KONDISI ekonomi nasional pada kuartal II 2015 yang cenderung stagnan menyisakan harapan perbaikan pada masa yang akan datang. Meski realisasi pertumbuhan sebesar 4,71% tidak berbeda dengan kuartal sebelumnya, diperlukan terobosan-terobosan kebijakan di bidang ekonomi yang berpotensi menstimulus pergerakan pertumbuhan pada kuartal-kuartal berikutnya.
Oleh: MUKHAMAD MISBAKHUN
Anggota Komisi XI DPR RI
Pemerintah telah memÂprediksi konstelasi tersebut dan menjadiÂkannya sebagai referensi dalam pengajuan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok- Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2016. Dalam kerangka KEM-PPKF disebutkan pertumbuÂhan ekonomi nasional pada 2015 mengalami tantangan signifikan dari pemulihan ekonomi global yang tidak merata. Kondisi ekoÂnomi saat ini belum memperoleh dampak kuat untuk pertumbuÂhan ekonomi pada kuartal II.
Meski berada dalam kondisi stagnan, optimisme pada penÂcapaian pertumbuhan ekonomi hingga 5,7% masih terjaga. Hal itu didasari atas prediksi ekonomi yang berangsur membaik sehingÂga mampu mendorong perbaikan neraca perdagangan. Selain itu, belanja infrastruktur (investasi) juga mengalami peningkatan seÂhingga programprogram pembanÂgunan infrastruktur berjalan baik.
Ditambah lagi, konsumsi tetap kuat dan stabil dengan daya beli masyarakat yang tinggi. Secara khusus, penciptaan iklim investaÂsi yang kondusif menjadi salah satu terobosan penting. Realisasi investasi pada kuartal I 2015 yang mencapai Rp124,6 triliun (16,9%) dari target investasi sebesar Rp519,5 triliun memberi angin segar bagi pergerakan ekonomi kuartal selanjutnya. Realisasi tersebut lebih tinggi dari realisasi pada kuartal yang sama pada taÂhun sebelumnya.
Berdasarkan laporan World Investment 2015, investasi asing langsung (foreign direct investment) ke Indonesia bertumbuh 20% menjadi USD23 miliar. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang arus masuk investasi asing ke Asia Tenggara yang hanya meningkat 5%, mencapai USD133 miliar.
Target realisasi investasi Rp519,5 triliun sendiri meningÂkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp463,1 triliun. Dari angka tersebut, Rp307 triliun (59,1%) berasal dari penanaman modal asing (PMA) dan 40,9% dari penanaman modal dalam negeri (PMDN). Investasi memegang perÂanan penting dalam menggerakÂkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. InvestaÂsi dapat dilakukan oleh pemerinÂtah melalui anggaran pembiayaan pembangunan dan investasi swasÂta atau masyarakat.
Investasi yang dilaksanakan pemerintah terutama mendoÂrong penciptaan iklim usaha yang kondusif, penyediaan sarana dan prasarana, serta pemberdayaan ekonomi rakyat. Sedangkan inÂvestasi swasta atau masyarakat, baik berupa penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri, dilaksanakan terutama untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal menjadi kekuatan ekonomi riil yang mampu menopang perÂtumbuhan ekonomi, membuka kesempatan kerja, serta menunÂjang pendapatan daerah.
Tidak dimungkiri, Indonesia merupakan salah satu dari negaÂra-negara yang berhasil menghaÂdapi gelombang krisis ekonomi, khususnya di tengah kekacauan ekonomi dunia pada 2008.
Selebihnya, Indonesia meÂnarik perhatian dunia sebagai salah satu pilar ekonomi dunia bersama kekuatan Asia lainnya seperti China dan India. PertumÂbuhan yang besar tersebut sangat ditopang oleh pihakpihak swasta baik kecil, menengah, maupun besar. Seperti negara-negara maju dan berkembang lainnya, pihak swasta mengambil peran dan kontribusi yang besar bagi perekonomian negaranya.
Insentif Investasi
Gairah investasi tidak terlepas dari berbagai kemudahan dan kepastian hukum. Atas dasar itu, diperlukan beberapa langkah inÂsentif yang dipandang mampu menggenjot iklim investasi hingÂga atau melebihi target yang diÂharapkan.
