314926_pengrajin-sandal-mendong_663_382Mendong merupakan salah satu jenis rumput yang hidup di rawa. Secara fisik seratnya halus namun tidak mudah patah. Itulah yang membuat mendong menjadi favorit para perajin menjadi bahan anyaman. Hal itu pula yang membuat Rinny Yulyta dan Rohmad memanfaatkan mendong untuk dijadikan bahan baku kerajinan sandal hotel sebagai lahan bisnis. Seperti apa?

Oleh : Apriyadi Hidayat
[email protected]

Rinny, wanita asal Lombok yang tinggal di Jakarta ini awalnya memiliki ide meng­gunakan mendong ketika dua tahun lalu mendapat pesanan dari pemasok di Jepang. Waktu itu dia diminta untuk membuat sandal hotel yang bukan berbahan spons.

Setelah mencari tahu mengenai bahan yang ramah lingkungan dan melihat-lihat ada bahan daun yang dianyam dan dijadi­kan tikar oleh para perajin di Jawa Tengah. Dari situlah dia memiliki ide untuk mem­buat sandal dengan bahan mendong di ta­hun 2012.

Lewat naungan perusahaan Cynthia Rama Jaya, Rinny berhasil menjadikan lembaran mendong kering menjadi sebuah sandal yang dapat menghasilkan rupiah. Dia tidak mengolah tanaman ini dari awal tapi mengambil hasil kerajinan rajutan mendong dari daerah Jawa Tengah yang kemudian dikirimkan ke perusahaannya untuk dijadikan sebuah sandal hotel.

Beberapa hotel khususnya di daerah pariwisata seperti Bali, Lombok hingga Papua pernah memesan sandal men­dong ini padanya. Untuk produksi, Rin­ny membutuhkan sebanyak 500 lembar hingga 1.000 lembar rajutan tiap bulan. Harga bahan baku lembaran mendong seharga Rp 10.000 per lembar. Dibantu puluhan pegawai, Rinny membutuh­kan waktu sekitar dua sampai tiga min­ggu untuk menyelesaikan satu pesanan konsumen. Di saat musim hujan, bahan baku mendong menjadi sulit ditemukan. Sebab jika rumput ini basah dan tidak di­jemur, akan susah untuk dibentuk.

Dia bilang, setelah mendong dikering­kan dan dianyam menjadi bentuk sandal, kemudian produk di vernis. Ini bertujuan untuk mengawatkan sandal. Dia menjual produk ini berkisar Rp 5.000 per pasang hingga Rp 20.000 per pasang, tergantung tingkat ketebalan sandal dan tambahan pernak-pernik ataupun logo.

Rata-rata pesanan yang datang dari hotel sebanyak 500 sampai 3.000 pa­sang sandal per bulan. Sehingga Rinny bisa meraup omzet puluhan hingga ra­tusan juta per bulan. Menurut Rinny, prospek bisnis sandal ramah lingkung­na seperti mendong cukup baik. Na­mun, baru sebagian kecil perusahaan yang benar-benar mengusung tema go green yang berniat membeli. Karena harga sandal mendong relatif lebih malah dari bahan spons.

Rambah Mancanegara

Produk kerajinan tangan asli Indo­nesia berbahan dasar mendong saat ini semakin mendapatkan tempat di pasar Internasional, bahkan semakin banyak terlihat di hotel-hotel mancanegara. Rohmad, salah satu pengrajin sandal Mendong asal Yogyakarta, Jawa Tengah, yang mulai mempromosikan sandal ini untuk keperluan di tempat penginapan. Harga yang dibanderol untuk sepasang sendal ini senilai Rp10 ribu.

Di hotel misalnya, sandal selop seder­hana berbahan plastik, atau kain pasti tersedia di setiap kamar untuk digunakan oleh pemesan kamar tersebut. Pasar itu­lah yang coba diraih oleh Rohmad untuk melariskan sandal Mendong produksinya.

Awalnya, cerita Rohmad, pemasaran sandal Mendong hanya dijual di objek-objek wisata di DIY. Seiring dengan waktu, penjualan sendal ini naik dan mendapatkan perhatian dari para pen­gusaha hotel dan penginapan yang ada di Yogyakarta. “Sejak saat itulah, maka pasar ekspor mulai terbuka,” ujarnya.

Persaingan di dunia perhotelan yang semakin gencar saat ini, memberi keuntungan tersendiri bagi Roh­mad. Keunikan sandal Men­dong yang terbuat dari spon d a n dilapisi t a n a m a n Mendong, mem­b e r i k a n nilai tambah tersendiri dibandingkan san­dal yang biasa disediakan hotel.

Karena keunikan itu pula, akhirnya sandal Medong produksi Rohmad, saat ini sudah digunakan di beberapa hotel di kawasan Asia, antara lain Malaysia dan Korea Selatan. “Untuk sandal jenis Mendong ini banyak diminati di luar negeri, karena memang bahannya ra­mah lingkungan,” tambahnya.

Namun, sangat disayangkan, Rohmad tidak bisa menikmati keuntungan lebih dari pasar internasional tersebut. Sebab, harga jual produknya di luar negeri sama dengan harga jual dalam negeri, karena pemasarannya tidak dilakukan langsung, tetapi menggunakan perantara. “Harga (ekspor) sama, untuk sepasang sandal yai­tu sekitar Rp10 ribu,” kata dia.

(KTN/VIV)

============================================================
============================================================
============================================================