Banyak yang berspekulasi bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan berani mengakhiri kontrak PT Freeport Indonesia sebagai pengelola kawasan pertambangan terbesar di Papua. Namun, spekulasi ini tampaknya akan bertolak belakang dengan kenyataan.
Oleh : Alfian Mujani
[email protected]
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli, dirinya dan Presiden Jokowi dan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan satu suara terkait PT Freeport Indonesia yaitu menolak pembahasan perpanjangan kontrak karya sampai 2019 sesuai peraturan perundang-undangan. “Secara resmi sikap saya sebagai Menko Maritim sama dengan PresÂiden Jokowi, sama dengan Menko Luhut, yaitu menolak perpanjanÂgan kontrak karya Freeport sampai nanti 2019,†kata Rizal ditemui usai acara di Gandaria City, Jakarta, MinÂggu (13/12/2015).
Selain menegaskan sikap pemerÂintah terkait pembahasan perpanÂjangan kontrak karya Freeport, Rizal menanggapi terkait disebutÂnya nama Menko Polhukam Luhut Panjaitan sebanyak 66 kali dalam bukti rekaman percakapan perteÂmuan antara pengusaha Riza ChalÂid, Ketua DPR Setya Novanto dan Dirut Freeport Maroef Sjamsoeddin. “Sepanjang pengetahuan saya, Pak Luhut tidak pernah minta apa apa. Apalagi minta saham,†tegasnya.
Rizal mengatakan meski pemerÂintah belum akan membahas perÂpanjangan kontrak karya Freeport hingga 2019, Ia meminta pihak FreeÂport bersedia memenuhi 5 syarat yang diajukan pemerintah.
“Pertama, Freeport harus memÂbayar royalti yang lebih tinggi. Kami ingin Freeport bersedia membayar royalti 6 sampai 7 persen. Sebab seÂlama ini royalti sangat murah, inginÂnya naik sebagai kompensasi selama ini,†jelas Rizal.
Syarat berikutnya, kata Rizal, FreeÂport harus memproses limbahnya. Ketiga, Freeport harus melakukan diÂvestasi saham dan Keempat, Freeport harus membangun smelter.
“Selama ini Freeport menolak melakukan itu. Walaupun sesuai unÂdang-undang, aturan tersebut sudah ada sejak 2009. Freeport itu takut ketahuan bahwa selain emas dan copÂper (tembaga) ada juga rare material. Mungkin ada juga uranium,†jelas Rizal Ramli. Kelima, kata Rizal, meÂnyangkut kewajiban Freeport terhaÂdap masyakat Papua dan sekitarnya.
“Nah, posisi Pak Luhut dan PresÂiden Jokowi sama kami sama dalam hal ini. Penuhi dulu syarat-syarat ini baru kita ngomong perpanjangan. Berbeda dengan posisi kita sebelÂumnya yang sudah mau kasih perÂpanjangan, padahal kewajibannya belum dibahas. Keuntungan IndoÂnesia belum diperjuangkan. Ini yang kami katakan sebagai keblinger dan nggak bener,†ujar Rizal.
Menurutnya, jurus kepret yang dilancarkan ke Freeport berhasil memperjuangkan hak keuntungan bagi Indonesia dan kewajiban-kewaÂjiban yang harus dipenuhi Freeport. “Kalau nggak saya kepret itu FreeÂport dari Oktober lalu, udah tanda tangan itu perpanjangan kontrak,†tandasnya.
Belum Dibahas
Kontrak karya PT Freeport akan berakhir pada 2021 nanti. Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Teten Masduki menegaskan, hingga kini pemerintah belum membahas soal perpanjangan kontrak dengan peruÂsahaan asal Amerika Serikat itu.
“Ini sudah berkali-kali (dijelasÂkan). Jadi sampai saat ini, pemerinÂtah belum melakukan perpanjangan kontrak dengan Freeport. Karena pemerintah harus patuh dengan undang-undang yang memang pemÂbicaraan perpanjangan kontrak baru akan dimulai tahun 2019. KonÂtraknya sendiri itu berakhir 2021,†ujar Teten Masduki di kantor KSP, Gedung Bina Graha, Jakarta Pusat, Minggu (13/12/2015).
Dijelaskan Teten, pembicaraan Presiden Jokowi mengenai Freeport baru sebatas komitmen apa yang akan diberikan oleh Freeport untuk Indonesia. “Pembicaraan Presiden dengan Freeport baru sebatas kira-kira komitmen-komitmen apa dari mereka, dari kontrak karya itu yang mau diberikan untuk Indonesia,†kata Teten. Intinya, terang Teten, mengenai diperpanjang atau tidak kontrak PT Freeport di Indonesia, akan dibahas pada 2019 mendatang. “Berkali-kali Presiden jelaskan, saya kira kita tidak ada kepentingan unÂtuk terburu-buru. Presiden akan biÂcarakan adanya perpanjangan konÂtrak atau tidak itu tahun 2019. itu saja,†kata Teten.