Pertama, kebijakan pajak. Banyak negara maju dan berkemÂbang yang sukses kerapkali memÂberikan insentif positif bagi pihak swasta. Stimulasi dilakukan untuk meningkatkan ketertarikan dalam berinvestasi bagi para investor baik investor asing maupun dalam negeri. Insentif tersebut terkait dengan kebijakan pengurangan atau penghilangan pajak secara seÂmentara yang diberlakukan oleh pemerintah terhadap penghasilan tertentu dalam rangka menarik investor agar mau menanamkan modal. Secara umum, tingginya pajak acapkali mereduksi pertumÂbuhan ekonomi.
Pengaruh pajak terhadap kinÂerja perekonomian sering berimÂplikasi ambigu dalam beberapa wilayah dan berubah-rubah serta kontroversial di wilayah lainnya. Untuk itu, diperlukan alternatif keÂbijakan yang dapat diadopsi untuk memperbaiki kinerja perekonoÂmian dan aliran investor. Pada giliÂrannya, akan tercipta suatu kondisi yang mampu mendorong peningÂkatan investasi dengan biaya dan risiko rendah dan bisa menghasilÂkan keuntungan jangka panjang.
Pada 1980 hingga 1990-an, China dan India telah melakukan perbaikan- perbaikan iklim inÂvestasi dengan menurunkan biaya dan risiko investasi sehingga inÂvestasi swasta sebagai bagian dari produk domestik bruto (PDB) saat itu meningkat signifikan hampir 200%. Kedua, payung hukum.
Dalam rangka peningkatan kualitas investasi, dibutuhkan payung hukum yang kokoh guna mengatur dan mengendalikan sistem penanaman modal atau inÂvestasi. Demikian juga kebijakan terkait stimulus fiskal atau penyikaÂpan fiskal (pajak) bagi investasi.
Saat ini pemerintah sedang menyosialisasikan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak PenghasiÂlan untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu. Demikian juga fasilitas pembebasan bea masuk atas importasi barang modal bagi yang masih belum bisa diproduksi di dalam negeri. Dalam waktu dekat, pemerintah juga akan merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130 / PMK.011/2011 tentang â€tax holiÂday†(pengurangan atau pengÂhilangan pajak penghasilan dalam kurun waktu tertentu).
Ketiga, kepastian kebijakan, regulasi, dan perizinan usaha. Selama ini terdapat beberapa kendala yang menghambat iklim investasi di berbagai daerah diseÂbabkan rendahnya sistem pelayÂanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai peraturan daerah yang tidak probisnis.
Pelayanan publik yang dikeÂluhkan oleh investor adalah teruÂtama terkait dengan ketidakpasÂtian biaya dan lamanya waktu berurusan dengan perizinan dan birokrasi. Pemerintah perlu menÂjaga stabilitas ekonomi makro, menentukan kebijakan yang proÂbisinis, menekan tingkat korupsi, mengurangi beban biaya yang tidak jelas bagi pengusaha, serta memberikan insentif pajak bagi pengusaha atau investor dalam negeri dalam negeri.
Selain itu, diperlukan peningÂkatan atau perbaikan pelayanan publik, peningkatan intensitas ketÂerlibatan dunia usaha dan stakeÂholder lainnya dalam perumusan kebijakan publik, serta perbaikan infrastruktur sebagi pendukung kegiatan usaha. Peningkatan dan perbaikan pelayanan publik inÂvestasi juga terkait dengan kebiÂjakan satu pintu yang memudahÂkan investor dalam melakukan aktivitasnya. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah merespons hal itu dengan memÂbentuk tim tingkat tinggi demi merealisasikan pembangunan seÂjumlah proyek infrastruktur yang terhambat keruwetan di tingkat kementerian/lembaga. Akhirnya, kita patut mengapresiasi segala upaya pemerintah dalam meningÂkatkan investasi dalam negeri.
Di tengah stagnasi pertumbuÂhan, berbagai langkah terobosan telah dicanangkan dan diterapÂkan. Hasilnya pun cukup signifiÂkan mendongkrak gairah iklim investasi. Dengan dukungan berbÂagai pihak, optimisme pertumbuÂhan ekonomi akan terus terjaga, hingga harapan perbaikan ekoÂnomi di masa yang datang akan dapat terealisasi. (*)