumnya buah khas Indonesia ini ditolak diberb­agai negara karena dianggap tidak memenuhi standar keamanan pan­gan. Namun kini bisa ekspor karena sudah ditingkatkan kualitasnya se­hingga aman dikonsumsi.

“Manggis sudah lama kita ap­ply ke Australia, New Zealand, baru tahun-tahun kemarin bisa masuk. Yang menggembirakan sekarang adalah komoditas-komoditas yang dulunya belum ekspor, sekarang sudah bisa ekspor,” paparnya.

Kementan akan semakin men­dorong penerapan Good Agri­cultural Practices (GAP) supaya produk-produk pertanian Indonesia berkualitas tinggi. Dengan begitu, negara-negara lain akan kesulitan untuk menghambat produk perta­nian Indonesia dengan alasan stan­dar kualitas dan standar keamanan pangan.

BACA JUGA :  Menu Tanggal Tua, Kacang Panjang Tumis Telur yang Murah dan Praktis

“Jadi pendekatan sekarang adalah tidak hanya memproduksi besar-besaran tapi juga tingkatkan kualitas dengan Good Agricultural Practices. Tidak hanya memupuk dan memberi pestisida, tapi juga harus benar. Kalau tidak benar rugi sendiri. Itu sudah kita laku­kan supaya produksi lebih baik,” katanya.

Kabupaten Bogor sebetulnya me­miliki peluang yang sangat besar untuk mengekspor manggis Cengal, Leuwiliang. Manggis dari daerah ini terkenal memiliki kualitas super. Se­lain besar-besar, rasanya lebih ma­nis dan dagingnya tebal.

Sayangnya, para petani manggis Cengal belum mendapat sentuhan yang memadai, baik dari pemerin­tah setempat maupun dari para pa­kar tanaman buah di IPB. ‘’Selama ini yang banyak bantu kami justru pengepul buah untuk ekspor,’’ kata Ujang, petani manggis.

Jika Pemerintah Kabupaten Bo­gor memberikan perhatian yang memadai terhadap para petani manggis Cengal, diyakini produksi manggis akan meningkat. Dengan demikian, Kabupaten Bogor akan memiliki pusat produksi buah ung­gulan ekspor.

Dipalak X-Ray

Sayangnya, para eksportir buah Indonesia masih menghadapi ken­dala di dalam negeri. Salah satunya mereka membayar biaya sebesar Rp 500/kg untuk buah-buahan yang diekspor karena harus melewati x-ray di pelabuhan. Tambahan ong­kos akibat proses x-ray ini membuat daya saing buah yang diekspor In­donesia jadi berkurang karena har­ganya bertambah mahal.

BACA JUGA :  Resep Membuat Cah Kangkung Saus Tiram yang Lebih Sedap Bikin Ketagihan

“Pemerintah Indonesia ini ti­dak memihak pada eksportir. Con­tohnya dengan adanya regulated agent, sesuatu yang tidak perlu. Harusnya pemerintah dukung eksportir bisa ekspor sebesar-besarnya, bukan malah ditambah dengan regulated agent itu. Barang kita harus lewat x-ray kemudian ditambah Rp 500 per kg,” ungkap Ketua Asosiasi Eksportir Buah dan Sayuran Indonesia, Hasan Johnny Widjaja, usai pertemuan di Ke­menterian Pertanian, Jakarta, Ju­mat (4/12/2015).

Menurutnya, biaya x-ray ini mempersulit sekaligus membebani eksportir. Buah-buahan Indone­sia semakin sulit bersaing dengan buah-buahan Malaysia dan China akibat tambahan biaya x-ray ini.

“Jadi ini eksportir bukannya di­tolong pemerintah malah dipersu­lit. Dengan adanya Rp 500/kg itu ekspor sayuran jadi sulit sementara kita hanya ekspor ke Singapura. Dengan adanya regulated agent ini kita saingan dengan Malaysia dan China juga sangat berat sekali. Kita tidak bisa tumbuh dengan keingi­nan kita,” dia menuturkan.

Karena itu, pihaknya mendesak pemerintah agar segera mencabut saja regulated agent tersebut atau tidak membebankan biayanya ke­pada eksportir.

“Regulated agent itu katanya ala­sannya buat safety, tapi kenapa di­bebankan ke eksportir? Kalau 1 ton saja sudah Rp 500 ribu. Regulated agent harus pemerintah yang cabut karena pemerintah yang buat,” tu­tupnya.

(intennadya)

============================================================
============================================================
============================================================