SAAT ini banyak pemasar menganggap bahwa merek atau brand sudah tidak bisa dikatakan sebagai “nama†suatu produk. Jika Shakespeare mengatakan “apalah artinya sebuah nama?†maka dalam dunia pemasaran, justru merek mampu menjamin kesuksesan sebuah produk (perusahaan) di pasar. Lalu, bagaimana merek Kota Bogor?
Oleh: RIFKY SETIADI
[email protected]
Pentingnya merek memÂbuat para pemasar akan melakukan apa saja untuk memperÂtahankan eksistensi mereknya di pasar, apalagi di tengah persainganyang sengit sekaÂrang ini. Karena itu, pemasar haruslah mempunyai strategi jitu untuk menghadapi seranÂgan dari para pesaingnya.
Strategi Branding meruÂpakan salah satu proses strateÂgi pemasaran yang seringÂkali diterjemahkan sederhana sebagaikegiatan beriklan. NaÂmun, branding lebih merupakÂan aktivitas menentukan citra yang ingin dibentuk melalui berbagai macam kegiatan proÂmosi seperti iklan, publisitas dan sebagainya, seiring dengan pembenahan fitur produk yang sesuai dengan citra yang ingin dibentuk. Branding bersifat strategi untuk mencapai jangka panjang (long term investment). Karenanya, branding bukan saja kegiatan sekadar memastiÂkan bahwa sasaran konsumen produk tersebut mengenal nama atau logo, tetapi juga menciptakan keterlibatan seÂcara emosional yang dibangun oleh konsumen dengan produk atau pelayanan atau perusaÂhaan (instansi).
Fenomena City Branding atau Destination Branding suÂdah menghangat di kalangan praktisi pemasaran, bukanlah suatu hal yang baru saja terÂjadi. Salah satu contoh negara yang sukses membranding dirinya adalah Amerika Serikat. Negara yang dijuluki “Paman Sam†tersebut tidak saja sukses mengekspansi brand-brand loÂkalnya ke dunia internasional, seperti Coca-Cola, Hollywood, Pepsi, McDonald dan sebagainÂya. Tetapi juga, berhasil memÂbangun citra Adidaya Dunia sekalipun harus mencampuri urusan domestik negara lain.
Yang melatarbelakangi seÂbuah negara harus mampu mem-brand-kan dirinya adalah fakta bahwa tidak bisa diandalÂkannya pemasukan pendapatan devisa suatu negara dari perdaÂgangan ekspor-impor, sumber kekayaan alam, atau produktiÂvitas dari para penduduknya. Kenyataan ini mengharuskan suatu negara untuk mencari alÂternatif pendapatan devisanya, yaitu pariwisata sebagai satu-satunya sektor global yang tidak mungkin habis dimakan waktu.
Dalam perkembangannya, negara ataupun kota tidak bisa dipahami sebagai tempat seÂkumpulan masyarakat yang berinteraksi dengan segala inÂfrastruktur tatanan pemerinÂtahannya. Tetapi sebuah objek yang memiliki nilai jual yang bisa ditawarkan negara atau kota lain.
Hal ini disadari penuh oleh beberapa negara di kawasan Asia Tenggara seperti MalayÂsia, Hongkong, Singapura, dan Thailand. Mereka berlomba-lomba untuk menjadikan negaÂranya sebagai kawasan destinasi terbaik di Asia Tenggara. Sebut saja Malaysia dengan “MalayÂsia, Trully Asiaâ€, kemudian Singapura dengan “Uniquely Singaporeâ€, Hongkong dengan “Asia’s World City!†Bahkan dengan slogan-slogan tersebut, mereka tidak saja menarik kunÂjungan wisatawan asing, tetapi juga berhasil memulihkan citra negatif negara mereka. IndoÂnesia memiliki slogan “The UlÂtimate in Diversity†yang diceÂtuskan oleh mantan Presiden Megawati. Slogan ini bertujuan untuk memulihkan citra IndoÂnesia yang kala itu sempat terÂcoreng akibat ulah terorisme yang ditandai dengan adanya “travel warning†dari sejumÂlah negara asing. Tetapi hingga sekarang, gaung slogan tersebut sama sekali tidak terdengar.
Jakarta, sebagai ibu kota negara Indonesia, akhirnya unÂtuk pertama kali meluncurkan juga program “Enjoy Jakarta†pada tanggal 21 Maret 2005. Bahkan DKI menggandeng Diva Pop Krisdayanti sebagai duta wisata DKI Jakarta.
Perjalanan Jakarta menÂemukan tagline “Enjoy Jakarta†juga melalui sebuah perjalanan panjang. Pada tahun 2004, terÂdapat sembilan slogan pilihan untuk mem-brand-kan kota Jakarta. Diantaranya, “Jakarta Smile City,†“Jakarta, It’s cool to be Hot,†“ Jakarta, feel the Pulse,†“Jakarta, Rhythm of Life,†“Jakarta, The Spice of Life,†“Jakarta, Asia’s Hidden Secret,†“Jakarta, it’s Real,†“JaÂkarta, there’s more in Jakarta,†“Enjoy Jakarta.â€
Sejak saat itu, hampir di seluruh kegiatan atau event inÂternasional yang digelar di JaÂkarta harus ditempeli logo serta slogan “Enjoy Jakarta.†Seperti perhelatan Java Jazz tahun 2006, yang dihadiri oleh 1000 performance yang melibatkan 400 musisi jazz internasional, salah satunya Incognito, dan ratusan musisi jazz dalam negÂeri. Berbarengan dengan FesÂtival Jazz, juga diadakan “The Enjoy Jakarta HSBC Indonesia Open 2006 Golf ChampionÂship.†Acara ini diikuti pemain golf internasional dari Eropa dan Asia seperti Thaworn WiÂratchant dam Thongchai Jaidee (Thailand), Stephen Dodd dan Anders Hansen (Eropa) sebagai bagian dari rangkaian EuroÂpean and Asian tour-nya. Acara ini juga menggandeng Paralel Media Asia Support vision beÂrasal dari Inggris sebagai proÂmotornya.
