MENURUT keterangan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, hingga kini pemerintah melihat stok beras di Badan Urusan Logistik (Bulog) masih mencukupi hingga akhir 2015. Walaupun ada ancaman kekeringan dampak dari El Nino, stok pangan di Bulog masih relatif aman.

Oleh: KISWANTO
Mahasiswa Doktoral Ilmu Lingkungan Undip Semarang

Berbeda halnya dengan pendapat Wakil Pres­iden Jusuf Kalla. Pada Senin (21/9), Wapres mengungkapkan ke­mungkinan pemerintah membuka impor beras dalam memenuhi ke­butuhan pangan di tengah keker­ingan hingga akhir tahun.

Wapres menilai stok Bulog saat ini masih kurang. Stok beras miskin (raskin) pada gudang Bulog kurang lebih 1,5 juta ton hingga akhir tahun. Menurut Kalla, stok makanan untuk seluruh pen­duduk Indonesia diperkirakan 2,5 juta – 3 juta per bulan.

Para ekonom memperingat­kan pemerintah untuk mewaspa­dai kenaikan inflasi yang dipicu kelangkaan pangan akibat El Nino, terutama di daerah penghasil pan­gan seperti Jawa Tengah. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah merilis inflasi sepanjang Juli 2015 naik ke level 0,92 persen dari bulan sebelumnya, yakni 0,61 persen.

Inflasi dipicu oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan dan transportasi. Direk­tur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai dalam beberapa bulan ke depan, inflasi di sejumlah daerah penghasil pangan berisiko naik. Namun, ke­naikan itu tak serta-merta menan­dakan konsumsi masyarakat se­tempat terakselerasi.

Kelangkaan pangan karena El Nino akan membuat harga-harga meningkat. Karena itu juga, sum­ber penghasilan di sana membuat daya beli menurun.

El Nino akan berefek lebih besar terhadap fluktuasi inflasi. Sebab, fenomena cuaca itu akan berpengaruh pada hasil panen be­berapa bulan ke depan yang me­nentukan ketersediaan pasokan pangan.

Hingga kini Pemprov Jateng mencatat 850 desa dalam wilayahnya dilanda kekeringan atau sekitar 10 persen dari total 8.568 desa/kelurahan di provinsi itu.

Badan Meteorologi Klima­tologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan peringatan dini dam­pak fenomena El Nino 2015 di In­donesia.

Tahun ini, El Nino yang dipre­diksi berskala moderat, berpoten­si menguat dan berdampak musim kemarau berlangsung lebih lama. BMKG memprediksi kemarau ta­hun ini akan berlangsung lama. Paling cepat, hujan baru turun pada November atau Desember.

Daerah yang diperkirakan bakal terdampak serius El Nino 2015 adalah Sumatra Selatan, Lampung, Jawa, Bali, Nusa Teng­gara, Kalimantan Selatan, dan Su­lawesi Selatan.

BACA JUGA :  JELANG LAGA MALAM INI, TIMNAS VS AUSTRALIA

Mengingat kemarau sudah berlangsung sejak Mei, bahkan ada yang sejak Maret, sulit dibay­angkan akibatnya jika hujan baru turun pada November atau De­sember.

Sekarang ini sudah terlihat un­tuk di kawasan pantai utara (pan­tura) Jawa banyak sungai, sawah, lahan pertanian, dan sumur-su­mur dangkal sudah mengering. Kegagalan panen juga terjadi di daerah pantura dan sekitarnya.

Hal ini karena berkurangnya evaporasi yang menyebabkan atmosfer di kawasan itu miskin uap air dan curah hujan sehingga terjadilah kekeringan (kemarau). Semakin kuat dan masif perpin­dahan massa air laut itu akan se­makin lama pula musim kemarau yang ditimbulkannya.

Dalam catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga 2015, ada 12 provinsi, 77 ka­bupaten/kota, dan 536 kecamatan di Indonesia yang sudah kekuran­gan air mengalami kekeringan. Akibatnya, 25 ribu hektare sawah harus gagal panen dan 200 ribu hektare lainnya terancam keker­ingan.

Kabar buruknya, musim tanpa hujan yang berkepanjangan itu terjadi di banyak daerah lumbung padi sehingga berpotensi memicu krisis pangan. Kemarau panjang yang terjadi pada tahun ini telah membawa dampak langsung dan tidak langsung.

