SUDAH menjadi hukum kebiasaan di masyarakat senyuman berbalas senyuman, cibiran berbalas cibiran. Hanya pribadi pilihan yang mampu mempersembahkan senyuman pada cibiran. Untuk menjadi orang yang selalu bahagia dan tersenyum memang haruslah memiliki jiwa besar yang ketika dicemooh masih mampu tersenyum dan melupakannya.

Sepertinya kita, khususnya saya, bukan pangkatnya ada di posisi manusia pilihan. Saya masih terlalu rapuh, saya masih terlalu pendendam, saya masih terlalu egois. Saya dan orang seperti saya barangkali masih mengikuti kaidah hubungan seperti ini: ‘’Jangan menunggu dariku sesuatu yang tak kutemukan dalam dirimu.’’  Sunguh kaidah seperti ini masih termasuk kelas biasa-biasa saja. Namun masih lumayan bagus karena adanya hubungan resiprokal, saling memberi.

Yang tak pantas adalah ketika kita membalas senyuman orang dengan cibiran, merespon kebaikan orang lain dengan hinaan yang menyakitkan. Sikap seperti ini bukanlah sikap manusia normal, apalagi manusia pilihan. Belajarlah membahagiakan banyak orang. Belajarlah menghargai orang lain, maka kita akan berharga dan dihargai. (*)

 

============================================================
============================================================
============================================================