Tentu saja, kegiatan cityÂbranding ini tidak pernah lepas dari kerja sama pihak pemerinÂtah daerah dengan pihak swasta yang memiliki kepentingan sepÂerti perusahaan travel, penerÂbangan, hotel, dan sebagainya. Branding ini secara tidak langÂsung juga membutuhkan duÂkungan dari masyarakat luas untuk menciptakan citra dari “Enjoy Jakartaâ€. Keberhasilan branding ini tidak saja meningÂkatkan pemasukan pendapatan daerah, tetapi juga membuka peluang serta lapangan pekerÂjaan baru.
Untuk membangun sebuah merek kota (city branding) pasti membutuhkan sebuah strategi yang tepat dan efektif, yang beÂlum tentu disadari oleh pihak oknum pemerintah. Karena itu, pemerintah sangat membutuhÂkan peran jasa konsultan pemaÂsaran, khususnya yang menanÂgani manajemen merek. Secara praktis, media massa juga harus kuat melakukan campaign terÂhadap konten dan poyensi kota yang akan dijualnya. Seperti JogÂja ketika mem-brand-kan dirinya dengan “Never Ending Asia,†melibatkan jasa perusahaan konÂsultan MarkPlus&Co yang dipÂimpin oleh Hermawan Kartajaya yang dikenal sebagai salah satu 50 Guru of Marketing di dunia.
Proses itu juga berati bahwa branding kota tidak saja menjaÂdikan kota itu sebagai destinasi pariwisata, tetapi juga sebagai investasi sehingga berdampak baik pada perkembangan kota serta kesejahteraan orang yang tinggal di dalamnya. City brandÂing bukan hanya mendesain logo, brandline lalu membicaraÂkan discovery tourism, atau destination branding, tetapi lebih daripada itu. Kita umumÂnya kadang terjebak langsung ke visual identity dengan tagÂline kampanye. Tetapi kita tidak memikirkan what to sell, what to say to public: apa yang dijual dan bagaimana kita mengungÂkapkannya kepada masyarakat.
Dinas Pariwisata, KebudayÂaan dan Eknomi Kreatif Kota Bogor seharusnya juga siap dan mampu, dalam arti manaÂjemennya, untuk juga memÂbrandingkan Kota Bogor. Sekali pun benar, membrandingkan sebuah kota membutuhkan dana yang tidak sedikit dan ituÂpun berurusan dengan birokraÂsi yang berbelit-belit. Tetapi haÂrus dimuali adanya kesadaran akan pentingnya sebuah merek kota tidak saja di dalam aparaÂtur pemerintah Kota Bogor, tetapi juga di kalangan warga Bogor yang sebagian mungkin masih acuh tak acuh.
Kegiatan strategi branding harus mulai dilakukan Kota Bogor. Tahapan itu biasanya dilakukan meliputi kegiatan menciptakan, mengembangÂkan, mengimplementasikan dan mengelola merek secara terus-menerus sampai merek tersebut menjadi kuat atau bisa dikatakan dengan istilah brand equity. Sebab, membangun merek yang kuat tidak berbeda dengan membangun sebuah banguan bertingkat. Layaknya sebuah bangunan, diperlukan sebuah pondasi yang kokoh, demikian pula dengan merek.
Peran komunikasi dalam kegiatan city branding sebagai pemasaran juga sangat vital. Fungsinya tidak lagi sebatas menginformasikan atau mengÂingatkan sasaran konsumen akan keberadaan produk, tetaÂpi juga mampu menciptakan suatu hubungan antara konÂsumen dengan pemasar. ArtiÂnya, dengan komunikasi tidak saja dibentuk pada level aware tetapi loyal kepada produk tersebut.
Bogor sebenarnya memiÂliki potensi yang sangat hebat dan membanggakan untuk soal ini. Banyak potensi di Kota BoÂgor telah menjadi daya magnet tersendiri bagi warga domestik maupun wisatawan mancanegÂara. Sebut saja berbagai prosuk khas yang menjual nama atau identitas “Bogor†sebagai brand, mulai dari kaos, marchendise, produk kuliner hingga batik khas Bogor. Tak ketinggalan juga even-even dan ciri budaya dan wisata yang dimiliki Kota BoÂgor, seperti Cap Go Meh, Istana Open, Helaran Bogor hingga festival kesenian dan produk buÂdaya lainnya yang dimiliki oleh Kota Bogor. Akan lebih bijak, sembari melakukan pembenaÂhan infrastrukturnya, kampanye pembentukan citra positif Bogor harus mulai dilakukan secara serius. Pemerintah Kota Bogor juga harus mulai memberikan porsi besar untuk membrandÂingkan masyarakat Bogor yang berbudaya hospitality: mau mendengar, percaya diri, berani berkomunikasi dan melahirÂkan kebijakan yang masuk akal (common sense), peduli atau setidaknya aware terhadap koÂtanya. Slogan boleh saja Bogor Banget, Bogoh Ka Bogor, Bogor Bisa atau slogan lainnya yang mungkin dianggap tepat sebagai kekuatan City Branding bagi Kota Bogor. Tetapi yang pentÂing adalah dukungan semua pihak, dengan kekuatan pemerÂintah dan menguatkan posisi masyarakat untuk merasa pentÂing membangun City Branding bagi Kota Bogor. (*)