Hasil riset terbaru AcÂcenture dan Microsoft Corp menemukan peÂrusahaan minyak dan gas (migas) di dunia, termasuk Indonesia, tetap berinvestasi di teknologi digital meskipun harga komoditas sedang rendah. LangÂkah ini dilakukan untuk meninÂgkatkan nilai bisnis dan efisiensi biaya.
Berdasarkan survei oleh PenÂnEnergy Research, teknologi digital telah memberi nilai tamÂbah bagi perusahaan migas hulu denganmembantu mengurangi biaya, membuat keputusan lebih cepat dan lebih baik serta meningkatkan produktivitas angkatan-kerja. Lebih dari setengah responÂden (53%) mengatakan bahwa digital telah memberikan nilai yang cukup signifikan bagi bisnis mereka.
Pengurangan biaya dinilai seÂbagai tantangan terbesar yang dapat diatasi oleh teknologi digital saat ini, menurut responden. SeÂlain itu, 56% responden melaporÂkan bahwa manfaat terbesar yang diperoleh teknologi digital adalah kecepatan membuat keputusan yang lebih baik, sedangkan salah satu hambatan terbesar untuk mewujudkan nilai adalah kurangÂnya strategi bisnis yang jelas, buÂkan karena teknologi itu sendiri.
Investasi digital saat ini lebih fokus pada mobilitas, dengan (57%) melaporkan telah menanamhampir tiga perlima responden kan modalnya di teknologi mobile, dibandingkan angka tahun lalu, yaiÂtu 49%. Temuan berikutnya adalah investasi di Internet of Things (IoT) sebesar 44% pada tahun ini dan 25% pada tahun 2015, serta cloud sebesar 38%, naik 8% dari tahun lalu. Selama 3 hingga 5 tahun ke depan, investasi perusahaan diharapkan dapat mengÂarah ke big data dan analitik sebesar 38%, IoT 36%, serta mobile 31%. Â
Country Managing Director AcÂcenture Indonesia, Neneng Goenadi, mengatakan temuan survei tersebut menunjukkan perkembangan yang sangat menarik, yaitu industri migas menggunakan teknologi digital untuk membantu mereka meraih keuntunÂgan yang kompetitif dan memberikan efisiensi biaya dalam menghadapi tanÂtangan ekonomi dan industri saat ini.
“Kemampuan pengambilan kepuÂtusan lebih baik yang diperoleh dari investasi tersebut juga membantu peÂrusahaan untuk mempersiapkan diri terhadap pertumbuhan di masa deÂpan dan menjadi perusahaan berkiÂnerja tinggi dengan mengidentifikasi area bisnis dan sumber pendapatan baru serta pengalaman yang belum dirasakan sebelumnya oleh pelangÂgan,†ujar Neneng Goenadi, di kanÂtornya, Wisma 46 Kota BNI, Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Sementara itu, dua pertiga (66%) responden meyakini analitik sebagai salah satu kemampuan paling pentÂing untuk mengubah perusahaan mereka dan hanya 13% yang merasa kemampuan analitik perusahaan mereka sudah matang. Hampir dua pertiga (65%) responden berencana untuk menerapkan lebih banyak keÂmampuan analitik dalam tiga tahun ke depan untuk memenuhi kebutuÂhan ini. (dtc)