Dampak langsungnya, per­tama, produksi pertanian dan perkebunan anjlok. Berkurang­nya produksi pertanian ini me­micu melambungnya harga bahan pangan: beras, sayur, dan buah. Kelangkaan bahan makanan pokok pada tingkatan ekstrem juga bisa menimbulkan bencana kelaparan sehingga berdampak pada penurunan tingkat kesehat­an akibat kurangnya asupan gizi.

Kedua, krisis air bersih. Kema­rau panjang berdampak pada ker­ingnya sungai dan sumur dangkal sehingga banyak warga kesulitan air bersih.

Ketiga, kebakaran di beberapa daerah. Kemarau yang panjang membuat pepohonan mengering dan meranggas sehingga keba­karan hutan atau lahan sering ter­jadi dan sulit dikendalikan.

Keempat, berhentinya PLTA. PLTA Cirata ( Jawa Barat) terpak­sa mengistirahatkan 80 persen turbinnya karena debit bendun­gan Cirata menurun tajam. Jika seluruh turbin PLTA Cirata ini ber­henti, dipastikan pasokan listrik Jawa-Bali akan berkurang.

Adapun dampak tidak lang­sung akan memicu mengeringnya lahan-lahan pertanian sehingga usaha pertanian bisa terhenti.

Keadaan ini menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di perdesaan. Ditambah tingginya harga kebutuhan pokok, berpo­tensi menimbulkan masalah so­sial. Urbanisasi mungkin menin­gkat, jumlah gelandangan dan pengemis bertambah, dan angka kriminalitas boleh jadi akan tinggi.

BACA JUGA :  KURANG ELOK PRAMUKA BERUBAH DARI EKSKUL WAJIB JADI PILIHAN

Mengingat begitu komplek­snya dampak langsung dan tidak langsung dari kekeringan, semua pihak harus menyiapkan diri menghadapinya. Pemerintah, khususnya, wajib menyiapkan strategi tepat untuk memastikan hingga musim kemarau berakhir.

Strategi ini juga harus disiap­kan secara jangka pendek dan jangka panjang. Strategi jangka pendek perlu disiapkan hingga ke­marau 2015 berakhir.

Pertama, stok bahan kebutu­han pokok dalam status aman. Kedua, obat-obatan kususnya un­tuk penyakit terkait krisis pangan dan air bersih tersedia dalam jum­lah cukup.

Ketiga, menerapkan teknologi hujan buatan di kawasan tertentu. Keempat, tim pemadam dan pera­latan pemadam api cukup dan se­lalu siaga. Kelima, aparat keaman­an dalam kondisi siap menghadapi segala bentuk kerusuhan dan atau kejahatan jalanan.

Strategi program jangka pan­jang perlu disiapkan dengan perhitungan yang matang dan berkelanjutan. Pertama, memban­gun irigasi karena sangat penting untuk menghadapi musim kema­rau mendatang.

Jepang yang fokus pada pem­bangunan irigasi sehingga surplus pangan bahkan tidak pernah men­galami krisis air ketika musim ke­marau berkepanjangan.

Kedua, pembuatan embung atau tandon air. Embung meru­pakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan.

Air yang ditampung selanjut­nya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budi­daya komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi di musim kema­rau atau saat curah hujan makin jarang. Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air yang sangat sesuai di segala jenis agroekosistem.

Ketiga, pembuatan hutan kota. Ekosistem hutan kota tumbuh secara ekologis sesuai lingkun­gan perkotaan, tetapi fungsinya meniru hutan alami. Fungsi yang utama adalah sebagai penyimpa­nan sumber air tanah, pencegah erosi juga penyedia oksigen dan penyerapan karbon.

Keempat, mengurangi eksplorasi air tanah dalam dan me­manfaatkan air permukaan. Ke­lima, penghijauan untuk kawasan hutan lindung. Sekarang ini, daya dukung lingkungan khususnya keberadaan hutan lindung terus berkurang, terutama di Jawa.

Masyarakat Indonesia meng­hadapi dua ancaman besar, yaitu kondisi ekonomi yang morat-marit dan kemarau panjang akibat dampak El Nino. Momentum Hari Pangan Sedunia yang jatuh 16 Ok­tober 2015, seyogianya pemerin­tah mengawal untuk mengantisi­pasi kekeringan yang berdampak pada krisis pangan.

Apabila tidak dikawal dari sek­arang, Indonesia akan terus krisis pangan dan rontoknya ekonomi datang secara bersamaan.

Sumber : Republika online

============================================================
============================================================
============================================================